NASIONAL
Puluhan Ribu Tahanan Overstay, Ini Rekomendasi Mahkumjakpol
"Nanti disepakati kemudian ditindak lanjuti dengan langkah berikutnya mengeluarkan mereka dari lapas maupun rutan melalui mekanisme pengembalian atau mekanisme apa?"
AUTHOR / Heru Haetami
KBR, Jakarta- Kementerian Hukum dan HAM menyepakati tiga rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan overstaying atau kelebihan masa tahanan. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami optimistis rekomendasi ini akan efektif mengakhiri masalah yang menyebabkan kelebihan kapasitas di Rutan dan Lapas itu.
"Ketika SOP nanti disepakati kemudian ditindak lanjuti dengan langkah berikutnya mengeluarkan mereka dari lapas maupun rutan melalui mekanisme pengembalian atau mekanisme apa? Tentunya SOP ini nanti strategis untuk menjadi langkah teknis operasional secara baik dan benar," kata Utami saat ditemui di gedung Ditjen Pas, Jakarta, Rabu (20/03/2019).
Ketiga rekomendasi itu dibuat dan disepakati pada Focus Group Discussion (FGD) Mahkumjakpol yang dihadiri oleh perwakilan dari Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bappenas, Ombudsman RI, dan juga Dirjen Pemasyarakatan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto menyebutkan kerugian yang diambil negara akibat over staying ini mencapai 12 miliar per bulan. Jumlah tersebut kata dia, sesuai perhitungan KPK.
"Dihitung oleh KPK jumlahnya sekitar 12 miliaran perbulan," kata Bambang di lokasi yang sama.
Kendati demikan, Bambang tidak menjelaskan secara detail berapa lama biasanya setiap tahanan mengalami overstaying atau kelebihan masa tahanan.
Berikut tiga rekomendasi yang telah disepakati pada forum Mahkumjakpol:
- Penyusunan peraturan bersama tentang SOP terkait dengan pengembalian tahanan yang sudah melewati masa penahanan dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) bulan.
- Mengintegrasikan database untuk menunjang Integrated Criminal Justice Sistem (SPPT-TI).
- Melanjutkan forum Mahkumjikpol Plus secara Iebih teknis tentang penyusunan SOP Iainnya sesuai dengab peraturan bersama
Sementara itu Juru bicara Polri, Dedi Prasetyo mengatakan, kepolisian hanya menjalankan amanat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menahan tersangka yang sedang dalam proses penyidikan. Ia paham betul setiap tahunnya kapasitas rumah tahanan (rutan) semakin minim, akibat dari proses penyidikan yang panjang.
Dedi juga mengatakan tidak bisa mengubah aturan yang berlaku jika tidak melalui proses penyesuaian.
"KUHAP yang mengatur tentang masalah masa penahanan pasal 21 itu. Jadi untuk batasan-batasan waktu penahanan di tingkat penyidikan, di tingkat penuntutan, sampai di tingkat pengadilan itu ada batasan-batasan waktunya semua kalau masalah penahanan sesuai dengan KUHAP," ujar Dedi, saat dihubungi KBR, Rabu (20/03/2019).
Menurut Dedi, saat ini langkah yang bisa diambil untuk menghindari terjadinya overstaying lebih banyak hanya dengan mempercepat proses penyidikan. Selain itu, penempatan terdakwa kasus narkotika di panti rehabilitasi dan bukan di rutan juga bisa membantu agar, rutan tidak semakin padat.
"Kasus-kasus tertentu tentang penyalah gunaan narkotika misalnya, dimana tidak ditemukan barang bukti sebagai langkah restorasi justice mereka diberi rehabilitasi, semangatnya untuk mengurangi overcapasitas. Karena setiap tahun Polri menangkap hampir 50 ribu tersangka narkotika, 13 ribu di antaranya dilakukan rehabilitasi," ujar Dedi.
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!