NASIONAL
Koalisi Desak RUU Masyarakat Adat: Lindungi Hak Perempuan dan Alam!
Karena salah satu yang akan dibahas di dalamnya terkait hak-hak perempuan adat yang mungkin perempuan adat termasuk di dalamnya kelompok-kelompok tereksklusi," ujar Veni.
AUTHOR / Siska Mutakin
-
EDITOR / Resky Novianto

KBR, Jakarta- Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat mendesak agar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat disahkan untuk melindungi hak perempuan dan alam.
Hal itu dsampaikan oleh Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat, Veni Siregar dalam diskusi publik memperingati Hari Perempuan Internasional yang bertajuk “Urgensi UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat sebagai Payung Hukum Perlindungan Hak-Hak Perempuan atas Wilayah dan Sumber-Sumber Penghidupan” pada 13 Maret 2025.
"Karena salah satu yang akan dibahas di dalamnya terkait hak-hak perempuan adat yang mungkin perempuan adat termasuk di dalamnya kelompok-kelompok tereksklusi," ujar Veni.
"Mungkin ada kawan-kawan disabilitas dan ini bagian yang mungkin bagian dari gerakan perempuan yang salah satu ikhtiar untuk mengkoreksi budaya yang mendiskriminasikan dan melakukan kekerasan terhadap perempuan di lain kebijakan-kebijakan yang ada," tambahnya.
Veni menyebut RUU Masyarakat Adat ini telah diperjuangkan selama dua dekade, namun belum juga disahkan.
Menurutnya, RUU ini tidak hanya soal hak atas tanah atau wilayah adat, tetapi juga soal pengakuan terhadap kelestarian budaya, adat istiadat, dan hukum yang mereka junjung.
"Karena tidak mungkin bicara tentang hak masyarakat hukum adat kita meninggalkan hak-hak tradisionalnya, secara entitas kita sebagai rakyat Indonesia yang memiliki budaya yang lahir dari nilai-nilai masyarakat adat, kita berangkat dari keduanya," jelas Veni.
"Pengakuan hak atas tanah itu penting, tapi pengakuan kelestarian atas budaya, tata krama, komunitas, dan kekuatan masyarakat adat itu adalah sama dengan kekuatan perempuan, kekuatan komunitas, kekuatan bersama," imbuhnya.
Selain itu, Veni juga menyoroti pentingnya melibatkan perempuan dalam pembahasan RUU ini, jika tidak dikhawatirkan budaya yang ada di dalam masyarakat adat bisa saja mendiskriminasi dan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan.
"Perjuangan untuk mengakui hak perempuan adat, termasuk di dalamnya perempuan dari kelompok minoritas seperti disabilitas, merupakan bagian dari upaya untuk mengoreksi dan memperbaiki budaya yang ada," tegasnya.
Baca juga:
- Penantian 14 Tahun RUU Masyarakat Adat, Hanya Bolak-balik Masuk Prolegnas Prioritas
- RUU Masyarakat Adat Tertahan, AMAN Pesimistis Disahkan Periode Ini
Veni mengingatkan jika RUU ini disahkan, tidak hanya hak atas tanah yang diakui, tetapi juga hak atas kelestarian lingkungan yang harus dijaga bersama.
Menurutnya, dengan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat, masyarakat Indonesia diharapkan bisa lebih sadar akan pentingnya melestarikan budaya lokal dan menghargai kontribusi besar msyarakat adat dalam menjaga kelestarian alam.
"Harapannya RUU ini bisa segera disahkan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak masyarakat adat dan perempuan, serta untuk menjaga alam Indonesia yang semakin terancam," tuturnya.
Sebelumnya, RUU Masyarakat Hukum Adat telah diusulkan sejak 2010. RUU ini masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali periode DPR, dari 2010 hingga 2024.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!