NASIONAL

Negara Toleran terhadap Intoleran, Jalsah Salanah Ahmadiyah Dibatalkan

“Dengan alasan keamanan dan kondusivitas wilayah Kabupaten Kuningan, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah."

AUTHOR / Wahyu Setiawan, Astri Yuana Sari, Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Sindu

Negara Toleran terhadap Intoleran, Jalsah Salanah Ahmadiyah Dibatalkan
Panggung Jalsah Salanah Ahmadiyah di Desa Manislor, dibongkar setelah Pemkab Kuningan melarang, lantaran desakan intoleran, Jumat, (6/12). Foto: KBR/Wahyu S

KBR, Jakarta- Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia (HAM) Imparsial menilai pemerintah bersikap toleran terhadap kelompok intoleran. Pernyataan ini disampaikan Imparsial dalam konteks pelarangan Jalsah Salanah atau pengajian tahunan Ahmadiyah di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, belum lama ini.

Koordinator Program HAM Imparsial Annisa Yudha menyebut, seharusnya pemerintah pusat maupun daerah wajib memfasilitasi dan menjamin hak warganya untuk melaksanakan keyakinannya.

"Kami sangat menyayangkan, karena belum lama kita memperingati Hari Toleransi Internasional, ya, di 16 November kemarin, bahkan belum ada sebulan, yang kami menilai bahwa ini seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan kondisi toleransi dan kerukunan masyarakat di Indonesia, tapi justru dicederai oleh negara itu sendiri, oleh pemerintah itu sendiri, yang tidak memberikan jaminan perlindungan bagi warga negaranya," kata Annisa dalam konferensi pers KBB, Sabtu, (7/12/2024).

Annisa menambahkan, seharusnya pemerintah Kabupaten Kuningan dan aparat penegak hukum bisa memberikan fasilitas dan alternatif pelaksanaan Jalsah Salanah, tanpa harus melarang, dan memblokade seluruh jalanan masuk ke Desa Manislor. 

red
Polisi memblokade akses masuk ke acara Jalsah Salanah di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat, Kamis malam, 5 Desember 2024. Foto: JAI

Evaluasi

Kata Annisa, Imparsial mendesak kepada pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengawasi dan mengevaluasi kepala daerah, khususnya Pj Bupati Kabupaten Kuningan Agus Toyib.

"Juga mendesak pemerintahan daerah untuk membatalkan seluruh kebijakan diskriminatif dan memberikan jaminan perlindungan KBB, juga pemerintah pusat untuk membatalkan seluruh kebijakan diskriminatif, biasanya dalam kasus-kasus terhadap kawan-kawan JAI adalah SKB 2 menteri yang melarang adanya kegiatan-kegiatan syiar keagamaan dari kawan-kawan JAI itu sendiri," imbuhnya.

Imparsial juga mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Kompolnas mengevaluasi pimpinan kepolisian yang ada di Jawa Barat, dan Kabupaten Kuningan.

"Kepada aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang terlihat sangat aktif dalam menjadi pelaku tindakan diskriminatif dalam kasus JAI di Manislor ini, kami berharap dan mendesak kepada kapolri kemudian juga Kompolnas untuk mengevaluasi," kata Annisa.

Dalih Pelarangan

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Bupati Kuningan, Agus Toyib melarang Jalsah Salanah di Desa Manislor, dengan alasan demi menjaga ketertiban dan suasana kondusif.

Pembatalan kegiatan itu disampaikan setelah rapat pertemuan Pemerintah Kabupaten Kuningan bersama Forkopimda, yang juga dihadiri perwakilan dari organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat, Rabu, (4/12/2024).

“Dengan alasan keamanan dan kondusivitas wilayah Kabupaten Kuningan, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah yang diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, baik secara intern (warga lokal) maupun dari wilayah lain di Iuar Kuningan,” jelasnya dilansir dari situs Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jumat, (6/12/2024).

Pj Bupati Agus Toyib mengungkapkan, pelarangan Jalsah Salanah didasarkan kepada Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011 tentang larangan kegiatan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.

Dalam aturan itu di Bab 3, Pasal 3 ayat 1 disebutkan penganut anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan aktivitas dan atau kegiatan dalam bentuk apa pun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran, penafsiran, dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.

Pembatalan Jalsah Salanah juga tertuang di dalam surat yang dikeluarkan JAI kepada PJ Bupati Kuningan No 065/KETUA/XXI/2024 perihal pembatalan Jalsah Salanah Tahun 2024 tertanggal 6 Desember 2024.

red
Polisi bersiaga di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat. Foto: KBR/Wahyu Setiawan

Kebebasan Beragama

Padahal, dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan beragama dan berkeyakinan diakui Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dijamin negara.

Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan, setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Selain itu, di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, juga dengan jelas mengatur, setiap orang berhak untuk bebas memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya.

Soal ini, KBR sudah berupaya menghubungi sejumlah narasumber, seperti Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi beserta stafnya seperti Albert Tarigan, Ujang Komaruddin, Adita Irawati, Philips Vermonte, namun belum direspons.

Penangkapan dan Intimidasi?

Akibat pelarangan itu, beberapa jemaat Ahmadiyah mengalami intimidasi saat akan memasuki Desa Manislor. Kepada jurnalis KBR, beberapa orang bahkan mengaku ditangkap dan digiring ke kantor Desa Manislor.

Ketua Pelaksana Jalsah Salanah 2024 Rahmat Hidayat mengeklaim, banyak menerima laporan jemaat yang mengalami intimidasi usai Pemkab Kuningan melarang Jalsah Salanah atau pengajian tahunan. Dia menyebut, ada beberapa pemuda Ahmadiyah yang ditangkap polisi, meski akhirnya dilepas.

Penangkapan diduga terjadi Kamis malam, (5/12/2024) hingga Jumat dini hari, (6/12/2024), ketika polisi berjaga dan menutup semua akses masuk ke Desa Manislor.

"Iya, ada beberapa memang (yang diintimidasi). Bahkan ada sebetulnya ada orang Manislor sendiri yang tinggal di luar Manislor, ya, ke sini anggaplah pulang kampung. Sampai ada yang kena tonjok katanya," ungkapnya.

"Banyak yang tidak terdokumentasikan, ya, kami sendiri kan tidak tahu, ya, diblokir begitu mereka. Datang ke sini, ternyata dihalang-halangi bahkan di setiap jalan ditutup, semua jalan akses masuk ditutup," imbuh Rahmat.

red
Warga Ahmadiyah telantar di pelataran hotel di Cirebon, Jawa Barat, karena Jalsah Salanah di Manislor, Kuningan, dilarang digelar, Jumat, 6 Desember 2024. Foto: KBR/Wahyu Setiawan

Polisi Membantah

Polres Kuningan, Jawa Barat, membantah telah mengintimidasi dan menangkap beberapa jemaat Ahmadiyah usai acara Jalsah Salanah batal digelar. 

Juru bicara Polres Kuningan Mugiyono berdalih, polisi ingin mengamankan situasi supaya tidak terjadi benturan antara jemaat Ahmadiyah dan ormas yang menolak acara tersebut.

"Polri dalam hal ini Polres Kuningan, tidak pernah mengintimidasi jemaah Ahmadiyah. Tugas kami justru mengamankan jemaah Ahmadiyah yang datang dari luar kota Kuningan yang akan masuk ke Desa Manislor, karena di pintu masuk desa banyak orang dan ormas yang dikhawatirkan terjadi benturan dengan jemaah Ahmadiyah yang datang dari luar kota Kuningan," kata Mugiyono kepada KBR, Selasa, (10/12/2024).

Mugiyono juga membantah polisi menangkap beberapa jemaat Ahmadiyah di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan.

"Tidak benar adanya jemaah Ahmadiyah yang diamankan di kantor desa," ucapnya.

Dia juga membantah polisi mendatangi hotel tempat jemaat menginap, usai diusir dari Manislor.

"Kami juga tidak mendatangi hotel tempat menginap, justru kami mengawal jemaah Ahmadiyah yang akan kembali ke kotanya," dalihnya.

Kegiatan Jalsah Salanah 2024 pada 6-8 Desember akhirnya batal digelar usai Pemkab Kuningan melarang kegiatan tersebut pada H-2 acara. Larangan dikeluarkan usai sekelompok orang menolak Jalsah Salanah. Pemkab beralasan, larangan dikeluarkan demi menjaga situasi kondusif usai Pilkada 2024.

Puluhan Kasus Kebebasan Beragama

Dari catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) masih cukup tinggi sejak Desember 2023 hingga November 2024.

KontraS mencatat ada sekitar 32 peristiwa pelanggaran terkait KBB. Pelanggaran itu umumnya dialami oleh kelompok agama minoritas, seperti penganut agama Kristen dan umat Buddha maupun kelompok seperti Ahmadiyah dan Syiah.

Puluhan peristiwa tersebut antara lain, sembilan tindak pengrusakan, sembilan persekusi, sembilan pelarangan ibadah, empat penyegelan fasilitas rumah ibadah, dan empat pembubaran paksa ibadah.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!