NASIONAL

Terancam Pasal Demo di KUHP, Serikat Buruh Konsolidasi

"Terutama gerakan buruh, karena kita kan sering mogok kerja, aksi unjuk rasa. Itu kan metode-metode perjuangan kita."

AUTHOR / Astri Yuanasari

RKUHP
Masyarakat sipil menggelar aksi menolak pengesahan RKUHP di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (5/12/2022). (Foto: ANTARA/Darryl Ramadhan)

KBR, Jakarta - Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) melakukan konsolidasi untuk menyikapi langkah DPR yang tetap ngotot menyetujui pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Konsolidasi dilakukan karena kelompok buruh termasuk yang terancam oleh salah satu pasal dalam RKUHP, yaitu ancaman pidana 6 bulan terhadap penyelenggaraan unjuk rasa yang dilakukan tanpa pemberitahuan kepada polisi.

Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti mengatakan pasal mengenai unjuk rasa yang harus mengantongi surat izin semakin memperkuat peluang terjadinya kriminalisasi terutama untuk gerakan rakyat, seperti buruh, mahasiswa, dan gerakan-gerakan pro demokrasi.

"Terutama gerakan buruh, karena kita kan sering mogok kerja, aksi unjuk rasa. Itu kan metode-metode perjuangan kita. Kita sih harapannya perlawanan ini terus berlanjut bukan hanya dari teman-teman gerakan pro demokrasi, tetapi juga dari teman-teman gerakan buruh, gerakan rakyat, gerakan yang lain," kata Dian kepada KBR, Selasa (6/12/2022).

Baca juga:


Satukan tekad

Dian Septi Trisnanti mengatakan, saat ini FSBPI sedang melakukan konsolidasi-konsolidasi dengan gerakan yang lain untuk menyatukan tekad terkait respon yang harus dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pengesahan KUHP.

Menurutnya, konsolidasi ini penting agar seluruh perwakilan rakyat bisa kompak dalam memberikan perlawanan kepada pemerintah hingga pemerintah melakukan tanggung jawabnya untuk berpihak kepada rakyat.

Dian menyebut akan memanfaatkan momen catatan akhir tahun untuk konsolidasi. Menurutnya, konsolidasi ini harus dilakukan reguler, misalnya tiap tiga bulan sekali melakukan konsolidasi akbar, hingga bisa menyatukan tekad dari seluruh gerakan rakyat.

"Sampai kemudian memang kita bulatkan tekad untuk apakah menggugat, apakah kemudian tidak mengambil jalur hukum. Tetapi aksi massa terus-menerus itu kan butuh energi yang besar, bukan hanya aksi memaksa di lapangan, tapi juga misalnya kampanye-kampanye di ranah media sosial. Karena nggak cukup zaman sekarang kalau aksi massa dengan mobilisasi massa yang besar. Mobilisasi massa yang besar itu juga nggak cukup kan dia butuh aksi yang lebih berani lagi yang lebih kreatif lagi," kata dian.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!