NASIONAL
RUU Perampasan Aset Mandek Lagi, Kementerian Hukum Beber Alasan
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengklaim komitmen pemerintah berantas korupsi tidak bisa diukur hanya karena RUU Perampasan Aset tidak masuk prioritas.
AUTHOR / Shafira Aurel
-
EDITOR / Agus Luqman
KBR, Jakarta - Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej membeberkan alasan mengapa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak kunjung dibahas.
Hiariej mengatakan tahun politik 2024 menjadi salah satu alasan RUU itu jalan di tempat. Hal ini dikarenakan dalam pembahasan, RUU Perampasan Aset memerlukan waktu yang panjang dan pembahasan secara mendalam. Sebab, ini adalah hal yang baru di Indonesia.
"RUU itu sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak April 2023. Tetapi kita tahu persis bahwa tahun 2023 itu sampai dengan menjelang pemilihan presiden pada Februari 2024. Itu adalah tahun politik, banyak teman-teman dewan yang kembali maju pada Pileg berikutnya. Sehingga memang ini belum dibahas," ujar Eddy dikutip, Kamis (5/12/2024).
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej membantah pemerintah dan DPR sengaja mengabaikan RUU Perampasan Aset.
Dia juga mengklaim pemerintah dan DPR bersungguh-sungguh memberantas korupsi. Menurutnya, kesungguhan itu tidak bisa diukur semata-mata hanya karena RUU Perampasan Aset tidak menjadi skala prioritas.
"Saya kira kesungguhan pemerintah dan DPR untuk memberantas korupsi itu tidak bisa dilihat semata-mata hanya karena RUU Perampasan Aset tidak menjadi prioritas. Kalau kita berbicara, memang tidak bisa terlepas dari sistem peradilan pidana secara utuh dan itu dilakukan baik oleh KPK, oleh Kejaksaan Agung, maupun oleh Kepolisian," katanya.
Baca juga:
- Presiden Prabowo: Korupsi Ibarat Kanker bagi Perekonomian Bangsa
- Benarkah Pemberantasan Korupsi Tanpa RUU Perampasan Aset Sudah Cukup?
Tidak prioritas
Dalam sidang paripurna Kamis (5/12/2024), DPR memutuskan sebanyak 41 RUU masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Namun, RUU Perampasan Aset tidak masuk daftar.
Padahal menjelang akhir masa jabatan, DPR 2019-2024 sudah memastikan RUU ini akan dibahas dan diprioritaskan pada DPR periode berikutnya.
Presiden ke-7 Joko Widodo juga telah meminta DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Namun hal itu tak kunjung terjadi.
RUU Perampasan Aset ini mandek selama lebih dari 1 dekade setelah naskah RUU tersebut pertama kali disusun pada 2008.
LSM Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam laporan hasil pemantauan proses persidangan kasus korupsi sepanjang tahun 2015-2023, menyebut kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara korupsi mencapai Rp279,2 triliun. Akan tetapi, pemulihan kerugian melalui pidana tambahan uang pengganti hanya sekitar Rp37,2 triliun.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!