NASIONAL

Membaca Peluang Gugatan UU KUHP ke MK

Meski upaya gugatan bisa menjadi pilihan, namun publik dihadapkan dengan kekhawatiran mengenai kecilnya peluang gugatan tersebut bisa dimenangkan lantaran saat ini independensi MK tengah dipertanyakan

AUTHOR / Heru Haetami

RKUHP, KUHP
Aktivis mengikuti aksi menolak pengesahan RKUHP di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (5/12/2022). (Foto: Aliansi Nasional Reformasi KUHP)

KBR, Jakarta - DPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang, Selasa 6 Desember 2022. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

“Selanjutnya kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang, apakah rancangan undang-undang tentang kitab undang-undang hukum pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Sufmi Dasco Ahmad dalam sidang paripurna, Selasa (6/12/2022).

"Setuju!"

Sebelum pengesahan, Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Wuryanto melaporkan, bahwa pembahasan RKUHP telah melalui berbagai pendalaman.

Bambang mengklaim, Panja RKUHP juga telah menggelar berbagai diskusi dan menggali aspirasi dari masyarakat.

"DPR RI melalui fraksi maupun pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin mendengarkan aspirasi publik maupun praktisi hukum agar supaya RUU tentang KUHP dapat mengatur sebuah produk hukum pidana yang materi khas Indonesia," kata Bambang.

Tapi pengesahan RKUHP diwarnai adu mulut. Sebelum palu diketok, Anggota Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis menginterupsi rapat untuk memberikan sejumlah catatan.

Iskan mengatakan fraksinya menginginkan pasal penghinaan presiden harus dicabut dari RKUHP.

"Tiba-tiba pasal ini akan mengambil hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya. Pasal ini akan dipakai oleh pemimpin-pemimpin yang akan datang. Apalagi Pasal 218 menghina presiden dan wakil presiden, yang Pasal 240 itu adalah lembaganya. Di seluruh dunia rakyat itu harus mengkritik pemerintahannya, presiden juga harus dikritik. Saya nanti akan mengajukan ke MK ini pasal ini," kata Iksan dalam Paripurna DPR, Selasa (6/12/2022).

Baca juga:

Uji Materi

Selain Fraksi PKS, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga mulai memetakan pasal-pasal bermasalah di KUHP. Setelah itu, mereka akan menentukan langkah selanjutnya yang bakal ditempuh pascapengesahan KUHP.

Anggota koalisi, Rozy Brilian dari LSM Kontras mengatakan pengesahan KUHP membuktikan proses legislasi buruk.

“Kita tahu RKUHP ini juga salah satu keinginan dari Presiden Jokowi. Jadi kita melihat uji materi di Mahkamah Konstitusi sudah tidak se-strategis dulu. Tapi, lagi-lagi saya belum berani bicara langkah strategis apa yang akan dijalankan oleh koalisi masyarakat sipil,” kata Rozy kepada KBR, Selasa, (6/12/22).

Rozy menyebut, selama proses pembuatan undang-undang, pemerintah dan DPR tidak melibatkan partisipasi bermakna (meaningful participation) dari masyarakat. 

Menurutnya, partisipasi masyarakat sangat minim dilibatkan, dan masukan masyarakat soal berbagai pasal bermasalah juga tak didengar.

“Yang jelas kami sedang wait and see, kami listing segala macam dan sebagainya, untuk selanjutnya bisa kita advokasi baik secara litigasi maupun mitigasi ke depan,” kata dia.

Aktivis LSM Kontras Rozy Brilian menambahkan, ada tiga jalur yang bisa ditempuh untuk mengganti undang-undang yang sudah disahkan. Yakni melalui legislatif atau DPR yang mengubahnya, mendorong pembatalan KUHP melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perppu) oleh presiden, dan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga:

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti menyebut satu-satunya langkah yang masih bisa ditempuh saat ini adalah melalui uji formil dan uji materiil KUHP ke Mahkamah Konstitusi. 

"Ada persoalan prosedur, ada persoalan materi. Apa yang dapat dilakukan oleh rakyat, apa yang dapat dilakukan oleh mereka yang tidak puas itu, maka mau tidak mau dan the only way mengajukan permohonan pengujian. Baik pengujian formil, maupun pengujian materiil ke Mahkamah Konstitusi. Karena secara hukum memang kita hanya bisa menggunakan rakyat untuk meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menilai konstitusionalitas dari undang-undang ini," kata Susi kepada KBR, Selasa (6/12/2022).

Meski begitu, peluang menang uji materi di MK diperkirakan kecil. Susi Dwi Harijanti menyoroti independensi Mahkamah Konstitusi. Apalagi, MK diam saja ketika DPR mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan alasan membatalkan undang-undang produk DPR. 

"Kita mengetahui apa yang terjadi baru-baru ini. Betapa DPR yang kemudian juga disetujui oleh presiden menghantarkan Prof Guntur menjai hakim Konstitusi mengganti Prof Aswanto. Itu adalah bertentangan kalau menurut saya. Itu bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan undang-undang. Jadi kalau kita melihat sekarang peluang di MK, dengan melihat MK yang seperti sekarang ini memang kita patut juga bersiap-siap, apa yang disampaikan atau ingin dimohonkan oleh rakyat bisa terjadi tidak sesuai dengan harapan. Jadi artinya MK akan menolak. Mungkin legal standing-nya diakui tetapi putusannya putusan yang menolak," ujarnya.

Hingga saat ini, pengesahan KUHP masih ditolak sejumlah kalangan mulai dari aktivitis hingga akademisi. Unjuk rasa penolakan KUHP juga masih digelar di beberapa daerah. Seperti di Jakarta, dan Bandung, Jawa Barat.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!