Ada 1.315 eks anggota Jemaah Islamiyah yang berikrar setia ke NKRI.
Penulis: Yudha Satriawan, Hoirunnisa, Naufal Nur Rahman, Muthia Kusuma, Sindu
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak ingin eks anggota Jemaah Islamiyah (JI) kembali terlibat aksi-aksi terorisme. Itu sebab, BNPT akan membuat peta jalan atau roadmap untuk mendampingi eks anggota Jemaah Islamiyah (JI), yang belum lama ini resmi membubarkan diri.
Kepala BNPT Eddy Hartono akan berkoordinasi dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror untuk menyusun peta jalan. Menurutnya, pendampingan itu merupakan kewajiban negara.
"Itu di dalam amanat UU Nomor 5 Tahun 2018 (tentang pemberantasan tindak pidana terorisme). Sehingga ini yang akan kami lakukan ke depannya. Kami dengan Densus 88 akan membuat semacam peta jalan (atau) roadmap untuk melakukan pendampingan dan pembinaan kepada mantan-mantan eks Jemaah Islamiyah. Itulah kewajiban negara, jangan sampai mereka kembali lagi," ujar Eddy dalam konferensi pers pernyataan akhir tahun, Senin, (23/12/2024).
Kepala BNPT Eddy Hartono menjelaskan, pembinaan dan pendampingan terhadap eks anggota Jemaah Islamiyah, meliputi wawasan kebangsaan, keagamaan, dan kewirausahaan. Hal tersebut sesuai UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Kata dia, dalam catatan BNPT, ada 1.315 eks anggota Jemaah Islamiyah yang berikrar setia ke NKRI di Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu, 21 Desember 2024. Proses itu juga menandai bubarnya organisasi terlarang tersebut.
Pertama di Dunia?
Menurut Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri (Densus 88) Sentot Prasetyo, pembubaran organisasi Jemaah Islamiyah adalah langkah positif. Organisasi ini dicap sebagai kelompok teroris dunia.
Pembubaran JI diklaim kejadian pertama di dunia, di mana ada organisasi teroris membubarkan diri sukarela. Namun kata dia, perlu waktu lama mengubah pola pikir para bekas anggota JI, agar mau menerima Pancasila dan NKRI.
"Jemaah Islamiyah tidak dibubarkan oleh pemerintah atau pihak kepolisian, melainkan membubarkan diri atas keputusan internal mereka sendiri. Keputusan ini (pembubaran) bukan hasil tekanan atau paksaan, melainkan berdasarkan kajian mendalam serta refleksi panjang, yang dilakukan tokohnya," ujar Sentot dalam sambutannya Minggu, 22 Desember 2024.
JI Membubarkan Diri
Keputusan pembubaran diumumkan 16 petinggi Jemaah Islamiyah (JI) di markas BNPT, Bogor, Jawa Barat, Minggu, 30 Juni 2024. Dalam tayangan di situs YouTube Arrahmah_id, belasan petinggi JI mengumumkan pembubaran organisasi mereka.
Pembubaran diklaim berdasarkan hasil keputusan majelis para senior dan para pimpinan lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang berafiliasi dengan Jemaah Islamiyah.
Salah satu petinggi JI, Abu Rusdan membacakan enam poin yang menyertai keputusan pembubaran Jemaah Islamiyah. Salah satu poin itu adalah siap terlibat aktif mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Lima, siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Abu Rusdan, seperti dikutip KBR dari YouTube Arrahmah_id, Selasa, 24 Desember 2024.
Bebas dari Terorisme?
Pakar terorisme yang juga pendiri media ruangobrol.id, Noor Huda Ismail menilai, pembubaran Jemaah Islamiyah tak membuat Indonesia lepas dari terorisme.
“Saya ulangi lagi bahwa bubarnya JI itu bukan berarti selesainya permasalahan terorisme di Indonesia,” ucap Noor Huda Ismail dikutip dari kanal YouTube Berita KBR, Selasa, 18 Juli 2024.
Noor Huda Ismail menyebut usai pembubaran tetap diperlukan deradikalisasi, dengan memerhatikan sejumlah faktor.
“Peran keluarga itu amat sangat penting dan yang paling penting itu adalah bagaimana dampak pembubaran JI itu tidak hanya kepada state security yaitu keamanan negara tetapi pada human security. Bagaimana masalah psikologi, bagaimana masalah stigmatisasi itu harus dibicarakan dan negara tidak bisa bergerak sendiri,” ungkap Noor Huda.
Permintaan Maaf
Sementara itu, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar menyoroti tidak adanya permintaan maaf oleh Jemaah Islamiyah saat menyatakan pembubaran organisasi. Menurutnya, kelompok yang sudah eksis selama tiga dekade itu harus meminta maaf ke publik, terutama kepada korban kejahatan aksi terorisme yang telah mereka lakukan.
"Mereka malah membicarakan tentang aset-aset sekolah, pesantren yang mereka miliki. Jadi, saya kira permohonan maaf itu haruslah ditujukan kepada publik Indonesia dan internasional, karena pembunuhan-pembunuhan yang sudah mereka lakukan itu telah menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap publik nasional dan internasional," ucap Chaidar kepada KBR, Jumat, (5/7/2024).
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar menambahkan, pemerintah harus menindaklanjuti serius pernyataan pembubaran Jemaah Islamiyah. Dia mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT memastikan kurikulum dan materi ajar di lembaga pendidikan milik JI, tidak memuat materi kekerasan.
Selain itu, menurut dia, BNPT mesti mewaspadai kelompok JI di luar negeri yang dianggap masih berpeluang tak sepakat dengan pernyataan pembubaran itu. Dia menduga, JI di luar negeri masih rentan terafiliasi penyandang dana dari Al-Qaeda maupun kelompok teroris lain.
Sekilas tentang Jemaah Islamiyah
Mengutip laporan bbc.com, JI atau Organisasi Keislaman dibentuk di Malaysia akhir 1980-an. Deklaratornya sejumlah ekstrimis Indonesia yang mengasingkan diri di Negeri Jiran. Kelompok ini bertujuan mendirikan negara Islam di Indonesia, dan sejumlah wilayah lain di Asia Tenggara.
Jejaring kelompok ini berkembang dan tersebar menjadi sel-sel di Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Pada awal dibentuk, JI menggunakan cara damai untuk mewujudkan tujuan mereka. Tetapi, pertengagan 1990-an, JI mulai menggunakan kekerasan.
Di Indonesia, Jemaah Islamiyah bertanggung jawab atas serangkaian bom saat malam Natal pada tahun 2000, juga bom di Bali 2002. Tercatat, 202 orang tewas akibat bom di Bali, 88 di antaranya warga Australia.
Posisi Indonesia
Menurut data terbaru BNPT, situasi keamanan Indonesia membaik berdasarkan laporan Global Terrorisme Index (GTI) 2024, yakni ada di posisi 31, dan masuk kategori berisiko rendah atau low impacted. Sementara dalam laporan Global Peace Index 2024, Indonesia mendapat predikat daerah dengan perdamaian tinggi di peringkat 48.
Baca juga: