NASIONAL

Pragmatisme Parpol di Pilkada Serentak 2024

"Partai-partai di kuasai oligarki. Mau tidak mau ke figur pun harus tunduk pada oligarki. Partai politik bahkan menjadi kartel. Di situlah pemilih makin ditinggalkan."

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Agus Luqman

calon tunggal pilkada, lawan kotak kosong Pilkada, jumlah calon tunggal pilkada, kapan pendaftaran c
Ilustrasi. Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep bertemu Presiden PKS Ahmad Syaikhu di Kantor DPP PKS, Jakarta, Senin (8/7/2024). (Foto: ANTARA/Bayu Pratama)

KBR, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberi sinyal mencabut dukungan terhadap Anies Baswedan di Pilkada Jakarta, dan mengisyaratkan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus untuk mengusung Ridwan Kamil.

Keputusan itu berdasarkan hasil rapat Majelis Syura PKS beberapa hari lalu, yang diumumkan sebagai sikap politik terbaru mereka. Majelis Syuro mengamanatkan kepada DPP PKS untuk melanjutkan komunikasi dengan Prabowo Subianto. 

"Bahwa pimpinan PKS telah berkomunikasi dengan Bapak Prabowo Subianto, sebagai presiden terpilih pada Pilpres 2024," kata Presiden PKS Ahmad Syaikhu saat mengumumkan hasil Musyawarah Majelis Syuro yang ke-11, Sabtu (10/8/2024).

Sinyal berubah haluan muncul, karena belum terpenuhinya target mitra koalisi PKS dalam mengusung Anies. PKS membutuhkan empat kursi lagi agar memenuhi syarat mengajukan calon di Pilkada Jakarta.

Di lain pihak, Partai Nasdem dan PKB yang sebelumnya menyatakan mendukung Anies, tidak kunjung memberikan surat rekomendasi resmi, meski waktu pendaftaran calon sudah dekat. Waktu pendaftaran calon kepala daerah akan dibuka pada 27-29 Agustus.

Nasdem dan PKB juga berpotensi merapat ke Koalisi Indonesia Maju. Koalisi ini merupakan gabungan partai Gerindra, Golkar, Demokrat hingga PAN yang mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming pada Pemilu 2024 lalu.

Terbentuknya koalisi besar partai politik diyakini tidak hanya terjadi di Pilkada Jakarta. 

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sujito mengatakan, kondisi serupa juga terjadi di daerah lain. Arie menyebut menguatnya pragmatisme politik akan mencoreng makna demokrasi dan merugikan pemilih.

"Faktanya partai-partai di kuasai oleh oligarki. Mau tidak mau kefiguran pun harus tunduk pada oligarki partai politik bahkan menjadi kartel. Nah di situlah rasa-rasa kalau pemilih makin ditinggalkan ada kecenderungan begitu memang sekarang ini orang mencendrung mengabaikan pemilih dengan mengakulasi berdasarkan money politic berdasarkan itu sehingga mereka itu pemilih Itu dimatikan lewat uang," ucap Arie kepada KBR.

Arie Sujito menambahkan, pragmatisme politik itu juga mengakibatkan sulitnya calon independen memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah. 

Implikasi lainnya adalah munculnya calon boneka yang diskenariokan melawan calon kuat, agar terkesan terjadi kompetisi yang sehat.

Fenomena calon tunggal kepala daerah juga memunculkan fenomena lain, yaitu kotak kosong. Sepanjang 2015-2020, fenomena calon tunggal melawan kotak kosong semakin meningkat. Dalam kurun waktu itu, ada 53 kasus calon tunggal pilkada. Satu kasus diwarnai kemenangan kotak kosong, yaitu yaitu di Pilkada Kota Makassar pada 2018.

Baca juga:

Syarat memberatkan partai

Partai Amanat Nasional (PAN) menilai syarat ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi memaksa partai-partai politik berkompromi atau membangun mitra koalisi di Pilkada 2024.

Wakil Ketua Umum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi mengakui syarat pencalonan itu cukup memberatkan para partai politik.

"Jadi threshold itulah yang menyebabkan pintu masuk menjadi pemimpin daerah itu semakin menyempit. Sehingga proses untuk sirkulasi kepemimpinan semakin melambat dan ini menyebabkan tunas muda bangsa mengalami keterlambatan dalam proses regenerasi untuk hal peluang dan kesempatan. Berikanlah peluang dan kesempatan tanpa ada batasan yang memberatkan," ujar Viva Yoga kepada KBR, Selasa (13/8/2024).

Viva Yoga mengatakan alasan lain partai politik saling berkompromi, yaitu kini tidak ada perbedaan ideologi politik yang ekstrem antar-partai politik.

Sementara, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, saat ini yang terjadi adalah parpol-parpol dan kandidat kepala daerah lelah berkontestasi dalam Pilkada. Menurutnya, kandidat lebih memilih memborong parpol untuk mendukungnya dan melawan kotak kosong, dengan potensi menang lebih besar.

"Karena ya money politics tinggi, harus memberi sesuatu hadiah kepada masyarakat, kepada pemilih, harus berkampanye, lelah dan melelahkan, dan belum tentu menang. Dan dalam kontestasi Pilkada langsung, berat, yang dipilih oleh masyarakat. Maka ya saat ini partai-partai dan kandidat lebih cenderung memborong partai politik, ya ibaratnya membayar partai politik agar melawan kotak kosong, karena peluang menangnya tinggi," kata Ujang kepada KBR, Senin (12/8/2024).

Direktur Eksekutif dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai pragmatisme politik kian meningkat pada Pilkada 2024. Menurutnya, semua parpol bersikap pragmatis, yang berdampak pada minimnya kontestasi publik.

"Tidak pernah dihadirkan dengan tokoh-tokoh berkualitas, melainkan publik hanya dihadirkan oleh tokoh-tokoh yang punya potensi menang berdasarkan faktor hubungan pantai. Juga dukungan kepentingan dan juga dukungan dari alat stabilitas bukan karena faktor kapasitas. Dari sisi demokrasi saya kira ini menjadi masalah," kata Dedi kepada KBR.

Dedi menyebut, hal ini bisa terjadi karena parpol gagal dalam pengkaderan, sehingga partai politik minim tokoh-tokoh berkualitas yang bisa diusung dalam gelaran Pilkada.

"Artinya partai politik tidak harus menjadi syarat utama. Syarat-syarat yang dimajukan oleh pihak-pihak independen harus lebih mudah sehingga publik akan punya pilihan yang lebih baik dan bisa melakukan kontrol terhadap hegemoni partai politik," kata dia.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!