NASIONAL

KPBB: Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi Minim Sosialisasi

"Sebenarnya tujuannya mulia, tapi penyampaiannya tidak tuntas. Yang beredar narasi di masyarakat hanya pembatasan pertalite, pembatasan bio-solar, itu saja."

AUTHOR / Naufal Nur Rahman

EDITOR / Agus Luqman

pembatasan BBM bersubsidi, pembatasan pembelian BBM bersubsidi, pembatasan BBM bersubsidi mulai 17 A
Petugas melayani pembeli BBM di SPBU di Medan, Sumatera Utara, Selasa (3/9/2024). (Foto: ANTARA/Yudi Manar)

KBR, Jakarta — Sosialisasi pemerintah ke masyarakat mengenai rencana pembatasan BBM bersubsidi seperti Pertalite dan solar subsidi dinilai kurang tuntas.

Hal ini menyebabkan banyaknya muncul salah paham di masyarakat.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin menilai pemerintah kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat perihal rencana kebijakan itu.

"Jadi latar belakangnya adalah untuk menekan pencemaran udara agar kendaraan bermotor yang sudah standar Euro 4 memperoleh bahan bakar yang sesuai. Sehingga mampu menekan emisi dari kendaraan motor tersebut. Kan sebenarnya tujuannya mulia, tapi penyampaiannya tidak tuntas. Yang beredar narasi di masyarakat hanya pembatasan pertalite, pembatasan bio-solar, itu saja,” kata Ahmad Safrudin dalam diskusi Ruang Publik "Tarik Ulur Pembatasan Pertalite" dikutip dari kanal Youtube Berita KBR, Rabu (11/9/2024).

Baca juga:

Catatan untuk pemerintah

Ahmad Safrudin mendukung rencana pemerintah membatasi penjualan BBM bersubsidi. Ia menilai rencana itu sebagai sebuah kebijakan yang baik untuk Indonesia kedepan.

Hanya saja, Safrudin memberikan dua catatan kepada pemerintah mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembatasan BBM subsidi ini.

"Prasyarat yang dari dulu kami ajukan adalah, pertama, fuel quality di-improve dulu. Artinya, kualitas bahan bakar ditingkatkan dulu, sesuai kebutuhan teknologi kendaraan bermotor atau teknologi apapun yang menggunakan bahan bakar yang saat ini diadopsi di Indonesia. Kedua, tentu saja dikaitkan juga dengan kajian terkait pricing policy itu sendiri,” tambah Ahmad Safrudin.

Ahmad Safrudin mengatakan harga pokok penjualan bensin di Indonesia masih lebih mahal dari Malaysia serta Australia. Harga tersebut berbeda dengan harga yang sudah dijual di SPBU. Menurutnya, perbedaan ini bisa dikaji ulang oleh pemerintah untuk mendapatkan harga bahan bakar yang lebih murah. 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!