NASIONAL

Kondisi Keluarga di Indonesia Dikhawatirkan Hambat Penanganan Stunting

"Sekarang banyak ibu yang bekerja, tentu saja ini akan berdampak terhadap pola pengasuhan bayi,"

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

balita
Petugas Posyandu melakukan penimbangan berat badan Balita (16/1/2023) di Medan, Sumut. (Foto: ANTARA/Yudi Lmo)

KBR, Jakarta- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) khawatir target penurunan angka stunting pada 2024 menjadi 14 persen sulit dicapai.

Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi BKKBN Soetriningsih mengatakan saat ini kondisi keluarga di Indonesia masih menghadapi banyak masalah. Salah satunya tingginya persentase penduduk miskin yang mencapai 9,36 persen atau 25,90 juta jiwa. Padahal keluarga memiliki peran penting dalam mencegah stunting dan gizi buruk.

"Kemudian angka perceraian itu juga semakin meningkat dari tahun ketahun (total 463.654). Kemudian balita mengalami stunting itu di 2022 ada 21,6 persen. Sementara untuk 2023 menurut SKI, 21,5 persen. Dari 70 persen pengguna napza itu 27 persennya usia produktif atau remaja," ujar Soetriningsih dalam keterangan secara daring, Selasa (16/7/2024).

Baca juga:

Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi BKKBN Soetriningsih menambahkan, berbagai tantangan umum yang dihadapi keluarga saat ini meliputi kesibukan orang tua hingga kekerasan lingkungan. 

"Kesibukan orang tua, ini juga bisa kita pahami bersama karena tuntutan bersama kehidupan, ekonomi, harga yang makin mahal. Kemudian sekarang banyak ibu yang bekerja, tentu saja ini akan berdampak terhadap pola pengasuhan bayi atau balita nantinya. Tentu saja kesibukan orang tua bukan hanya pada ibu tapi juga pada ayah," ucapnya. 

Soetriningsih mengingatkan dampak buruk stunting terhadap kualitas sumber daya manusia generasi masa depan Indonesia. 

Ia mengungkapkan, Indonesia masuk di urutan 130 sebagai negara dengan tingkat kecerdasan (IQ) tertinggi di tahun 2022, dengan rata-rata IQ sebesar 78,49.

"Ini sangat berpengaruh, karena dampak dari stunting adalah tidak berkembangnya otak secara maksimal. Sehingga ini berdampak bagi kecerdasan bangsa," kata Soetriningsih.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!