NASIONAL
Muncul Usul Pemakzulan Gibran, Bisakah Dilakukan?
"Pergantian itu tidak bisa dalam bentuk usulan siapapun, kecuali usulan anggota DPR yang menyatakan bahwa ada pendapat Wakil Presiden telah melanggar hukum,"

KBR, Jakarta- Delapan tuntutan yang disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang salah satunya mendorong pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Anggota DPR Fraksi PDIP Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira mengatakan usulan itu merupakan hak warga negara dan dilindungi oleh Undang-undang Dasar (UUD).
"Usulan dari purnawirawan TNI ini sebagaimana kritik dari kelompok masyarakat sipil lainnya adalah hak warga negara untuk menyampaikan pendapatnya, dan ini dilindungi oleh UUD," ujar Andreas kepada KBR melalui pesan tertulis, Jumat (25/4/2025).
Andreas mengatakan usulan ini dapat direalisasi bila didukung oleh argumentasi yang objektif dan faktual. Ia mengatakan sejauh ini belum ada usulan ke MPR.
"Sebagai suatu usulan akan berpotensi menjadi realistis, kalau didukung oleh argumentasi-argumentasi objektif dan faktual. Sejauh ini setahu saya belum ada usulan yang masuk ke MPR," tuturnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus menilai usulan tersebut sah dalam konteks demokrasi.
"Itu saran yang bagus sih kalau menurut saya," ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 21 April 2025.
Menurut Deddy, saran semacam itu bisa menjadi bahan pertimbangan dalam evaluasi pemerintahan, sejauh masih dalam koridor konstitusi.
"Saran kan artinya itu menjadi pertimbangan bagi berbagai pihak. Apakah ada ruang konstitusional di sana, apakah itu mendorong misalnya wapresnya lebih baik, kan gitu, apakah bisa mendorong pemerintahan lebih efektif, kan itu urusannya. Bukan saya mengiyakan atau menidakkan usulan itu. Itu kan hak orang menyampaikan usulan," sambungnya.
Gibran Rakabuming merupakan eks kader PDIP yang dipecat lewat keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, lantaran tidak mendukung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Bentuk Ekspresi Publik
Direktur Eksekutif dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai suara dari kalangan purnawirawan TNI merupakan terkait pemakzulan Gibran Rakabuming sah-sah saja sebagai bentuk ekspresi dari publik.
“Apakah bisa? saya kira cukup sulit kenapa karena sistem pemilihan kita itu sudah menggunakan sistem paket presiden dan wakil presiden. Kalau ada kecacatan misalnya karena yang didorong adalah karena faktor proses kenapa Gibran ini bisa masuk dengan proses di Mahkamah Konstitusi, yang dianggap melenceng bahkan juga sudah ada sanksi terhadap ketua MK-nya, oke itu keliru. Tapi tidak bisa kemudian keputusan MK itu dianggap bisa membatalkan kondisi yang sudah ada sekarang yaitu terpilihnya bahwa presiden dan wapres,” ujar Dedi kepada KBR Media, Kamis (24/4/2025).

Dedi mengatakan, kemunculan dorongan memakzulkan Gibran dari posisi wakil presiden perlu diberi ruang. Kata dia, pemerintah tidak perlu alergi terhadap masukan publik di dalam negara demokrasi.
“Di respons sebagai warga negara dan sebagai pemerintah, tetapi apakah disahkan ini bisa terwujud nah itu yang mendekati mustahil. Kira-kira begitu kecuali ada sesuatu yang sangat besar itu karena kalau sampai pemakzulan wapres ini berhasil bukan karena faktor proesesnya melakukan pelanggaran undang-undang atau kriminal gitu ya maka seharusnya kalau sampai itu disetujui presidennya pun harus dimakzulkan,”ujar Dedi
“Dan pemilihan umum harus pemilihan presiden diulang begitu ya atau secara otomatis menggunakan hasil pilpres 2024 tetapi dengan mengeliminasi Prabowo-Gibran sebagai peserta,” imbuhnya.
Dedi menambahkan, dorongan untuk mewujudkan pemakzulan wakil pimpinan negara sukar dilakukan jika melewati tahap-tahap konstitusional.
“Pemakzulan wakil presiden tanpa ada pelanggaran yang dilakukan oleh wapres yang secara langsung itu mendekati mustahil, kecuali dilakukan dengan paksa misalnya ada gerakan militer aktif misalnya kemudian hal-hal yang sesuatu dilakukan secara paksa itu mungkin saja tetapi sepanjang dorongan-dorongan pemakzulan itu melalui jalur-jalur konstitusional, saya kira tidak akan bisa,” tegasnya.
Usulan Pemakzulan Wapres Bisa Ditindaklanjuti?
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari mengatakan pergantian Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka hanya dapat diproses bila usulannya berasal dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Pergantian itu tidak bisa dalam bentuk usulan siapapun, kecuali usulan anggota DPR yang menyatakan bahwa ada pendapat Wakil Presiden telah melanggar hukum sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Dasar 1945," ujar Feri kepada KBR, Jumat (25/4/2025).
"Kalau mengusulkan kepada pihak-pihak lain dan siapa pengusulnya juga harus benar. Pengusulnya anggota DPR, usul dalam bentuk tertulis soal apa yang dilanggar dan ditujukan kepada DPR. Nanti dilakukan proses yang sudah ditentukan untuk menentukan pendapat DPR bahwa telah dilakukan pelanggaran hukum oleh Wakil Presiden," lanjutnya.
Feri mengatakan Forum Purnawinawan Prajurit TNI bisa saja meminta dukungan DPR terkait usul tersebut. Anggota DPR dapat mengajukan perihal pasal yang dilanggar di rapat paripurna untuk meninjau layak tidaknya dilakukan pergantian Wapres.
"Tentu saja Purnawirawan TNI itu bisa meminta didukung oleh anggota DPR, anggota DPR yang mengajukan usul apa saja pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Wakil Presiden berupa lima hal ya," ungkapnya.
"Berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, suap, tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela. Maka upaya itu akan ditindaklanjuti dalam usulan tertulis anggota DPR," imbuhnya.

Apabila usulan ini disetujui dua per tiga anggota yang hadir, maka selanjutnya dapat dibuktikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK). MK akan menentukan jika memang telah terjadi pelanggaran hukum oleh Wakil Presiden. Putusan inilah yang menjadi pertimbangan diterima atau tidaknya di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Lalu kemudian dilakukan paripurna yang dihadiri oleh dua pertiga anggota DPR. Dari yang hadir itu dua pertiganya mendukung untuk dilakukan upaya impeachment (pemakzulan) terhadap Wakil Presiden," jelasnya.
"Kalau ternyata terpenuhi syarat diajukan pembuktiannya di sidang di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusilah yang akan menentukan apakah memang telah terjadi pelanggaran hukum oleh Wakil Presiden. Dan nanti akan ditentukan putusan MK itu untuk diterima atau tidak diterimanya di Majelis Permusawaratan Rakyat," katanya.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan delapan tuntutan politik. Tuntutan itu ditandatangani oleh Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan pada Februari 2025.
Salah satu tuntutan adalah mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR dengan alasan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tuntutan lain, melakukan reshuffle menteri yang diduga melakukan kejahatan korupsi serta mengambil tindakan tegas kepada pejabat dan aparat negara yang masih terikat kepentingan Joko Widodo yang merupakan presiden sebelumnya.
Dasar Hukum Pemberhentian Wakil Presiden
Mengutip dari berkas.dpr.go.id, Pasal 4 Undang-Undang (UU) MD3 mengatur kewenangan MPR untuk memutuskan usul DPR terkait pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya.
Pemberhentian ini dapat terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Baca juga:
- Wacana Pemakzulan Presiden, PP Muhammadiyah: Parpol Belum Bergerak
Mekanisme Pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden
Melansir dari hukumonline.com, menurut Pasal 7B ayat (1) UUD 1945, usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (“MK”) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Sebagai informasi, pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.
Kemudian, pada dasarnya MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945.
Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.
Kemudian, menurut Pasal 7B ayat (4) UUD 1945, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.

Dalam Pasal 7B ayat (5) UUD 1945, apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (6) UUD 1945.
Lalu, menurut Pasal 7B ayat (7) UUD 1945, keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah presiden dan/atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
Sehingga, dapat kita ketahui bahwa pemberhentian atau pemakzulan presiden dilakukan oleh MPR, namun dalam prosesnya melibatkan juga peran DPR dan MK. Secara singkat, usul pemberhentian presiden pertama-tama diajukan oleh DPR, yang kemudian usulan tersebut diputus terlebih dahulu oleh MK. Jika MK memutuskan bahwa terjadi pelanggaran hukum, barulah MPR menyelenggarakan sidang atas usul pemberhentian presiden tersebut.
Jadi, MPR dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sebelum masa jabatannya berakhir dengan persetujuan MK yang diberikan dalam bentuk putusan bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Prabowo akan Pelajari Tuntutan
Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan memahami delapan tuntutan politik yang disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Hal ini disampaikan oleh Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, usai bertemu Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.
"Memang saran itu disampaikan oleh Forum para Purnawirawan TNI, para jenderal, para kolonel, ya ditandatangani, disampaikan secara terbuka, betul kan? Terbuka, secara meluas, ya. Nah di sini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu," kata Wiranto.

Prabowo disebut tak bisa serta-merta merespons tuntutan tersebut. Sebab, poin-poin yang diajukan bersifat sangat mendasar dan menyentuh isu-isu fundamental kenegaraan.
“Dipelajari satu per satu, karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental,” jelasnya.
Kekuasaan Presiden Tak Mutlak
Wiranto menegaskan, Prabowo tidak bisa menjawab atau menindaklanjuti tuntutan yang berada di luar kewenangannya sebagai kepala negara. Dalam sistem trias politika yang dianut Indonesia, pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus dijaga.
"Maka usulan-usulan yang ya bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu ya presiden tidak akan ya menjawab atau merespons itu," imbuhnya.
Wiranto menekankan, dalam membuat keputusan, Prabowo juga tidak hanya mendasarkan pada satu sumber atau satu kelompok. Presiden, kata Wiranto, akan menghimpun pandangan dari banyak pihak dan mempertimbangkan dari berbagai bidang sebelum menentukan arah kebijakan.
Redam Polemik, Jaga Keharmonisan Bangsa
Lebih lanjut, Wiranto menyampaikan pesan Prabowo agar masyarakat tidak terpancing oleh polemik yang berkembang. Terutama di media sosial, isu tuntutan terhadap wakil presiden dinilai bisa menimbulkan kegaduhan nasional.
"Oleh karena itu beliau berpesan tadi kepada saya, akan disampaikan kepada masyarakat agar tidak ikut berpolemik masalah ini. Tidak ikut menyikapi pro dan kontra karena hanya akan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang akan mengganggu kebersamaan kita, keharmonisan kita sebagai bangsa," tutur Wiranto.
Isi Tuntutan Forum Purnawirawan
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan delapan tuntutan politik. Delapan poin itu ditandatangani oleh Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan pada Februari 2025, serta diketahui oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Salah satu poin itu yakni mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR dengan alasan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tuntutan lain, melakukan reshuffle menteri yang diduga melakukan kejahatan korupsi serta mengambil tindakan tegas kepada pejabat dan aparat negara yang masih terikat kepentingan Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan presiden sebelumnya.
Baca juga:
- Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi Kembali Berembus
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!