NASIONAL

Rentetan Kasus di Lembaga Peradilan Berpotensi Menggerus Kepercayaan Publik

“Perlu pelatihan etika dan integritas secara berkala, terutama bagi hakim dan staf pengadilan," ujarnya

AUTHOR / Shafira Aurel, Hoirunnisa, Resky Novianto

EDITOR / Resky Novianto

Google News
hakim
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Ali Muhtarom (depan) dikawal petugas di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025). ANTARA FOTO/Dhemas Revi

KBR, Jakarta- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, menyoroti potensi krisis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan di tanah air.

Pernyataan ini disampaikan Saut merespons kasus teranyar yang melibatkan tiga hakim dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO), atau bahan baku minyak goreng.

“Kasus ini jelas merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Ya juga termasuk komitmen mahkamah agung di bawah kepemimpinan yang baru untuk meningkatkan kepercayaan publik,” ujar Saut kepada KBR Media, Senin (14/4/2025).

Saut menilai kasus demi kasus terkait rasuah yang terjadi di lembaga peradilan bisa berdampak kepada kepercayaan publik berkepanjangan.

“Kepercayaan publik tentunya kan dasar dari semua ini dan itu yang harus dijaga. Dan itu yang akan mengembalikan investasi, kondisi pasar modal, isu-isu Danantara, dan seterusnya,” tutur Saut.

“Ini kan melingkupi kepercayaan publik untuk melihat apakah kita bisa melaksanakan Undang-Undang Tindak Pemberantasan Korupsi dengan baik dan benar dan adil dan jujur dan adil,” tegasnya.

Saut juga berpendapat lemahnya kewenangan Komisi Yudisial (KY) menjadi hambatan serius dalam menjaga integritas para hakim.

“KY hanya punya kewenangan etis dan rekomendasi sanksi. Itu tidak cukup. Mereka sebaiknya diberikan kewenangan lebih untuk investigasi dan pemberian sanksi langsung,” jelasnya.

Saut menyinggung komitmen Mahkamah Agung di bawah kepemimpinan Sunarto sejak Oktober 2024 yang berjanji ingin mengembalikan kepercayaan publik. Namun, menurutnya, hal itu sulit terwujud jika kasus-kasus mafia peradilan masih terus terjadi.

Karena itu, Saut menekankan pentingnya pengawasan independen yang bekerja sama dengan Komisi Yudisial untuk memantau kinerja hakim secara berkala.

Ia juga mendorong keterbukaan dalam proses peradilan, termasuk publikasi putusan dan alasan di baliknya.

“Perlu pelatihan etika dan integritas secara berkala, terutama bagi hakim dan staf pengadilan,” ujarnya.

Di sisi lain, Saut juga menyoroti pentingnya sanksi tegas dan pemberatan hukuman terhadap pelaku korupsi dari unsur penegak hukum.

“Sampai hari ini belum ada tanda-tanda perubahan perilaku dari penegak hukum dan masyarakat. Kita tunggu saja, apakah pemerintahan ini bisa menghadirkan hukum yang adil, bermanfaat, dan mampu mendorong perbaikan persepsi korupsi di Indonesia,” tegasnya.

Rentetan Kasus Hakim Terjerat Suap 

Pada April 2025, Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketiganya adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diketahui sebagai majelis hakim dalam sidang tersebut.

Penetapan tersangka dilakukan pada Minggu (13/4/2025) usai pemeriksaan yang berlangsung di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Lalu di akhir 2024, tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memutus bebas terdakwa pembunuhan Gregorius Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, didakwa menerima suap dan gratifikasi berupa uang tunai dalam rupiah dan valuta asing (valas).

Dalam perkara ini, bekas pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar ikut terseret atas kasus gratifikasi dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dan pengurusan perkara di MA dari 2012 hingga 2022.

Lebih jauh, dua orang mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dan Hasbi Hasan, yang sebelumnya juga dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi.

Selain nama-nama tersebut, nama-nama unsur pimpinan pengadilan lainnya di dalam daftar tersebut.

Sebut saja Setyabudi Tejocahyono (Wakil Ketua PN Bandung, 2013), Tripeni Irianto Putro (Ketua PTUN Medan, 2015), Janner Purba (Ketua PN Kepahiang, 2016), dan Sudiwardono (Ketua PT Manado, 2017). Dan, dua orang mantan Hakim Agung, Sudrajat Dimyati dan Gazalba Saleh.

Sinyal Integritas Hakim yang Jebol?

Sebagian kalangan parlemen menyayangkan berulangnya kasus hakim terjerat suap, terlebih dengan ditemukannya kasus teranyar penetapan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh Kejagung.

Anggota Komisi III yang membidangi Hukum di DPR RI, Hinca Panjaitan mengaku merasa geram dengan kasus hakim terima suap yang terus muncul hingga menjadi sinyal jebolnya integritas hakim. Menurutnya, kasus seperti ini telah mencoreng wajah pengadilan di tanah air.

"Ini bisa disebut sekaligus runtuhnya integritas hakim yang menangani perkara ini ya karena berhasil disuap. Oleh karena itu hakim ini harus dihukum berat lah dan Kejaksaan Agung kita minta menuntaskannya,” ujar Hinca kepada KBR Media, Senin (14/4/2025).

“Karena ini udah melampaui atau merusak sistem hukum kita, dan presiden sudah berkali-kali mengatakan akan menegakkan hukum untuk memberantas korupsi ini,” imbuhnya.

Hinca juga menilai kasus Ketua PN Jakarta Selatan lebih parah dibandingkan kasus di Surabaya. Hal ini dikarenakan kasus yang ditangani Ketua PN Jakarta Selatan itu menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni berkaitan minyak goreng.

Hinca juga menyoroti kasus suap yang berulang di lembaga peradilan. Dia bahkan mendorong Ketua MA dan KY mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban.

"Ini bukti bahwa pengawasan atau pagar integritas tembok integritas Mahkamah Agung jebol oleh hakim-hakimnya gitu ya. Kalau begini terus saya minta malah Ketua Mahkamah Agung ini mundur dari jabatannya karena tak mampu menjaga integritas lembaga peradilan,” tegasnya.

Senada, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta integritas para hakim dievaluasi setelah adanya kasus suap yang menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Tanggapan Mahkamah Agung

Menanggapi kasus yang tengah bergulir, Mahkamah Agung mengaku pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dengan penetapan tersangka terhadap empat hakim atas dugaan suap dalam putusan lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Juru bicara MA, Yanto mengatakan pihaknya sangat prihatin atas peristiwa yang terus mendera dunia peradilan. Pasalnya, MA tengah bebernah untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan profesional.

"(Hormati proses hukum) sepanjang itu tertangkap tangan, karena Hakim dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025).

Yanto juga mengajak seluruh pihak untuk menerapkan asas praduga tidak bersalah terhadap jajarannya. Selama belum ada hasil putusan hukum yang tetap.

Bagaimana Penilaian Publik terhadap Mahkamah Agung?

Citra positif Mahkamah Agung (MA) terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan hasil survei terbaru Litbang Kompas, citra lembaga MA mencapai 69,0% pada Januari 2025.

Angka tersebut, meningkat dibandingkan survei pada September 2024 yang mencatat 65,2% dan pada Juni 2024 sebesar 64,8%.

Metode penelitian Survei Litbang Kompas ini, dilakukan melalui wawancara tatap muka. Diselenggarakan dari 4-10 Januari 2025. 

Sebanyak 1.000 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia Tingkat kepercayaan 95% dengan “margin of error” penelitian +/- 3,10% dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Baca juga:

Majelis Hakim Jadi Tersangka Korupsi, Bagaimana Memutus Praktik Mafia Peradilan?

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!