NASIONAL

Menyoal Perlindungan bagi Pembela HAM di Indonesia

Pembela HAM rentan mendapatkan tekanan dan ancaman dari pihak-pihak yang tidak bisa menerima kritik.

AUTHOR / Shafira Aurel

Aktivis HAM minta perlindungan Negara
Ilustrasi aksi Kamisan menuntut pemerintah untuk mengungkap dalang kematian Aktivis HAM, Munir Said Thalib. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Perlindungan terhadap kerja-kerja para pembela HAM di Indonesia dinilai belum maksimal.

Hal itu disampaikan Aktivis Pembela HAM, Fatia Maulidiyanti. 

Menurutnya, sampai saat ini para pembela HAM belum mendapatkan perlindungan yang kuat dan menyeluruh. Pembela HAM, kata dia, justru rentan mendapatkan tekanan dan ancaman dari pihak-pihak yang tidak bisa menerima kritik.

"Di Indonesia ini situasi untuk perlindungan terhadap pembela HAM itu belum maksimal sama sekali. Pertama karena sudah lebih dari 15 tahun revisi Undang-Undang HAM itu sudah ada di meja DPR, tetapi sampai hari ini belum pernah itu direvisi ataupun dimasukan beberapa elemen terkait dengan perlindungan terhadap pembela HAM," ujar Fatia, dalam Diskusi Jaminan Perlindungan Terhadap Kerja Pembela HAM, Kamis (20/7/2023).

Fatia menambahkan, pemerintah seharusnya dapat menjamin perlindungan kepada para pembela HAM di tanah air. 

Bekas Koordinator Kontras ini juga mendorong pemerintah segera merevisi Undang-Undang HAM terkait jaminan perlindungan yang dianggap tidak efektif.

Standar Normatif

Secara umum situasi pembela HAM saat ini kurang baik. Serangan dan ancaman yang terjadi terhadap pembela HAM masih tinggi.

Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) mendorong adanya standar normatif sebagai landasan untuk mengakui adanya keberadaan pembela HAM.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya akan berupaya untuk memberikan perlindungan HAM bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para aktivis HAM.

Ia menyebut para pembela HAM kerap tersandung kasus kala menyampaikan kritik kepada pemerintah mengenai suatu kebijakannya.

"Komnas HAM mendorong adanya standar normatif untuk mendorong semakin banyak adanya kerangka norma yang mengakui adanya keberadaan aktivis HAM sebagai bagian dari hukum nasional mengenai Hak Asasi Manusia. Adanya kerangka normatif merupakan satu prasyarat penting, karena dia memberikan landasan norma mengenai keberadaaan pembela HAM," ujar Atnike, dalam Diskusi Jaminan Perlindungan Terhadap Kerja Pembela HAM, Kamis (20/7/2023).

Atnike menambahkan pihaknya juga mendorong adanya suatu mekanisme atau prosedur perlindungan yang jelas bagi pembela HAM.

Ia menuturkan pihaknya juga akan terus melakukan pemantauan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Baca juga:

- Haris Azhar Sebut Pemidanaannya dan Fatia Termasuk Judicial Harrassment

- Mendaftar Dewan HAM PBB, Komitmen HAM Indonesia Belum Cukup

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia (AII) mengatakan peringatan 25 tahun reformasi ditandai dengan semakin mundurnya kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil di Indonesia karena serangan terhadap pembela hak asasi manusia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, data pemantauan Amnesty International Indonesia menunjukkan setidaknya 127 pembela HAM mengalami serangan sepanjang Januari-Mei 2023.

Serangan ini termasuk kriminalisasi oleh polisi, penangkapan hingga percobaan pembunuhan, intimidasi dan serangan fisik yang menimpa jurnalis, mahasiswa, pegiat hak masyarakat adat, dan aktivis yang kritis.

Editor: Resky Novianto

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!