NASIONAL

PHK Sektor Tekstil Diramal Terus Lanjut, Pengamat Bilang Begini

Payaman menyebut adanya faktor strategis perusahaan yang terus melakukan perampingan, rasionalisasi, dan akuisisi didasarkan kepada strategi bisnis dan iklim bisnis yang sedang terjadi.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

PHK
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/HO-Humas Kemenperin)

KBR, Jakarta- Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI), Payaman Simanjuntak memprediksi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil akan semakin marak.

Dia menyebut adanya faktor strategis perusahaan yang terus melakukan perampingan, rasionalisasi, dan akuisisi didasarkan kepada strategi bisnis dan iklim bisnis yang sedang terjadi.

Faktor lain yang menyebabkan PHK atau penambahan angka pengangguran adalah semakin sempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan.

“Daya serap sektor formal itu sangat terbatas, jadi sektor formal itu menyerap sekitar 45 persen dari angkatan kerja. Sedangkan 55 persen lainnya itu terserap disektor informal termasuk usaha-usaha mandiri, usaha-usaha kecil dan kompetensi angkatan kerja kita belum cocok terserap disana,” ujar Payaman kepada KBR, Senin (17/6/2024).

Payaman mendorong pemerintah untuk memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pendampingan penambahan skill bagi angkatan kerja. Hal ini menjadi penting agar tingkat pengangguran di Indonesia dapat ditekan.

Menurutnya, jika pemerintah tidak segera mengambil sikap maka gelombang PHK akan memberikan dampak negatif pada perkembangan ekonomi negara.

Baca juga:

May Day 2024: Menaker Setuju Tolak Upah Murah dan PHK Sepihak

Sebelumnya, berdasarkan catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), hingga Juni 2024 tercatat kurang lebih 13.800 buruh tekstil di PHK dengan alasan efisiensi hingga penutupan pabrik. Adapun, 6 pabrik diketahui tutup dan 4 pabrik melakukan efisiensi karyawan.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!