NASIONAL
Kuota Beras Impor Bapanas dan Bulog Berbeda, yang Benar?
Kuota itu berbeda dengan yang disampaikan Perum Bulog, yakni 3,6 juta ton.
AUTHOR / Wahyu Setiawan
-
EDITOR / Sindu
KBR, Jakarta- Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut pemerintah akan mengimpor beras sekitar 5,1 juta ton tahun ini. Kuota itu berbeda dengan yang disampaikan Perum Bulog, yakni 3,6 juta ton.
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengatakan realisasi impor beras mencapai hampir 1,8 juta ton hingga April 2024.
"Dan rencana impor Mei-Desember sesuai dengan kesepakatan hasil rakortas (rapat koordinasi terbatas) itu 3,4 juta ton. Jadi, tahun ini kami akan impor lebih kurang 5,18 juta ton. Dengan catatan kami tentunya tidak impor pada saat panen, jadi ini lihat situasi. Dan yang sudah terbit SPI-nya (surat persetujuan impor) dari Kementerian Perdagangan itu ada 3,6 juta ton untuk tahun ini," kata Sarwo Edhy saat rakor pengendalian inflasi daerah, Senin, (24/6/2024).
Baca juga:
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy memperkirakan stok beras hingga akhir tahun mencapai 9,6 juta. Jumlah tersebut bisa tercapai jika realisasi impor 5,1 juta ton terpenuhi, dan produksi dalam negeri menembus 31,5 juta ton setara beras.
"Ini belum dihitung kalau terjadi banjir dan kekeringan, dan tidak terjadi serangan hama penyakit," kata dia.
Jika stok tersebut tidak tercapai, pemerintah membuka kemungkinan menambah kuota impor.
"Jadi, ini yang memang perlu diantisipasi dengan impor. Karena memang impor ini bukan barang haram, tapi harus dilakukan jika produksi dalam negeri berkurang," ujarnya.
Sebelumnya, Perum Bulog menyatakan kuota impor beras tahun ini sebesar 3,6 juta ton. Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Suyamto mengatakan, kuota impor bisa saja ditambah jika stok dalam negeri kurang.
"Apabila stok kurang, harus impor," kata Suyamto saat dihubungi KBR, Selasa, (11/6/2024).
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!