NASIONAL

Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh, UNHCR Indonesia: Tidak Pakai APBN-APBD

"Pengungsi Rohingya di RI tidak sangat besar. Di Malaysia sekitar 105 ribu. Di India sekitar 2.000. Di Bangladesh hampir 1 juta. Di sini letak Indonesia memainkan peran sharing responsibility."

AUTHOR / Heru Haetami

Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh, UNHCR Indonesia: Tidak Pakai APBN-APBD
Imigran Rohingya histeris dipindah paksa dari penampungan sementara di gedung BMA, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023). (Foto: ANTARA/Ampelsa)

KBR, Jakarta - Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) menyebut pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab atas kehadiran pengungsi dari Rohingya. Meski begitu, UNHCR memastikan, bantuan-bantuan yang diberikan UNHCR kepada para pengungsi Rohingya sama sekali tidak menggunakan APBN maupun APBD.

Perwakilan UNHCR untuk Indonesia Mitra Salima Suryono mengatakan, Indonesia memiliki undang-undang untuk memberikan perlindungan di lokasi pengungsian.

"Tadi disebutkan bahwa nama Indonesia belum meratifikasi Konvensi (Pengungsi 1951). Namun Indonesia memiliki legal frameworks yang pada dasarnya mengakui hak untuk pemberian suaka atau perlindungan untuk pengungsi seperti UUD 1945 pasal 28G, lalu juga ada Perpres, di samping itu juga Pancasila sila ke-2. Itu menjadi dasar bagi pemerintah kita untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi. Apabila Indonesia tidak memberikan perlindungan kepada pengungsi itu artinya kita tidak menjalankan undang-undang," kata Mitra Salima Suryono dalam Media Briefing secara daring, Kamis (28/12/2023).

Mitra Salima Suryono mengatakan kewajiban untuk memberikan pertolongan kepada pengungsi sebenarnya ada di tangan Indonesia. Namun untuk penanganan atau penjalanan program-program pengungsian untuk memberikan perlindungan-perlindungan bagi pengungsi di Indonesia dilakukan UNHCR.

"Jadi apa yang kami lakukan di Indonesia, perlindungan kepada pengungsi yang kami lakukan di Indonesia, itu kami lakukan atas nama atau on behalf Indonesian government," kata Mitra.

Baca juga:


Pendanaan

Mitra Salima juga memastikan seluruh pembiayaan pengungsi tak menggunakan dana dari pemerintah Indonesia. Mitra menyebut belakang muncul banyak pertanyaan mengenai sumber dana bantuan untuk pengungsi Rohingya.

"Setiap biaya atau kebutuhan pengungsi yang ada itu akan di-cover atau ditanggung oleh UNHCR dan mitra-mitra bersama. Kami sama sekali tidak menggunakan pendanaan dari negara atau dari APBN atau APBD. Saya ingin juga menegaskan sekali lagi bahwa kedatangan pengungsi dan pemenuhan akan kebutuhan mereka itu tidak membebankan Indonesia dan pemerintah," kata Mitra Salima.

"Apabila ada pihak pemerintah atau masyarakat yang ingin memberikan donasi atau bantuan tentunya akan sangat kami terima dengan tangan terbuka dan kami sangat berterima kasih untuk dukungan tersebut dan donasi tersebut," katanya.

Ia mengatakan kerja bersama penanganan pengungsi antara UNHCR dengan pemerintah Indonesia sudah berjalan bertahun-tahun. Begitu juga dengan mitra-mitra lainnya.

"Namun memang kali ini agak spesial karena adanya itu, sambutan yang berbeda dari kejadian-kejadian, yang mana sering terdengar oleh kami bahwa seolah-olah kedatangan para pengungsi kali ini memberatkan masyarakat," kata Mitra Salima.

Mitra Salima mengatakan tidak ada yang mengarahkan para pengungsi Rohingya untuk khusus datang ke Indonesia. Namun ketika sudah datang ke Indonesia, maka kewajiban pemerintah Indonesia memberikan perlindungan dan UNHCR siap membantu melakukan penanganan.

Baca juga:


UNHCR juga menyebut kedatangan pengungsi murni mencari keamanan dan perdamaian. Mitra Salima menyebut para pengungsi mengalami penganiayaan dari konflik di negara asal mereka.

"Banyak pertanyaan terkait ini kenapa mereka datangnya ke Indonesia saja? Kenapa hanya Indonesia sendiri yang menjadi menerima beban dari kedatangan pengungsi Rohingya ini? Itu juga sesuatu yang ingin saya klarifikasi. Bahwa pengungsi Rohingya itu datang karena mereka mengalami penganiayaan, mengalami konflik, dan diskriminasi di negara sebelumnya, di negara dari mana mereka datang. Apakah itu di Myanmar, apakah itu di Bangladesh. Mereka datang dalam kondisi putus asa. Jadi ada banyak kebutuhan.

"Mereka tidak serta-merta memiliki tujuan ingin sesuatu negara tertentu, tidak. Tapi sebenarnya mereka itu kalau ditanyakan, berkata saya ingin berada di manapun, di mana saya bisa mendapatkan keamanan atau perdamaian. Sebelum mereka ke Indonesia, mungkin banyak di antara mereka yang sudah berharap bisa mendapatkan perdamaian atau ketenangan atas keselamatan di Bangladesh," kata Mitra Salima.

Namun setelah bertahun-tahun, para pengungsi tidak bisa menemukan perdamaian dan bahkan keluarga tercerai-berai. Dalam kondisi seperti itu, kata Mitra, wajar mereka ingin bersatu kembali dan karena kondisi yang tidak baik dan tidak aman bagi persatuan keluarga mereka tersebut disitulah mereka kemudian mengambil keputusan untuk berpindah lagi ke negara lain.

"Jadi mungkin tidak hanya di Indonesia. Saat ini jumlah pengungsi yang baru-baru ini, dari bulan lalu adalah mungkin sekitar 1.500-an orang. Secara total jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia berdasarkan kedatangan-kedatangan. Namun jumlah ini bukan jumlah yang sangat besar. Kalau kita bandingkan dengan negara lain, contohnya di Malaysia. Di Malaysia itu ada sekitar 105.000, di India juga ada sekitar 2.000. Apalagi kalau kita berbicara, Bangladesh yang berbatasan langsung dengan Myanmar. Di sana jumlah pengungsi Rohingya yang ditampung hampir berjumlah 1 juta orang. Jadi di sinilah letak Indonesia memainkan peran sharing responsibility dalam hal penanganan atau memberikan bantuan kepada pengungsi rohingya di kawasan Asia Tenggara," ujar Mitra.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!