NASIONAL

Kontras Kritik Pernyataan Menko Yusril soal Peristiwa 98 Bukan Pelanggaran HAM Berat

"Kenapa belum diadili oleh pengadilan HAM? Nah ini poin keempatnya, karena Kejaksaan Agung belum melakukan penyidikan

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Rony Sitanggang

Aksi Kamisan korban HAM
Aksi Kamisan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di depan istana. (Antara)

KBR, Jakarta -  Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Hans Giovanny mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, yang   menyebut Peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Hans mengatakan, pernyataan Yusril yang diucapkan pada hari pertamanya menjabat sebagai Menko tersebut salah, meskipun keesokan harinya Yusril  mengklarifikasi pernyataannya tersebut.

"Menurut hasil penyelidikan Komnas HAM yang mana Komnas HAM memang diberikan wewenang penyelidikan oleh Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan peristiwa pelanggaran berat hak asasi manusia, dan Komnas HAM sudah menetapkan peristiwa 1998 sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia," kata Hans kepada KBR, Selasa (22/10/2024).

Hans mengatakan, kesalahan kedua ada pada klarifikasi Yusril  terkait pelanggaran HAM bisa dikategorikan dengan pelanggaran HAM berat jika terdapat genosida dan ethnic cleansing. Sebab, kata Hans, menurut Undang-Undang 26 tahun 2000, yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat HAM adalah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan atau crime against humanity. Dan menurut Komnas HAM, peristiwa 1998 dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Poin ketiga ketika prof Yusril menyinggung tentang forum-forum PBB, forum-forum internasional dan lain-lain begitu ya, tapi itu sebenarnya tidak berkorelasi secara langsung dengan mekanisme penuntasan pelanggaran berat HAM," kata Hans.

Hans menjelaskan, menurut Undang-Undang 26 tahun 2000, penuntasan pelanggaran HAM berat dilakukan oleh pengadilan HAM. Baik melalui mekanisme pengadilan HAM ad hoc untuk peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, dan pengadilan HAM konvensional untuk peristiwa pelanggaran berat HAM yang terjadi di atas tahun 2000, dimana peristiwa 98 belum diadili oleh pengadilan HAM.

"Kenapa belum diadili oleh pengadilan HAM? Nah ini poin keempatnya, karena Kejaksaan Agung belum melakukan penyidikan terhadap peristiwa tersebut. Jadi Komnas HAM sudah menetapkan sebagai pelanggaran berat HAM, tapi belum ada penyidikan oleh Jaksa Agung sehingga belum ada pengadilan HAM-nya," kata dia.

Baca juga:

Sebelumnya, Yusril mengatakan tidak ada pelanggaran HAM berat genosida maupun ethnic cleansing yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

"Setiap kejahatan itu adalah pelanggaran HAM. Tapi tidak semua kejahatan itu pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran HAM yang berat itu kan genocide, ethnic cleansing, tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini. Mungkin terjadi justru pada waktu kolonial," kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (21/10/2024).

"Tapi dalam beberapa dekade terakhir ini hampir bisa dikatakan tidak ada kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat," sambungnya.

Besoknya pada Selasa (22/10/24) Menteri Koordinator Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra kemudian  meluruskan pernyataannya yang menyebut Tragedi 98 bukan pelanggaran HAM berat.

Yusril berdalih, jawaban itu dia sampaikan menanggapi ada tidaknya genosida dan pemusnahan etnik atau ethnic cleansing di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

"Semuanya nanti kami lihat apa yang direkomendasikan sama Komnas HAM kepada pemerintah. Karena kemarin itu tidak begitu jelas apa yang ditanyakan kepada saya apakah terkait dengan masalah genocide ataukah ethnic cleansing. Kalau memang dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998," kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10/2024). 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!