NASIONAL
Misi Berat Proyek 3 Juta Rumah per Tahun
Sebagian anggota DPR bahkan tak yakin program itu bisa terlaksana dengan baik, karena anggaran terbatas.
AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Heru Haetami, Astri Yuanasari
-
EDITOR / Agus Luqman
KBR, Jakarta - Pemerintah menargetkan pembangunan tiga juta rumah per tahun untuk mengatasi masalah rumah dan tempat tinggak bagi rakyat kecil.
Namun upaya itu dinilai sulit lantaran anggarannya terbatas. Program yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto ini juga memicu tanda tanya.
Sebagian anggota DPR bahkan tak yakin program itu bisa terlaksana dengan baik.
Anggota Komisi Bidang Infrastruktur DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hamka Baco Kady menilai program itu terlalu ambisius. Sebab dalam lima tahun terakhir, negara hanya mampu membangun sekitar 2 ribu unit rumah dengan anggaran hampir 120 triliun rupiah.
"Sekadar Bapak tahu, semenjak 2019 sampai 2024 itu hanya mampu dicapai pembangunan rumah 2.177 dengan anggaran yang disiapkan atau yang sudah habis itu 119,9 triliun," kata Hamka di DPR, Selasa, (29/10/2024).
Hamka Baco Kady meminta pemerintah memperjelas konsep pembangunan 3 juta rumah per tahun. Dia juga mendorong pemerintah menggandeng DPR untuk merumuskan konsep penganggaran dan penyediaan lahan.
Pembangunan 3 juta rumah per tahun merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Pada 1 November lalu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait memulai peletakan batu pertama rumah gratis bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Rumah tapak yang dibangun berukuran 36/60 sebanyak 250 unit itu. Rumah itu digarap perusahaan pengembang properti Agung Sedayu Group di tanah seluas 2,5 hektare.
Maruarar mengatakan program itu digagas untuk mengatasi permasalahan rumah dan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Tadi bagaimana kriterianya, yang dapat (rumah gratis) siapa, tentu yang kita prioritaskan adalah masyarakat yang belum punya rumah. Siapa itu? Saya sudah sampaikan ke Presiden dua hari lalu. Menurut saya harus terbangun ekosistem yang baik di sini. Saya berharap dari 250 rumah itu ada unsur TNI pangkat tamtama, bintara yang mungkin belum pernah bermimpi bisa punya rumah. Ada polisi yang berpangkat rendah, ada ASN yang golongan bawah, ada guru-guru," kata Maruarar.
Baca juga:
- Mengapa Rencana Pemerintah Potong Gaji Karyawan untuk Tapera Menuai Penolakan?
- Ombudsman Soal Tapera: Kalau Memberatkan, Regulasi Harus Berubah
Pembangunan 3 juta rumah per tahun itu bukan tanpa tantangan. Maruarar mengakui program itu berat mengingat anggaran kementeriannya hanya 3 triliun rupiah pada 2025. Angka ini terpaut jauh dari anggaran 2024 sebesar 14 triliun rupiah.
Untuk mengatasi masalah anggaran, Maruarar berencana menggandeng swasta untuk mendukung pembangunan rumah rakyat.
Dia juga mengusulkan agar tanah sitaan kasus korupsi bisa digunakan untuk pembangunan perumahan rakyat. Maruarar yakin pembangunan rumah akan mendorong investasi, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan negara.
Di lain pihak, Anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang mengatakan, permasalahan perizinan menjadi salah satu hambatan program pembangunan 3 juta.
"Mas Joko Suranto dari REI memberikan informasi ada izin Amdal 1,5 tahun atau 2 tahun ini gimana. Ini perizinan di daerah dan di kota, kami mengkaji. Malah saya cukup marah, kami panggil BPN, ini ngaco kalau presiden mau membangun sekian unit,” ujar Bonny dalam Diskusi Program 3 Juta Rumah dari kanal Youtube Kementerian PKP, Senin (28/10).
Satgas Perumahan merupakan satgas yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto. Ketuanya Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo.
Program pembangunan 3 juta rumah ini disambut baik Real Estate Indonesia (REI).
Ketua Umum REI Joko Suranto mengatakan akan memberikan pendampingan kepada pengusaha-pengusaha di pedesaan.
“Kalau kami dari awal memang sudah menyediakan diri dan kita sangat menyetujui bahwa pembangunan perumahan itu juga ada di pedesaan. Dengan tiga alasan yang pertama ternyata backlog itu juga ada di pedesaan, yang kedua adalah pasti akan menumbuhkan ekonomi di pedesaan, yang ketiga juga akan menumbuhkan entrepreneur yang ada di pedesaan," kata Joko dikutip dari CNBC, (26/10/2024).
Joko menyebut, percepatan pembangunan perumahan rakyat sangat penting untuk mengatasi backlog perumahan atau kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan.
Pada 2023, angka backlog kepemilikan rumah mencapai 9,95 juta unit. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 10,51 juta. Meski begitu, Joko menyebut jumlah tersebut masih sangat tinggi.
Data Sekretariat Kabinet mencatat pada 2015 program negara membangun rumah hanya terealisasi 700 ribuan unit. Lalu, Program Sejuta Rumah terealisasi sekitar 1,3 juta unit pada 2019. Sementara pada 2023, angkanya masih di kisaran 1,2 juta unit.
Artinya, selama satu dekade terakhir, program pembangunan rumah baru belum bisa mencapai di atas 1,3 juta unit per tahun.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!