NASIONAL
Mahasiswa Hukum Sejumlah Universitas Gugat Proses PAW DPR ke MK
Para penggugat ialah Chindy Trivandi Junior mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Andalas, lalu ...

KBR, Jakarta- Mahasiswa hukum dari sejumlah universitas menggugat aturan penggantian antarwaktu (PAW) yang diatur di Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bagian dari bab yang digugat adalah Pasal 239 ayat (2) huruf d UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Bunyinya, "Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila: d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;".
Para penggugat ialah Chindy Trivandi Junior mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Andalas, Halim Rahmansah mahasiswa FH Universitas Negeri Semarang, Muhammad Arya Ansar mahasiswa FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan mahasiswa FSH UIN Syarif Hidayatullah. Lalu, ada Insan Kamil, legal intern.
Para penggugat menilai, PAW menjadi alat kontrol partai politik terhadap anggotanya yang menjabat dalam parlemen. Meskipun proses ini adalah salah satu sarana pengisian jabatan di luar proses pemilihan secara periodik. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 41/PUU-XXIII/2025.
"Bahwa pemilihan umum merupakan perwujudan kontrak sosial antara rakyat dan pemerintah yang mereka bentuk. Sebelum roda pemerintahan berjalan, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi memberikan mandat kepada wakilnya di DPR untuk menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran," demikian bunyi poin D nomor 10 dalam materi gugatan, yang dikutip KBR dari situs Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 23 April 2025.
"Oleh karena itu, kedudukan anggota DPR setelah terpilih tidak semata-mata bergantung pada partai politik, tetapi lebih kepada rakyat yang memberikan legitimasi kepadanya," bunyi materi gugatan tersebut.
Gugatan Kedua
Tak hanya para mahasiswa, gugatan untuk pasal yang sama juga diajukan Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025.
Dalam gugatannya, Zico meminta PAW tetap diusulkan oleh partai politik, tetapi kemudian dilakukan proses pemilihan kembali di dapil anggota DPR yang akan digantikan.
Artinya persetujuan tetap berada di tangan rakyat bukan partai politik. Sebab, ia merasa dirugikan jika mekanisme PAW berdasarkan parpol terus dipertahankan.
Zico memandang hak recall atau PAW yang dimiliki partai politik mengancam independensi parlemen karena memberikan pengaruh besar pada kadernya.
"DPR adalah wakil rakyat, bukan wakil partai atau kepentingan politik semata. Setiap kebijakan dan keputusan yang diambil harus mencerminkan suara rakyat, bukan sekadar kepentingan elit politik atau transaksi kekuasaan," bunyi gugatannya.
Respons Partai Politik
Partai politik menanggapi gugatan mekanisme PAW di MK. Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menilai gugatan tersebut kurang pas dan tidak relevan.
"Dia dicalonkan oleh partai politik mewakili partai politik yang ada. Oleh karena itu merupakan hak yang tidak terpisahkan dari partai politik untuk menggantikannya, mencabut KTA-nya, memberikan sanksi dan lain sebagainya," ujar Eddy kepada KBR, Rabu, (23/4/2025).
Menurutnya, anggota dewan dan parpol tak dapat dipisahkan. Sebab, anggota dewan merupakan perwakilan dari partai politik.
"Itu adalah sebuah hak yang melekat pada partai politik dan tidak bisa terpisahkan. Lantas sekarang ada gugatan ya saya kira itu bertentangan dengan konsep partai politik dan calon anggota legislatif yang ditempatkan sebagai perwakilan dari partai politik," imbuhnya.
PKB
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid meminta MK menolak gugatan tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.
"Ya, kami harap putusan ini ditolak, ya, oleh MK. PAW merupakan kewenangan parpol. Hal itu sudah sesuai dengan konstitusi kita," katanya melalui pesan singkat, Rabu, (23/4/2025).
Jazilul berpendapat, para penggugat ingin memangkas kewenangan parpol terhadap anggotanya melalui gugatan PAW ini. Mereka tidak ingin partai politik mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
Gerindra
Lain halnya dengan Partai Gerindra. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyerahkan sepenuhnya proses hukum terkait gugatan PAW anggota DPR kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengatakan, Gerindra tidak ingin ikut campur atau bahkan mengintervensi perkara yang tengah berlangsung di MK.
“Biar saja itu, kita menyerahkan kepada mekanisme hukum yang sedang dalam pembicaraan di MK. Tunggu keputusan MK, ya,” kata Muzani kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 23 April 2025.
Sikap KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak mempersoalkan gugatan itu. Komisioner KPU RI Idham Holik menyatakan bakal menjalankan apa pun keputusan MK nanti.
Kata dia, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2022, materi hukum yang digugat ke MK adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi.
"Kami menghormati hak konstitusional sekumpulan warga negara dalam mengajukan uji materi tersebut. Mari kita tunggu Putusan MK atas permohonan uji materi tersebut. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum sebagaimana Pasal 3 huruf d UU No. 7 Tahun 2017," ucapnya melalui pesan singkat kepada KBR, Rabu, (23/4/2025).
PAW Periode 2024-2029?
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat, ada 45 anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029 yang masuk proses pergantian antarwaktu (PAW).
Rinciannya, Golkar 10 orang, PDIP 9, Gerindra 9, Nasdem 6, PKB 6, Demokrat 4, dan PKS 1 orang.
Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat partai politik melakukan PAW. Terbanyak adalah sosok terpilih itu maju sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2024, serta dipilih sebagai pembantu presiden.
"Ini kok seolah-olah yang ada di DPR itu semuanya masuk dalam daftar antrean mau masuk eksekutif. Karena mungkin mereka merasa jabatan DPR itu tempat transit, sebelum mereka kemudian dapat jabatan yang lebih," kata Lucius di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Minggu, (8/12/2024).
Analisis Pengamat
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai mekanisme PAW anggota DPR RI tidak diatur secara rinci dan mengikat.
Peneliti Perludem, Haykal menyebut, masih banyak celah terjadinya manipulasi data bahkan praktik suap dalam proses PAW DPR.
"Kalau di dalam Undang-Undang MD3 memang mekanisme PAW itu tidak diatur secara rinci. Bahwa mekanisme pergantian antar waktu yang diterapkan di Indonesia itu terhadap anggota DPR adalah pergantian sesuai dengan daftar nama caleg yang mengikuti pemilu," kata Haykal kepada KBR, Rabu, (23/4/2025).
Selain itu, ia juga menilai mekanisme PAW yang dijalankan saat ini tidak diterapkan secara baik dan transparan kepada publik. Hal ini yang menjadi catatan dan perlu dievaluasi lebih dalam.
"Menurut kami sudah cukup tepat bahwa anggota yang akan menggantikan itu tetap dari parpol yang sama dan kemudian mendapatkan suara tertinggi dari masyarakat setelah dari suara anggota legislatif yang akan digantikan. Tetapi faktanya masih banyak yang harus diperbaiki. Semisal soal sanksi dan keterbukaan atau transparansi agar menutup celah-celah negatif," katanya.
Momentum
Menurut Peneliti Perludem, Haykal, gugatan ini jadi momentum baik untuk berbenah menyelamatkan demokrasi di Indonesia.
"Permasalahan kita saat ini adalah bahwa pengaturan PAW ini tidak diatur melalui Undang-Undang Pemilu, dia diatur di UU MD3. Maka, saya ... ini adalah momentum baik sebenarnya kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki sistem ini secara keseluruhan," tuturnya.
"Kami Perludem selalu mendorong bahwa perbaikan Undang-Undang Pemilu yang dilakukan harus secara komprehensif dan tepat sasaran. Jadi tidak asal comot satu-satu kalau diperbaiki. Jadi DPR tidak boleh semena-mena dalam membuat kebijakan maupun melakukan PAW itu sendiri," pungkasnya.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!