NASIONAL

Pakar Hukum: MK Semestinya Panggil Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres

Keterangan Jokowi dibutuhkan untuk mengklarifikasi tuduhan yang mencuat dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.

AUTHOR / Heru Haetami

sidang sengketa pilpres MK
Presiden Jokowi (kiri) usai peresmian Inpres Jalan Daerah di Provinsi Jawa Timur bagian selatan di Madiun, Jumat (8/3/2024). ANTARA FOTO/Siswowidodo

KBR, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang Wiratraman mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) semestinya memanggil Presiden Jokowi. Menurutnya, keterangan Jokowi dibutuhkan untuk mengklarifikasi tuduhan yang mencuat dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.

"Presiden itu untuk memastikan semua hal yang dituduhkan keterlibatan seorang presiden ini harus bisa dimintakan keterangan secara langsung. Apakah keterangan dari presiden ini sejalan dengan menteri-menterinya, sejalan dengan kenyataannya, atau juga sejalan dengan komitmen peraturan perundang-undangan kebijakan yang sudah diubah, dirancang ya sebelumnya," ujar Herlambang kepada KBR, Selasa, (2/4/2024).

Menurut Herlambang, pernyataan Jokowi penting karena beberapa kali disebut dalam persidangan. Salah satunya terkait dugaan cawe-cawe dalam pemilu.

"Karena dalam situasi seperti menjelang pemilu kemarin kan banyak hal yang serba tanda tanya ya. Dan cawe-cawe presiden itu menjadi tuduhan yang tak terhindarkan. Karena memang begitu kental suasana politisasi untuk mendukung paslon tertentu terutama anaknya sendiri," katanya.

Sebelumnya, MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini. Empat menteri itu akan dimintai keterangan pada sidang, Jumat (5/4/2024).

Baca juga:

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!