NASIONAL

RI Gabung BRICS, Anggota DPR Ingatkan Ancaman Donald Trump

Kita enggak perlu (memihak), apalagi sekarang ini dengan presidennya seperti Pak Prabowo.

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Wahyu Setiawan

KTT BRICS
Menteri Luar Negeri Sugiono ketika hadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). (ANTARA/HO-Photohost agency brics-russia2024)

KBR, Jakarta - Pemerintah diminta berhati-hati usai resmi bergabung dengan aliansi ekonomi dan politik BRICS. Menurut Anggota DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera, pemerintah mesti mengantisipasi kemungkinan respons dari Presiden Amerika terpilih Donald Trump.

Trump sempat mengancam akan mengenakan tarif 100 persen pada blok negara BRICS, jika menciptakan mata uang saingan. BRICS ditengarai tengah menjalankan agenda dedolarisasi atau mengurangi transaksi perdagangan menggunakan mata uang dolar AS.

"Pak Prabowo punya tugas berat, pertumbuhan ekonomi 8 persen, karena itu semua pintu mesti dibuka, baik OECD ataupun BRICS. Bukan tugas mudah mengayuh bahtera Indonesia di antara dua karang, tapi niatnya mulia, karena itu kita harus dukung. Bisa jadi akan ada respons dari Donald Trump atau blok barat, tapi dengan pendekatan yang tepat dan juga persatuan, kita insyaAllah bisa maju, tumbuh 8 persen, tercapai," kata Mardani kepada KBR, Kamis (9/1/2025).

Senada, Ekonom senior Indef Tauhid Ahmad juga menilai keanggotaan RI di BRICS bisa memengaruhi hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat. Salah satu kemungkinannya adalah kenaikan tarif ekspor.

"Responsnya nanti kemungkinan ya the worst case-nya kita kena tarif. Kenaikan tarif, ya Amerika biasa saja kita tidak mendapatkan special prevention tarif. Sebelumnya, biasa saja itu dicabut, sehingga konsekuensinya tarif ekspor kita ke Amerika bisa lebih tinggi," ucap Tauhid kepada KBR, Rabu (8/1/2025).

Di sisi lain, Tauhid menilai keanggotaan BRICS bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS. Sehingga nilai tukar masing-masing negara terhadap dolar bisa lebih stabil.

Tauhid menambahkan, masuknya Indonesia ke BRICS juga bisa mengurangi hambatan perdagangan dengan negara anggota yang lain.

"Nah, ini dilakukan melalui tadi perdagangan antarnegara bilateral atau multilateral di antara negara BRICS itu tidak lagi menggunakan US dollar ya, tapi menggunakan apa namanya menggunakan nilai tukar masing-masing negara begitu. Nah, sehingga dolarnya enggak perlu keluar masuk dari negara tersebut sehingga lebih stabil," kata Tauhid.

Namun, Tauhid juga mengingatkan potensi gempuran produk impor jika tidak siap bersaing dengan sesama anggota BRICS.

"Risiko terbesarnya kalau kita enggak siap, ya misalnya importasi bisa saja lebih tinggi, begitu ya kan. Kalau kita membuka pasar lebih besar, maka ekspornya juga harus diperbesar, gitu kan. Kita membuka diri, ya otomatis kalau enggak punya daya saing, ya bisa jadi importasi kita dari Cina bisa jadi lebih besar lagi, kan. Risikonya seperti itu," pungkasnya.

Indonesia resmi bergabung dengan aliansi ekonomi dan politik BRICS, 6 Januari lalu. BRICS adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.

Masuknya Indonesia menjadi anggota BRICS merupakan hasil dari keterlibatan aktif pemerintah dalam aliansi tersebut selama beberapa tahun terakhir.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!