NASIONAL

KRIS BPJS, Anggota DPR: Jangan Bebani Peserta

“Jangan sampai memberatkan rakyat peserta BPJS yang mandiri."

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

pemberlakuan KRIS
Ilustrasi: Pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Selasa (14/05/24). (Antara/Akbar Nugroho)

KBR, Jakarta- Anggota Komisi Kesehatan DPR RI fraksi PDIP, Rahmad Handoyo menyoroti soal mekanisme pembiayaan terkait penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan.
Kata dia, diharapkan nanti dengan penerapan KRIS yang menggantikan layanan kelas, tidak menimbulkan masalah baru terutama soal pembiayaan.

Lanjutnya, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah yakni terkait iuran peserta BPJS Kesehatan dalam program KRIS. Menurut dia, jangan sampai peserta justru terbebani dengan KRIS. Utamanya peserta non-Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Jangan sampai memberatkan rakyat peserta BPJS yang mandiri. Kalau PBI yang dibayar oleh pemerintah pusat atau daerah enggak ada masalah. Saat ini aja mandiri yang di kelas 3 masih terasa berat ada beberapa warga yang sangat sulit untuk memenuhi kewajiban secara mandiri,” ucapnya kepada KBR, Kamis (16/5/2024).

Dia khawatir jika iuran membebani peserta BPJS yang non-PBI, bisa saja mereka keluar dari kepesertaan. Dia pun mendorong agar pemerintah lekas membentuk desain secara utuh terkait sumber-sumber pembiayaan program KRIS BPJS Kesehatan tersebut.

“Untuk KRIS nanti harus dibikin desain karena sampai sekarang Komisi IX belum menerima desain secara utuh, secara komprehensif terhadap pembiayaan KRIS ini,” tuturnya.

Baca juga:

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal melakukan standarisasi kelas layanan 1,2, dan 3 fasilitas rawat inap BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Peraturan tercantum dalam Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.   KRIS ini paling lambat diterapkan pada 30 Juni 2025.

Kebijakan itu menjadi sorotan karena dinilai menghapus layanan kelas BPJS dan dikhawatirkan berdampak kenaikan iuran peserta. Kemudian, yang ruang rawat inap pun kini disamakan, tak ada lagi perbedaan seperti sebelumnya ditandai dengan adanya 12 kriteria.

Lebih rinci, 12 kriteria itu yakni komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, dan pencahayaan ruangan.

Lalu, kelengkapan tempat tidur, adanya nakes per tempat tidur, temperatur ruangan, serta ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kemudian, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!