NASIONAL

Puluhan Daerah Darurat Kekeringan Ancam Ketahanan Pangan

Dapat memicu berbagai fenomena kekeringan meteorologis, karhutla hingga gagal panen.

AUTHOR / Astri Septiani, Hoirunnisa, Astri Yuanasari

EDITOR / Muthia Kusuma

Kekeringan
Petani membersihkan persawahan yang mengalami kekeringan di Rantau Panjang, Merangin, Jambi, Minggu (28/7/2024). (FOTO: ANTARA/Wahdi Septiawan).

KBR, Jakarta- Kementerian Pertanian optimistis Indonesia bisa mengantisipasi krisis pangan akibat perubahan iklim yang ekstrem.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, jajarannya telah melakukan berbagai langkah strategis untuk mengantisipasi krisis pangan seperti program pompanisasi dan optimasi lahan.

"Intinya sektor pangan kita melakukan akselerasi dan berikan solusi cepat pompanisasi dan optimasi lahan, kemudian benih unggul, alsintan. Itu solusi cepat atasi maslah pangan. Alhamdulilah di BPS data kelihatan dua bulan ini produksi naik dibandingkan tahun sebelumnya," ucap Andi Amran kepada wartawan.

Guna menghadapi ancaman kelaparan global, pemerintah menyiapkan berbagai langkah strategis, antara lain percepatan program perluasan areal tanam hingga mengembalikan alokasi pupuk bersubsidi menjadi lebih dari 9 juta ton.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat puluhan daerah di Indonesia telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan.

Juru bicara BNPB, Abdul Muhari, mengatakan puluhan daerah itu paling banyak di tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

"Kabupaten/kota yang sudah menetapkan status siaga darurat itu di Jawa Timur ada 24 kabupaten/kota, sedangkan di Jawa Tengah itu ada total 30, dengan rincian 19 itu sudah menetapkan, kemudian 11 kabupaten/kota dalam proses untuk menetapkan, karena memang efeknya sudah sangat terasa ya, artinya, di Daerah istimewa Yogyakarta juga sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan," kata Abdul dalam Disaster Briefing BNPB, Senin (5/8/2024).

Juru bicara BNPB Abdul Muhari memperkirakan Juli dan Agustus merupakan puncak musim kemarau. Kondisi itu dikhawatirkan dapat dapat memicu berbagai fenomena kekeringan meteorologis, karhutla, kurangnya air bersih, hingga gagal panen.

Selain di Jawa, status siaga darurat bencana kekeringan juga ditetapkan sejumlah pemerintah daerah di Aceh seperti Aceh Besar, Aceh Barat dan Aceh Utara. Di Aceh, ratusan hektare sawah terancam gagal panen karena kekeringan.

Juru bicara BNPB Abdul Muhari menyebut wilayah Papua juga menghadapi fenomena cuaca ekstrem jelang akhir tahun, khususnya di dataran tinggi Papua Tengah. Wilayah itu berisiko diterjang embun upas yang dapat menyebabkan tanaman dan umbi-umbian membusuk sehingga tidak layak konsumsi. BNPB mendorong pemerintah daerah mencegah gagal panen dan kelaparan di wilayah itu.

Baca juga:

Di lain pihak, Badan Pangan Nasional Bapanas mewaspadai penurunan produksi pangan di akhir tahun. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi meminta Perum Bulog menyediakan cadangan pangan pemerintah.

"Yang harus kami waspadai bersama tren ini tidak pernah berubah di akhir tahun. Baru saja saya diingatkan oleh Sekjen (Kemendagri) Pak Tomsi. Kalau kita lihat demikian, hari ini waktunya Bulog menyediakan cadangan pangan pemerintah. Mengeksekusi apa yang sudah kami rencanakan utamanya adalah penambahan serapan dalam negeri 600 ribu ton," ujar Arief dalam rapat koordinasi inflasi, Senin (5/8/2024).

Meski begitu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengeklaim neraca produksi beras 2024 di Agustus dan September meningkat dibanding tiga tahun terakhir.

Baca juga:

Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai upaya pemerintah belum efektif dalam mitigasi ancaman krisis pangan akibat musim kemarau. Salah satunya disorot adalah program pompanisasi pemerintah, yang bertujuan untuk irigasi daerah kering guna meningkatkan ketahanan pangan.

Ketua Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia, Kusnan mengatakan, pompanisasi tidak bisa diandalkan untuk mengatasi kekeringan di sejumlah daerah yang sungainya kering beserta irigasinya yang dangkal.

"Ke depannya jadi pemerintah ini tidak hanya menghadapi El Nino ini secara jangka panjang bukan hanya temporer saja kayak gitu. Ini sudah beberapa kali kita diskusikan atau kita sampaikan ke pemerintah. Bukan hanya saat-saat terjadi bencana atau perubahan iklim seperti ini saja. Tapi ini kan sudah jadi pengalaman bertahun-tahun mestinya sudah disiapkan begitu matang kan," kata Kusnan Kepada KBR (06/08/24).

Ketua Pusat Perbenihan Nasional SPI, Kusnan mendorong pemerintah membuat solusi jangka panjang seperti pembuatan waduk hingga perbaikan irigasinya.

SPI menyebut, penurunan produksi pangan terutama beras telah merugikan petani hingga 30 persen akibat kekeringan.

Di sisi lain, Anggota Komisi Bidang Pertanian DPR, Slamet pesimistis Presiden Joko Widodo bisa menyelesaikan janji nawacita untuk menjaga ketahanan pangan. Ia menilai ketahanan pangan di Indonesia saat ini justru tak kunjung terealisasi.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!