NASIONAL

Polri Mampu Identifikasi Buzzer Anonim Penyebar Hoaks

"Nah ini saya kasih tahu sekarang, di titik mana dia berada (pemilik) akun itu bisa tertangkap oleh aparat kepolisian."

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Buzzer
Ilustrasi Hoaks. (Sumber: antaranews/shutterstock)

KBR, Jakarta – Kepolisian mengingatkan, meski para buzzer menggunakan akun-akun media sosial palsu untuk menyebarkan hoaks, mereka tetap bisa teridentifikasi. Juru Bicara Polri, Ahmad Ramadhan mengatakan, penyebaran hoaks yang masif kerap muncul ketika momen jelang Pemilu. Hoaks itu berpotensi mengancam persatuan sehingga perlu diatasi.

Menurut Ahmad, para buzzer biasa menciptakan banyak akun media sosial anonim dalam menyebarkan hoaks. Akun palsu itu sengaja dibuat agar identitas asli pelaku penyebar hoaks tidak bisa diketahui.

“Penyebar hoaks itu berpikir kalau saya menggunakan akun palsu enggak mungkin saya bisa diketahui. Nah ini saya kasih tahu sekarang, di titik mana dia berada (pemilik) akun itu bisa tertangkap oleh aparat kepolisian. Jadi jangan beranggapan wah nama saya si A, saya pakai nama B, saya sebar hoaks, saya bikin beberapa akun tidak tertangkap. Insya Allah ketangkap,” kata Ramadhan dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Antispasi Hoaks Jelang Pemilu 2024,” Kamis (27/7/2023).

Baca juga:

- Wanti-wanti Dewan Pers jelang Pemilu 2024: Media Harus Jaga Independensi

- Pemilu 2024, Ancaman Hoaks Buzzer Politik

Ditambahkan Ahmad, maraknya penyebaran hoaks jelang Pemilu bukanlah tanpa bukti. Bareskrim Polri mencatat, ada 199 perkara terkait penyebaran hoaks di tahun 2019, yang juga merupakan tahun digelarnya Pemilu.

“Kalau berdasarkan data yang ada di Bareskrim, di 2019 itu Bareskrim paling banyak menaikkan perkara hoaks. Ada 199 perkara penyebaran berita bohong atau hoaks, kemudian di tahun 2020 menurun, dan di 2021 normal, ada 33 (perkara),” kata Ramadhan.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!