Intimidasi jurnalis masih kerap terjadi, wartawan harus berani mengungkapnya ke publik.
Penulis: Dita Alya Aulia
Editor: Valda Kustarini

KBR, Jakarta – Dewan Pers mendorong insan pers berani bersuara saat menghadapi represi atau ancaman saat menjalankan tugas. Hal ini menanggapi tindakan penyitaan berujung pengembalian kartu identitas pers istana wartawan CNN Indonesia, Diana Valencia oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden.
Ketua Komisi Hukum dan Perundangan Dewan Pers, Abdul Manan tak menampik wartawan kerap mendapat intimidasi apalagi jika meliput isu sensitif. Namun, pemberitaan terkait kekerasan terhadap jurnalis bisa membuka mata publik untuk mengawasi tindakan pejabat publik.
“Wartawan tidak bisa mengendalikan keinginan atau kemarahan orang lain terhadap apa yang dilakukan. Tapi kewajiban wartawan untuk tidak berdiam diri kalau menghadapi kasus kekerasan intimidasi dan semacamnya,” ujar Abdul Manan dihubungi KBR, Senin (29/9/25).
Menurut Abdul, selain itu, sikap-sikap yang mengarah ke represi juga tidak boleh dinormalisasi, sebab jurnalis punya tugas untuk memberikan fakta serta memenuhi hak informasi bagi masyarakat. Praktik intimidasi terhadap wartawan akan mudah ditiru dan menimbulkan ketakutan.
Ia mengapresiasi langkah Biro Pers Sekretariat Presiden yang memulihakn hak liputan wartawan CNN Indonesia. Menurutnya, Istana sadar telah melakukan kesalahan sehingga langsung diperbaiki.
“Tindakan yang sangat tidak produktif bagi Biro Pers Istana mencabut ID karena wartawan bertanya soal sesuatu yang mungkin dianggap di luar konteks kepada Presiden. Saya kira sebagai pejabat publik Presiden kan perlu menjawab apapun yang ditanyakan oleh wartawan,” jelasnya.
Tindakan BPMI diketahui publik setelah percakapan Diana di grup wartawan Istana beredar di media sosial. Postingan itu kemudian memantik kekesalan publik ke pemerintah.

Baca Juga:
Proyek MBG, Emak-Emak di Yogyakarta: Sudah Bayar, Makan Direpresi, Anak Keracunan
Kebebasan Pers yang Dipertanyakan
Sebagai negara demokrasi yang menjadikan pers sebagai salah satu pilarnya, kebebasan pers masih jadi barang mahal. Kasus pencabutan kartu identitas wartawan CNN Indonesia jadi salah satu bukti ada ancaman kebebasan pers.
Padahal, Abdul menyebut yang dilakukan jurnalis Diana Valencia masih dalam koridor kerja jurnalistik. Pertanyaan soal MBG, yang telah menyebabkan banyak anak-anak mengalami keracunan, justru dianggap penting untuk dijawab Presiden karena mewakili publik.
“Karena dia (Diana) bertanya sesuatu yang saya kira sangat besar kepentingan publiknya yaitu soal MBG, saya kira itu pertanyaan yang sangat valid dan pasti akan ditanyakan oleh semua wartawan,” jelasnya
Kata Abdul, pejabat publik seharusnya siap menghadapi pertanyaan apapun dari media. Ia menilai penghukuman lewat pencabutan akses liputan hanya akan merugikan citra pemerintah sendiri.
Meski pemulihan sudah dilakukan, Dewan Pers menilai kasus ini tetap menjadi pengingat penting bagi kebebasan pers. Abdul Manan menyebut kebebasan pers hanya bisa bertahan jika publik merasakan manfaat langsung dari kerja jurnalis.
“Kebebasan pers kan harusnya tidak hanya dinikmati oleh wartawan tapi harusnya juga bisa dinikmati oleh publik. Dan dengan itulah kita berharap bahwa kebebasan pers yang memang sangat tergantung kepada sistem politik itu akan terus dibela oleh publik karena itu penting bagi wartawan,” ujarnya.
Catatan Kekerasan pada Jurnalis
Pada pemerintahan Prabowo-Gibran intimidasi dan represi pada jurnalis masih kerap terjadi, publik belum lupa dengan kiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor media Tempo beberapa bulan lalu. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat hingga 3 Mei 2025 terdapat 38 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida mengatakan ”Kebebasan pers di Indonesia terus memburuk dan masa depan jurnalisme independen makin mencemaskan,” ujarnya.
Sebelumnya, hasil studi AJI pada Maret 2025 menunjukkan tingginya kasus kekerasan di awal tahun yaitu 75,1 persen jurnalis di Indonesia pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun digital. Riset ini didasarkan survei terhadap 2.020 jurnalis di Indonesia.
Tak sampai sana, keadaan kebebasan pers di Indonesia cenderung memburuk. Dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2025, Indonesia menempati peringkat ke-127 dengan 44,13 poin. Posisi itu menurun dibandingkan dengan tahun lalu dengan peringkat ke-111 (51,15 poin).
Peringkat Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, seperti Timor Leste (peringkat ke-39), Thailand (85), Malaysia (88), Brunei Darussalam (97), Filipina (116), dan Singapura (123). Sementara posisi terbawah dalam daftar indeks ini ditempati oleh Eritrea (180), Korea Utara (179), China (178), Suriah (177), dan Iran (176).

Peran Komunitas Pers
FORUM Pemred Indonesia mengatakan negara harus memastikan tidak ada penghalangan kerja jurnalistik di wilayah hukum Indonesia termasuk di lingkungan Istana Kepresidenan.
Ketua Forum Pemred Retno Pinasti mengatakan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik di Indonesia bisa diganjar sanksi pidana. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Pasal itu memberikan sanksi pidana bagi setiap orang yang secara sengaja dan melawan hukum menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 UU Pers," ujar Retno dalam keterangan resmi, Ahad, 28 September 2025.
Senada dengan Retno, Abdul Manan juga menegaskan pemerintah harus konsisten dengan mandat undang-undang dan tidak boleh menjadi pihak yang membatasi kebebasan pers.
“Pemerintah sebagai lembaga eksekutif punya kewajiban untuk melaksanakan Undang-Undang itu termasuk melindungi wartawan ketika menjalankan profesinya. Jadi jangan sampai bukannya melindungi tapi malah menjadi pelaku kekerasan,”
Peran komunitas pers juga penting, supaya jurnalis yang menjadi korban intimidasi mendapat perlindungan dan advokasi serta mendapatkan hak-haknya.
"Komunitas pres yang lain termasuk Dewan Pres dalam menghadapi seperti itu punya kewajiban untuk mengadvokasi wartawan yang mengalami kekerasan semacam," tuturnya.
Ia berharap tak ada lagi penyitaan kartu identitas liputan yang dilakukan pada CNN Indonesia tak akan terjadi di masa mendatang.
Sebelumnya, seorang reporter CNN Indonesia dicabut kartu identitas meliput kegiatan Istana karena bertanya kepada Presiden Prabowo Subianto soal masalah dalam program makan bergizi gratis atau MBG. Pertanyaan itu diajukan sesaat setelah Prabowo kembali dari lawatan luar negeri pada Sabtu, 27 September 2025, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Saat itu dia bertanya apakah Prabowo memberi instruksi khusus kepada Badan Gizi Nasional soal MBG. Biro Pers Istana keberatan atas pertanyaan reporter CNN itu kepada Presiden. Pertanyaan itu, bagi Istana, di luar konteks. Istana lalu mencabut kartu liputan istana milik reporter tersebut.
BPMI Sekretariat Preside melalui Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden (Setpres) Yusuf Permana telah mengembalikan kartu pers Istana milik wartawan CNN Indonesia TV, Diana Valencia. Penyerahan ID pers Istana ini dilakukan dan disaksikan oleh Pemimpin Redaksi CNN TV Titin Rosmasari, pihak Dewan Pers, dan Biro Pers.
"ID khusus Istana itu pun sekarang akan dikembalikan ke yang bersangkutan. Disaksikan juga oleh pemred-nya Bu Titin, yang langsung kami serahkan ke Bu Diana. Bu Erlin. Kemudian kami juga memastikan bahwa kejadian ini tidak akan terulang kembali," ujar Yusuf di Istana, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Baca Juga:
- Menakar Arah IKN Menuju Ibu Kota Politik 2028
- Kasus Keracunan MBG, 3 Upaya Hukum yang Bisa Ditempuh Korban