NASIONAL

Pembahasan RUU TNI Cacat Prosedural dan Substansial

RUU TNI dibuat dengan terburu-buru karena sedikitnya sisa masa jabatan.

AUTHOR / Nur Rahman, Heru Haetami

EDITOR / Sindu

Pembahasan RUU TNI Cacat Prosedural dan Substansial
Ilustrasi: Prajurit TNI menunjukkan buku saku netralitas. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta– Pembahasan RUU TNI dianggap cacat prosedural dan substansial oleh Ketua Centra Initiative dan Peneliti Senior Imparsial, Al Araf.

Anggapan itu ia sampaikan saat menjadi narasumber Gelar Wicara Ruang Publik KBR dengan tema: "TNI Boleh Berbisnis dan Sejumlah Pasal RUU TNI yang Ancam Reformasi", Selasa, 23 Juli 2024.

“Ya, memang pembahasan revisi UU TNI kini mengalami cacat secara prosedural dan bermasalah secara substansial,” ucap Al Araf dikutip dari YouTube Berita KBR.

Al Araf menjelaskan landasan kritiknya terhadap RUU TNI. Kata dia, cacat prosedural adalah akibat dari tidak adanya transparansi dan akuntabilitas. RUU TNI dibuat dengan terburu-buru karena sedikitnya sisa masa jabatan.

Al Araf menuding adanya fait accompli atau situasi sepihak di mana seseorang tidak bisa menolaknya dan harus mengikuti kemauan orang lain.

“Substansi-substansi yang kontroversial itu merupakan substansi yang sangat krusial dan penuh perdebatan dan membutuhkan pandangan yang banyak gitu. Dengan waktu yang pendek tentu sulit mendapatkan hasil yang baik secara prosedural. Sehingga secara prosedural ini memiliki soal gitu, ya,” tambah Al Araf.

Ia juga mengomentari permasalahan substansial dari RUU Tentara Nasional Indoneia yang malah membuat TNI menjadi tidak profesional sebagai fungsi aslinya, yakni menjaga keamanan NKRI.

“Agenda proses revisi Undang-Undang TNI bukan untuk membangun transformasi TNI ke arah yang profesional. Bukan untuk membangun kepentingan publik, tapi justru memundurkan arah profesional TNI dan memundurkan proses reformasi TNI yang sudah berjalan,” ungkap Al Araf.

RUU TNI terus menjadi polemik karena dinilai problematik. Mulai dari perluasan jabatan, perpanjangan usia pensiun TNI sampai yang terbaru, yakni usulan pencabutan larangan TNI berbisnis. Hal ini ditakutkan bakal mengembalikan Dwifungsi ABRI yang merugikan banyak pihak.

Dilanjutkan

Juni lalu, Istana menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang tentang TNI dan Polri bakal dilanjutkan di DPR, meski mendapat penolakan dari kalangan masyarakat sipil.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Mufti Makarim mengatakan, masukan publik akan ditampung pada proses pembahasan.

"Kalau Surpres (surat presiden) keluar artinya pembahasan dilanjutkan. Nanti biasanya aspirasi publik akan mewarnai proses di DPR." ujar Mufti kepada KBR, Selasa, (9/6/2024).

Belum Terima DIM

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sudah menerima Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI dan RUU tentang Polri.

Dasco mengaku tak mengetahui secara pasti sikap pemerintah terhadap kedua RUU. Sebab DPR, belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU tersebut.

"Iya, kan kita kalo surpresnya sudah tapi kemudian DIMnya belum kita belum tahu apa yang diubah, atau yang keberatan, pemerintah apa yang dikoreksi," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senin, (8/7/2024).

Dasco bilang, setelah surpres diterima, maka DPR sudah bisa melanjutkan proses pembahasan dua RUU tersebut.

Dasco menyebut, pembahasan RUU TNI dan Polri kemungkinan akan dibahas pada masa sidang selanjutnya. Pasalnya, saat ini DPR akan memasuki masa reses.

"Kita sebentar lagi reses tentunya pembahasan nanti akan dilakukan pada waktu depan," katanya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!