NASIONAL
Kasus Dugaan Penganiayaan, Keluarga AM di Padang Sempat Diintimidasi dan Ditekan Polisi
Keluarga AM mengaku sempat mendapat tekanan pihak kepolisian dan diminta menandatangani surat persetujuan agar tak memperpanjang kasus itu.
AUTHOR / Heru Haetami
-
EDITOR / Agus Luqman
KBR, Jakarta - Keluarga AM mengaku sempat mendapat tekanan pihak kepolisian dan diminta menandatangani surat persetujuan agar tak memperpanjang kasus itu.
AM adalah siswa SMP berusia 13 tahun yang meninggal diduga akibat penyiksaan polisi, saat polisi menghalau kelompok remaja yang hendak tawuran pada 9 Juni 2024.
Ayah korban, Afrinaldi mengatakan intimidasi itu diterima keluarga saat mendatangi Polsek Kuranji.
"Waktu itu, kakek, suami tante yang duluan ke Polsek. Dia komunikasi dengan petugas Polsek itu. Dia disuruh menandatangani surat biar nggak menuntut," ujar Afrinaldi di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Sementara itu, ibu korban, Anggun Andriani juga sempat dimarahi petugas saat mencari tahu informasi tentang anaknya. Menurut Anggun, polisi menuduh korban membawa senjata tajam.
"Pertama datang polisinya sudah marah-marah. Dibilangnya 'anak ibu tawuran, melompat'. Saya yakin dengan anak saya nggak pernah tawuran. Makanya langsung saya ke (RS) Bhayangkara disuruhnya. Tanpa menghiraukan kata-kata polisi, yang marah-marah katanya ada senjata tajam," ujar Anggun.
Baca juga:
- Polda Sumbar Bantah Tutup Kasus Tewasnya Afif, Kontras: Gegabah
- Mengapa Kekerasan oleh Aparat Sulit Dihentikan
Tak hanya di Polsek, dugaan menghalang-halangi melihat kondisi AM juga terjadi di RS Bhayangkara, Padang.
Paman AM, Riki Lesmana melihat kondisi Afif tidak terlihat seperti korban jatuh dari ketinggian, seperti klaim yang selama ini disampaikan pihak kepolisian.
"Nyampe rumah saya buka semuanya jenazah. Muka mulus, kaki mulus, cuma bekas dia ditendang polisi. Cuma yang sebelah kiri ini (menunjuk bagian badan) memar semua," kata Riki di Jakarta, Rabu, (3/7/2024).
Riki Lesmana mengaku, saat berusaha mengambil keponakan usai proses forensik, petugas juga mencoba melarang keluarga melakukan autopsi ulang.
"Ditakut-takutin juga sama polisi. Kalau bisa jangan diautopsi ulang. Harus pribadi bayar lagi Rp20 juta. Pihak kepolisian ngomong begitu sama saya," katanya.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!