NASIONAL

Pakar Soroti Krisis Demokrasi di Pemilu dan Pilkada 2024

"Hegemoni elite dalam rekrutmen politik membuat anggota partai tidak berdaulat, melahirkan fenomena calon tunggal hari ini ada 35, dan maraknya politik dinasti. Mahar politik, jual beli nomor urut,"

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

pemilu
Aksi Menolak Pemilu Curang di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin (19/2/2024). Foto: ANTARA/ Moh Adimaja

KBR, Jakarta- Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengkritisi jalannya demokrasi Indonesia saat Pemilu dan Pilkada 2024.

Titi menilai demokrasi saat ini masih berjalan buruk dan tidak mengakomodir kepentingan masyarakat. Menurutnya, situasi saat ini menunjukan bahwa para pemangku kekuasaan semakin mendominasi, dengan menggencarkan berbagai cara untuk merusak jalannya demokrasi.

"Yang terjadi dalam sistem politik kita hari ini adalah sentralisasi pencalonan dan absennya demokrasi internal partai. Hegemoni elite dalam rekrutmen politik membuat anggota partai tidak lagi berdaulat, melahirkan fenomena calon tunggal hari ini ada 35, dan maraknya politik dinasti. Mahar politik, jual beli nomor urut, jual beli suara nyaris tidak terbendung. Uang makin dominan namun pengaturan dana kampanye dan politik uang sangat minimalis," ujar Titi dalam diskusi publik, Selasa (17/9).

Titi Anggraini juga menyayangkan Badang Pengawas Pemilu atau Bawaslu yang tidak tegas saat menangani berbagai kecurangan. Salah satunya yakni terkait netralitas baik ASN, TNI, dan Polri.

Baca juga:

Perludem: Memilih Kotak Kosong Itu Legal

Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memprediksi ancaman kecurangan di Pilkada 2024 semakin besar.

Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz mengatakan koalisi gemuk menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya berbagai kecurangan. Sebab menurutnya, tidak menutup kemungkinan adanya pengerahan aparat hingga ASN untuk memenangkan salah satu pasangan calon tertentu.

Tak hanya itu, Kahfi juga menyebut penggunaan fasilitas negara akan kembali terulang di Pilkada serentak nanti.

"Ancamannya masih sangat besar dan bahkan kecurangan itu kan sebetulnya sudah dimulai ya ketika mencoba untuk mengkooptasi semua partai, dan membuat satu koalisi gemuk itu kan sebetulnya juga merupakan satu kecurangan gitu," ujar Khafi kepada KBR, Selasa (27/8).

“Walaupun tidak tertulis gitu ya tetapi itu tentu sangat melanggar prinsip demokratis di dalam penyelenggaraan pemilu atau Pilkada kita. Bisa jadi apa yang kemudian terjadi kemarin di pemilu 2024 terkait dengan penyalahgunaan sumber daya negara ini bisa jadi terulang,” imbuhnya.

Untuk itu, Perludem mendesak Bawaslu melakukan evaluasi kinerjanya yang dinilai lambat dalam menangani perkara kecurangan.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!