indeks
Revisi UU ASN, Perlukah Presiden Bisa Mutasi Eselon I dan II?

“Perubahan kedua ini akan mengusulkan kewenangan itu dikembalikan kepada pemerintah pusat di tangan presiden,”

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor: Rony Sitanggang

Google News
Revisi UU ASN
Ilustrasi: ASN Pemkot Cimahi mengikuti pembukaan retret di Rindam III Siliwangi, Lembang, Bandung Barat, Jumat (18/04/25). (Antara/Abdan Syakura)

KBR, Jakarta-  Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) rencananya bakal direvisi kembali oleh DPR RI. UU tersebut sebelumnya sudah direvisi dari semula UU Nomor 5 Tahun 2014 menjadi UU Nomor 20 Tahun 2023 yang disahkan pada Oktober 2023.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengatakan UU ASN memang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dan inisiatif Komisi Politik DPR RI.  

Zulfikar mengatakan sejauh ini Badan Keahlian DPR RI masih menggarap draf naskah akademik untuk menyempurnakan alasan dan urgensi perlu direvisinya beleid tersebut dari sisi filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Zulfikar mengaku tidak tahu persis bagian yang direvisi, namun usai bicara dengan Badan Keahlian DPR RI, diketahui  adanya rencana penarikan seluruh kewenangan ASN ke pemerintah pusat, termasuk proses pengangkatan dan mutasi yang langsung berada di bawah Presiden.

“Perubahan tersebut lebih menyangkut norma yang terkait dengan pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN terutama ASN di struktural yang menjabat eselon II di tingkat daerah baik itu sebagai pimpinan tinggi pratama maupun pimpinan tinggi madya (eselon I) tapi lebih banyak pimpinan tinggi pratama,” jelas Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Dapil Jatim III dalam diskusi bertema ‘RUU ASN Menjadi Harapan Untuk Kesejahteraan ASN’, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).

Kata dia, dalam UU ASN yang berlaku sekarang, ada pendelegasian wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ASN kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi dan daerah. Ini tertera di Pasal 30 UU Nomor 20 Tahun 2023.

“Perubahan kedua ini akan mengusulkan kewenangan itu dikembalikan kepada pemerintah pusat di tangan presiden,” ucapnya.

Zulfikar   lantas meminta agar Badan Keahlian DPR RI kembali mengkaji dan mendengar pendapat ahli terkait rencana revisi UU ASN. Sebab Komisi II DPR RI berpikir revisi UU ASN itu mengarah ke sentralisasi pengelolaan ASN ke pemerintah pusat termasuk oleh presiden.

Zulfikar berpandangan wacana sentralisasi pengelolaan ASN ini bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang bicara soal penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau disebut desentralisasi.

“Desentralisasi itu kan mengakibatkan hadirnya semangat otonomi (tertera) di Pasal 18, otonomi itu juga harus dilaksanakan seluas-luasnya, kalau memang arah perubahan (UU) ASN itu menuju ke sana (sentralisasi) apakah ini tidak bertentangan dengan UUD 1945? Sehingga pada saat itu kita meminta agar Badan Keahlian DPR RI kembali melakukan kajian, melakukan public hearing, melakukan dengan seluruh stakeholder baik praktisi, akademisi, maupun profesional untuk mendapatkan dasar yang lebih kuat dari sisi filosofis, yuridis, maupun sosiologis tentang isu ini,” tuturnya.

red
Ilustrasi: Pelantikan PPPK dan ASN di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jabar, Kamis (17/04/25). (Antara/Yulius Satria)


Sementara itu Anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo dalam acara yang sama mengingatkan ada sejumlah hal yang patut diperhatikan ketika merevisi undang-undang, salah satunya jangan sampai produk yang dikeluarkan justru bertentangan dengan UUD 1945.

“Sebuah undang-undang ketika akan direvisi harus dapat dilaksanakan, oleh karena itu penting ini jangan sampai kita buat undang-undang tapi tak bisa dilaksanakan karena bertentangan dengan UUD,” ucapnya di dalam diskusi bertema ‘RUU ASN Menjadi Harapan Untuk Kesejahteraan ASN’, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025)..

Firman mengaku sejauh ini Baleg belum menerima draf RUU ASN maupun naskah akademiknya secara resmi dari Komisi II DPR RI.

“Dari situlah kami akan melakukan harmonisasi, kita lihat dari aspek filosofisnya, sosiologisnya, yuridisnya, tingkat urgensinya, apakah bertentangan dengan UUD 1945, kalau bertentangan maka kita akan minta dikembalikan lagi untuk disempurnakan agar tidak dilakukan judicial review (JR),” ungkap Anggota DPR Fraksi Golkar dari Dapil Jateng III itu.

Dia pun menyoroti pelimpahan wewenang pengelolaan ASN ke presiden, menurut dia apakah presiden punya waktu untuk mengurus hal semacam itu di tengah masalah ekonomi dan politik global yang dihadapi seperti perang tarif Trump maupun perang Rusia dan Ukraina.

“Padahal presiden memikirkan skala yang lebih besar seperti rencana pembangunan lima tahun. menghadapi globalisasi ekonomi yang sedemikian rupa dahsyatnya, kita menghadapi Trump aja kedodoran, belum nanti perang urat saraf antara Rusia dan Ukraina, kemudian Cina dengan Amerika itu pun kita sudah kedodoran apalagi kalau presiden harus mengangkat, memberhentikan, memindahkan ASN Itu melalui presiden,” jelasnya.

Ketimbang soal pelimpahan wewenang mengelola ASN, dia  lebih menyoroti penegakkan sistem rekrutmen ASN agar jangan sampai bersifat transaksional. Kecurangan bisa terjadi termasuk dalam proses lelang jabatan.

“Ini yang terjadi sekarang, di beberapa daerah contoh sudah banyak bupati dan kepala daerahnya itu menjadi tersangka, rekrutmen ASN itu ditransaksikan walaupun mekanisme katakanlah ada yang menggunakan metodologi tender (lelang),” terangnya.

red
Ilustrasi: Halalbihalal 10 ribu ASN Pemprov Jatim di JX International, Surabaya, Selasa (08/04/25). (Antara/Moch Asim)


Menurut Firman, penegakkan sistem rekrutmen ASN termasuk pengalihan ke instansi lain semestinya jadi sorotan karena berkaitan dengan spirit pemberantasan korupsi.

“Bagaimana alih jabatan ke instansi atau dengan yang lain di daerah tidak menjadi transaksional ini yang penting ini spirit pemberantasan korupsi, bukan mengembalikan kewenangan itu ke pusat kalau ke pusat ini akan kembali ke sentralisasi. Kalau sentralisasi ini juga bertentangan dengan spirit reformasi, nah ini yang juga harus menjadi pertimbangan hukum,” tuturnya.

Baca juga:

Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman mengatakan bila presiden punya kewenangan untuk mengelola ASN maka khawatir semakin marak ASN yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Kata dia, sebelumnya kepala daerah yang mengendalikan ASN namun bisa rencana sentralisasi diterapkan maka kemungkinan pemerintah pusat termasuk presiden bisa 'memanfaatkan' ASN sebagai modal politiknya.

“Kalau kita lihat dinamika selama masa tahun politik baik di level nasional baik pilpres, pileg atau di daerah dalam pilkada, ASN itu menjadi salah satu topik yang dibicarakan kenapa? ASN itu bisa dikapitalisasi untuk kepentingan politik tertentu. Dari catatan kami menjelang pemilu, politisasi birokrat dan birokrat berpolitik tampaknya biasa tetapi sebetulnya itu sudah mengganggu asas pemilu langsung, yang bebas, jujur, dan adil,” jelasnya kepada KBR, Rabu (23/4/2025)

Revisi UU ASN
Komisi II DPR
Baleg DPR
sentralisasi
desentralisasi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...