NASIONAL

Satu dari Empat Perempuan Indonesia Pernah Mengalami Kekerasan

22 persen mengalami dalam setahun terakhir.

AUTHOR / Astri Yuana Sari, Ellika Falah Putri

Satu dari Empat Perempuan Indonesia Pernah Mengalami Kekerasan
Ilustrasi: Anak korban kekerasan seksual. (Foto: Creative Commons)

KBR, Jakarta- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan secara rata-rata satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual atau keduanya sejak umur 15 tahun.

Hal ini dikatakan Kepala Biro Data dan Informasi Kementerian PPPA Lies Rosdianty dalam acara Diseminasi Hasil Analisis SPHPN 2021, Rabu (20/12).

"Inilah indikator globalnya 26,1%, jadi perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan atau seksual, siapapun pelakunya baik pasangan maupun bukan pasangan, selama hidup. Itulah indikator global yang 26,1%," kata Lies dikutip dari YouTube KemenPPPA, Rabu, (20/12/2023).

Lies mengatakan, berdasarkan data 2021, jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh perempuan di Indonesia adalah pembatasan perilaku (PP) oleh suami/pasangan, yaitu 30,9 persen perempuan mengalaminya selama hidup, dan 22 persen mengalami dalam setahun terakhir.

Sementara, perempuan yang pernah mengalami kekerasan fisik/seksual oleh suami/pasangannya sebesar 11,3 persen selama hidup, dan 3,7 persen setahun terakhir.

"Sebetulnya yang paling diharapkan adalah bagaimana kita menindaklanjuti data-data yang sudah dihasilkan dari SPHPN ini. Apa yang harus kita lakukan ke depannya berdasarkan data-data yang ada. Jadi ke mana kita harus melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan itu, kemana prioritasnya, siapa target sasarannya, barangkali ini bisa kita manfaatkan datanya," pungkasnya.

SAPA 129

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) telah meluncurkan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129), untuk memudahkan masyarakat melaporkan berbagai tindakan kekerasan. Di 2022, layanan tersebut telah menerima 2.346 laporan terkait perempuan, dan 957 laporan terkait kasus anak.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengatakan, SAPA 129 diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat ketika mengalami, melihat, atau ingin mengakses informasi seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak.

''Pengembangan integrasi SAPA 129 ini, merupakan upaya pemerintah untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat, yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk pengembangan. Dari mulai integrasi sistemnya, pengembangan teknologinya, penyediaan sarana dan prasarana pendukung, sampai pada pengembangan sumber daya manusianya,'' kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, dalam siaran langsung Aktivasi Layanan SAPA 129 Terintegrasi, pada kanal YouTube KemenPPPA RI, Kamis, (21/9/2023).

Pengembangan layanan ini juga merupakan salah satu bentuk upaya sinergi antara KemenPPPA dan dinas pengampu perempuan, dan UPTD PPPA provinsi, dalam hal penyediaan layanan bagi perempuan dan anak.

Keterbukaan akses layanan dan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan provinsi, diharapkan dapat mendorong penanganan kasus dengan cepat, akurat, dan komprehensif. Serta memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.

''Kami menghadirkan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak, atau SAPA 129 itu sejak tahun 2021. Masyarakat dapat melaporkan peristiwa kekerasan yang terjadi, siapapun yang melihat dan mendengar, bisa melaporkan ke hotline SAPA 129 melalui 129 atau Whatsapp 08111-129-129,'' kata Bintang Puspayoga.

Dengan SAPA 129 di berbagai provinsi, diharapkan mempermudah masyarakat mengakses layanan perempuan dan anak, serta mempercepat penanganan. Karena pelapor dapat langsung terhubung dengan petugas di wilayah masing-masing.

Hasil Survei Pengalaman Hidup Nasional 2021 dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, menunjukkan bahwa perempuan dan anak masih rentan mengalami kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, dan kekerasan lain.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!