NASIONAL

Polisi Tak Belajar dari Sejarah, Brutal Hadapi Massa

Di Jakarta, setidaknya sudah ada belasan orang ditangkap, dan jumlahnya terus bertambah.

AUTHOR / Anindya Putri, Sindu

EDITOR / Sindu

Polisi Tak Belajar dari Sejarah, Brutal Hadapi Massa
Ilustrasi: Aksi brutal aparat polisi saat mengawal aksi demo Kawal Putusan MK di sejumlah daerah. Foto: Wikimedia. Creative. Commons

KBR, Semarang- Tim kuasa hukum massa aksi di Jawa Tengah, Ahmad Syamsudin Arief memprotes tindakan aparat polisi menembakkan gas air mata kepada para demonstran Kawal Putusan MK, kemarin.

"Mereka itu hanya menyuarakan kegelisahan tidak seharusnya ditembaki gas air mata," ungkap Arief kepada KBR di Semarang, Kamis, 22 Agustus 2024.

Tim Kuasa Hukum massa aksi di Jateng, Ahmad Syamsudin Arief menyebut, tindakan aparat kepolisian menembak gas air mata kepada para demonstran dianggap berlebihan. Padahal kata dia, massa aksi berdemonstrasi untuk menolak revisi UU Pilkada.

"Tadi, aksi awalnya berjalan lancar, melakukan aksi di depan Gedung DPRD kemudian berlanjut ke samping di Taman Indonesia Kaya, rencana awal aksi kami masuk ke halaman DPRD untuk aksi simbolik untuk menyegel. Aksi ini sebagai bentuk hati nurani DPR telah mati," ungkap Arief kepada KBR di Semarang, Kamis, 22 Agustus 2024.

Arif menyebut, hingga saat ini tim kuasa hukum masih terus memantau keadaan demonstran pascaaksi unjuk rasa dibubarkan pukul 14.00.

"Kami membuka hotline aduan jika ada kawan kawan yang mendapat tindakan represif," imbuhnya.

Dari pantauan KBR peserta unjuk rasa sempat merobohkan pagar di depan Gedung DPRD Jateng, pukul 13.00, Kamis, 22 Agustus 2024. Namun, sekitar pukul 13.20 aparat kepolisian mulai menembaki massa dengan gas air mata.

Membabi Buta

Ratusan mahasiswa dan aktivis Kota Semarang itu menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Tengah. Aksi yang semula damai kemudian berganti ricuh.

Puluhan peserta aksi unjuk rasa di Kota Semarang yang memprotes penolakan RUU Pilkada mengalami luka-luka. Koordinator Aksi Kamisan Semarang, Iqbal Alam mengatakan mereka luka-luka karena aksi kekerasan polisi.

"Data sementara kami dari berbagai sumber ada 26 massa aksi yang terkena gas air mata dan luka-luka, 1 orang hidungnya harus dijahit karena kena tembakan gas air mata, kebanyakan sesak napas hingga pingsan, 16 orang lainnya harus dilarikan ke rumah sakit," ungkap Iqbal kepada KBR di Semarang, Kamis, (22/08/24).

Iqbal membeberkan, aparat kepolisian membabi buta menembak gas air dan mengejar peserta aksi unjuk rasa dari segala penjuru.

Menurutnya, penggunaan gas air mata dianggap kejam. Lantaran, selalu dijadikan alat membubarkan aksi demontrasi.

"Tidak hanya gas air mata, tapi kami juga dikejar oleh aparat," beber Iqbal.

Iqbal menambahkan, saat ini terus berkoordinasi terkait kondisi para peserta aksi yang menjadi korban kekerasan.

"Kami masih memantau, khawatir jika korban terus bertambah," imbuhnya.

red
Aksi massa Kawal Putusan MK saat demo di depan gedung DPRD Kota Semarang, Kamis, 22 Agustus 2024. Foto-KBR-Aninda Putri

Aparat Brutal

Merespons aksi kekerasan di berbagai daerah saat aksi demo Kawal Putusan MK, Amnesty International menyebut aparat polisi bertindak brutal. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, ini bukan kali pertama polisi bertindak brutal.

"Aparat yang brutal tersebut seolah tidak mau belajar dari sejarah, bahwa penggunaan kekuatan eksesif telah merenggut hak asasi manusia, dari hak untuk berkumpul damai, hingga hak untuk hidup, tidak disiksa, dan diperlakukan tidak manusiawi," kata Usman dalam siaran persnya, Kamis, 22 Agustus 2024.

Menurut Usman, para pedemo bukan kriminal, tetapi warga yang ingin mengkritik pejabat dan lembaga negara. Ia menegaskan, seumpama mereka melanggar hukum pun tak boleh diperlakukan dengan brutal.

"Di petang hari, ada banyak yang ditangkap dan diperlakukan dengan cara-cara yang tidak mencerminkan penegak hukum yang profesional. Kekuatan hanya bisa dipakai ketika polisi bertindak untuk melindungi warga atau menyelamatkan jiwa, baik jiwa peserta aksi maupun petugas," imbuhnya.

Usut Tuntas

Usman mendesak negara mengusut dan menindak semua pelakunya hingga tuntas. Ia tidak ingin ada korban lagi yang jatuh.

Kemarin, Amnesty memantau langsung aksi protes Kawal Putusan MK di sejumlah kota, seperti Bandung, Jakarta, Semarang, dan Makassar. Dari pantauan langsung itu, menurut Amnesty, aparat berlebihan dalam menggunakan kekuatan.

Di Jakarta, setidaknya sudah ada belasan orang ditangkap, dan jumlahnya terus bertambah. Yang ditangkap antara lain diretur Lokataru, dan staf Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Lalu, ada tujuh jurnalis dari berbagai media, seperti Tempo, dan IDN Times, mengalami kekerasan polisi.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!