Komisi Yudisial (KY) menilai, vonis ringan terhadap koruptor disebabkan lemahnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menjatuhkan sanksi.
Penulis: Rio Tuasikal
Editor:

KBR, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menilai, vonis ringan terhadap koruptor disebabkan lemahnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menjatuhkan sanksi. Untuk itu, menurut Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh UU Tipikor perlu segera diperbarui agar hukuman bagi koruptor bisa diperberat. Karena, saat ini sanksi-sanksi di UU Tipikor masih ringan dan tak memberi efek jera.
"Di undang-undangnya memang seperti itu, sanksinya tidak terlalu berat. Dan ada (hukuman) minimal dan maksimal, hakim bisa mengambil yang sangat ringan. Karena itu saya setuju regulasi dan undang-undangnya diperbaiki. Sehingga jangan sampai para terdakwa korupsi, yang oleh masyarakat dan secara faktual cukup mencolok terbuktinya, kemudian divonis ringan," ujar Imam ketika dihubungi KBR, Minggu (3/8) malam.
Sebelumnya, LSM antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan tren hukuman buat koruptor tidak memberikan efek jera. Pada Januari-Juni 2014, sebanyak 70 persen terdakwa korupsi hanya dihukum penjara di bawah 4 tahun. Sementara hanya 30 persen yang dihukum sedang atau berat. Imam mengatakan, vonis buat koruptor saat ini tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Secara rasa keadilan masyarakat memang seperti itu. Kok bisa pencuri yang hanya berapa bisa (dipenjara) sampai di atas 4 tahun 5 tahun?" katanya.
Editor:Taufik Wijaya