NASIONAL
Problematik: Sekolah Rakyat Ditangani Kemensos, Bukan Kemendikdasmen
"Cikal bakal Sekolah Rakyat kalau di Yogyakarta adalah Taman Siswa."

KBR, Yogyakarta- Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul meninjau Kompleks Taman Siswa Yogyakarta untuk memastikan apakah aset tersebut layak dijadikan tempat program Sekolah Rakyat (SR).
Gus Ipul mengatakan, peninjauan Kompleks Taman Siswa ini lebih berfokus pada sarana dan prasarana yang dimiliki oleh yayasan tersebut.
"Sebenarnya ini berkaitan dengan penyelenggaraan Sekolah Rakyat yang digagas oleh Presiden Prabowo. Karena sekolah ini berasrama, tentu pendidikannya 24 jam," katanya saat ditemui usai kunjungan, Sabtu petang, (3/5/2025).
Gus Ipul mengungkapkan, dalam penyelenggaraan Sekolah Rakyat nantinya, ada sekolah formal dengan kurikulum tambahan dan ada pendidikan karakter. Sekolah formal itu akan menampung siswa jenjang SD, SMP dan SMA.
"Memang untuk memulai penyelenggaraan Sekolah Rakyat ini kita memulai dengan gedung-gedung yang bisa direvitalisasi atau renovasi untuk mencukupi sarana prasarana. Umumnya kita menggunakan fasilitas atau gedung milik pemerintah, " jelasnya.
"Kali ini saya diajak melihat oleh Pak Wali Kota asetnya Taman Siswa, yang ini juga ditawarkan menjadi bagian dari dimulainya penyelenggaraan Sekolah Rakyat di Kota Yogyakarta," imbuh Gus Ipul.
Gus Ipul menyebut, selanjutnya aset milik Taman Siswa tersebut akan disurvei Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Sebab yang akan melakukan penilaian dan layak atau tidaknya digunakan untuk Sekolah Rakyat ini adalah Kemen PU.
"Suratnya dari kami yang menentukan titiknya, kemudian Kementerian PU akan menilai. Hasil surveinya dibahas dalam tim, jika dinyatakan layak, maka akan naik untuk menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB)-nya," paparnya.

Puluhan Lokasi
Gus Ipul menjelaskan, sudah ada 53 titik lokasi yang sudah ditindaklanjuti untuk renovasi, sementara 80 titik lain dalam tahap survei. Kata dia, jika ada 100 titik yang disiapkan, maka kapasitas Sekolah Rakyat bisa mengakomodasi lebih dari 10 ribu siswa pada Tahun Ajaran 2025/2026.
"Kami terus terang belum berani untuk menyampaikan angka pastinya. Karena ini masih dimatangkan, memerlukan waktu dan sesuai dengan sarana prasarana yang kita miliki," katanya.
Sementara dari sisi tenaga pendidik, akan ada perekrutan guru dan kepala sekolah oleh Kementerian Pendidikan dan Menengah. Berdasarkan data Kemendikdasmen, sudah ada 500 lebih orang yang layak menjadi kepala sekolah di Sekolah Rakyat.
"Program ini menyasar siswa dari keluarga miskin ekstrem dan miskin atau desil 1 dan 2, mulai jenjang SD hingga SMA. Tidak ada tes akademik. Yang ada hanya tes kesehatan dan administrasi. Setelah itu ada pemetaan kemampuan. Karena latar belakang siswanya berbeda-beda, mau disetarakan dulu, setelah itu, nanti baru proses pembelajarannya dimulai," ujarnya.
Nilai Historis
Hasto Wardoyo, Wali Kota Yogyakarta, yang turut mendampingi Gus Ipul, menambahkan, Taman Siswa memiliki nilai historis dan fasilitas yang mendukung untuk menjadi lokasi awal Sekolah Rakyat.
"Cikal bakal Sekolah Rakyat kalau di Yogyakarta adalah Taman Siswa. Kebetulan yang diperkuat dalam pendidikan di sini adalah kecerdasan intelektual dan keterampilannya, juga karakternya," ungkapnya.
Hasto mengatakan, lahan pendidikan di kawasan tersebut cukup luas. Setidaknya, lahan tersebut memenuhi syarat minimal Sekolah Rakyat.
"Memang luasannya belum detail, angkanya belum kita hitung, tetapi kalau cuma 5 hektare ada. Itu baru yang dimiliki oleh SMA, SMK, SMP, dan SD. Belum yang dimiliki oleh perguruan tingginya," ujarnya.
Hasto berharap, penyelenggaraan Sekolah Rakyat di Taman Siswa dapat segera direalisasikan untuk memberi akses pendidikan gratis kepada warga miskin ekstrem di Kota Yogyakarta.
"Kalau seandainya diizinkan Sekolah Rakyat yang didambakan Pak Presiden di Kota Yogyakarta ini bisa cepat, karena SD yang dari desil 1 banyak, yang SMP desil 1 banyak, SMA desil 1 atau desil 2 juga banyak," imbuhnya.
"Barangkali kalau Pak Prabowo mau launching (Sekolah Rakyat), Taman Siswa sudah siap karena gurunya sudah ada 100 lebih, meja kursi ada. Kalau diakreditasi Insyaallah memenuhi syarat karena semua ruangan-ruangan ada, terpenuhi," kata Hasto.

Tidak Tepat
Program Sekolah Rakyat tak lepas dari kritik dan catatan. Salah satunya datang dari pakar Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Subarsono.
Salah satu hal yang ia kritik adalah dari segi penempatan. Menurutnya, penempatan Sekolah Rakyat di bawah Kementerian Sosial dinilai tidak tepat.
Alasannya, Kementerian Sosial tugasnya ialah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, bukan pendidikan. Tugas itu seharusnya ditangani Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
"Nah, saya kira ini menjadi problematik berada di bawah Kementerian Sosial karena tupoksinya bukan mengurusi masalah pendidikan. Jadi, ini dipertanyakan mengenai domain dari kebijakan itu. Kalau di bawah Kementerian Sosial saya pikir itu tidak tepat,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, (14/1/2025).
Tak hanya soal penempatan, menurut Subarsono program Sekolah Rakyat belum terlalu mendesak dilaksanakan. Sebab, realitanya masih banyak sekolah konvensional yang membutuhkan perhatian pemerintah. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak hingga gaji para guru terutama honorer.
"Saya pikir bukan tidak efisien, tetapi saya tidak yakin ketepatan untuk dilakukan saat ini. Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada. Kan untuk sekolah itu mendapat dana BOS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan," imbuhnya.
Masa Belanda
Subarsono menjelaskan, jika menilik ke belakang, Sekolah Rakyat memang memiliki sejarah di masa penjajahan Belanda. Sekolah Rakyat kemudian diubah namanya menjadi sekolah dasar, yang masih ada sejak kini.
Menurutnya, program Sekolah Rakyat berpotensi memunculkan stigma negatif di kalangan masyarakat dari segi penamaan. Istilah tersebut juga dikhawatirkan menimbulkan diskriminasi karena sudah ada sekolah dasar.
“Sebaiknya untuk penamaannya Sekolah Unggulan saja, jangan Sekolah Rakyat sehingga tidak menciptakan dualisme dengan adanya terminologi baru yang muncul,” ungkapnya.

Perlu Dikaji
Subarsono juga menilai, banyak pertimbangan yang perlu dikaji dalam merealisasikan Sekolah Rakyat. Meskipun begitu masih ada harapan dengan didirikannya Sekolah Rakyat.
“Apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan, bagaimana meningkatkan dana BOS, memperbaiki kurikulum, dan meningkatkan kompetensi guru,” jelasnya.
“Saya berharap bahwa program ini tetap di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bukan di bawah Kemensos. Yang kedua, dibangun di daerah yang tepat seperti 3T (Tertinggal, Terluar, dan Termiskin),” jelasnya.
"Jadi, kriteria yang dibangun harus jelas seperti apa karena orientasinya untuk orang miskin, gratis, dan berasrama. Saya pikir pantasnya berada di daerah yang belum maju," pungkasnya.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!