NASIONAL

Janji Pemerintah Selesaikan Permasalahan Pupuk Subsidi

""Di 2024 ini saya sudah ngomong ke Menteri Keuangan, agar subsidi pupuk ditambahkan senilai angka hitung-hitungan kita Rp14 triliun, harus ditambah," kata Presiden Joko Widodo."

AUTHOR / Astri Yuanasari

Janji Pemerintah Selesaikan Permasalahan Pupuk Subsidi
Ilustrasi. Petani menyiapkan benih padi sebelum penanaman padi di Kabupaten Aceh Besar, Jumat (22/12/2023). (Foto: ANTARA/Ampelsa)

KBR, Jakarta - Pemerintah mengklaim melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi. 

Presiden Joko Widodo berjanji menambah anggaran untuk subsidi pupuk tahun ini sebesar Rp14 Triliun. Hal ini disampaikan Jokowi dalam acara Pembinaan Petani Se-Provinsi Jawa Tengah di Banyumas, Selasa lalu.

"Sehingga di 2024 ini saya sudah ngomong ke Menteri Keuangan, agar subsidi pupuk ditambahkan senilai angka hitung-hitungan kit 14 Triliun harus ditambah. Untuk menutup kekurangan pupuk yang ada di lapangan," kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (2/1/2024).

Sebelumnya, pada Desember 2023, Jokowi juga memerintahkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyederhanakan prosedur bagi para petani yang membutuhkan pupuk subsidi tanpa harus menggunakan kartu tani. Ini akan diberlakukan di sejumlah daerah tertentu.

Hingga saat ini para petani Indonesia masih mengeluh sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi di lapangan. Berbagai permasalahan terjadi, mulai dari birokrasi yang rumit, lokasi pengecer yang jauh dari petani, hingga adanya permainan harga pupuk.

Suhendar, petani dari kecamatan Campakamulya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengeluhkan harga pupuk bersubsidi di tingkat pengecer yang berbeda-beda. Keluhan itu ia sampaikan langsung kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat mengunjungi Jawa Barat, awal Desember lalu.

"Antara pengecer di kecamatan lain sama pengecer di kecamatan saya itu berbeda jauh hampir Rp50.000. Pupuknya itu mahal. Terus satu lagi, saya kan perbatasan nih. Jadi antara perbatasan saya, katakanlah bisa antara perbatasan kecamatan sama kecamatan lain itu bisa beli di kecamatan lain. Jadi itu yang bikin saya ribet juga pak. Petani-petani yang kecil yang hanya butuh 20 kilo 10 kilo itu sangat darurat sekali. Jadi terdekat dari kecamatan harus beli ke kecamatan lain, dalam jangka waktu harus (menempuh jarak) 20 kilometer," kata Suhendar dikutip dari YouTube BPPSDMP Kementan RI, Rabu (6/12/2023).

Baca juga:

Serapan rendah

Di sisi lain, penyerapan pupuk bersubsidi hingga akhir tahun lalu hanya sekitar 60 persen secara nasional. Data ini diungkap Asisten Pemeriksa Keasistenan Utama Ombudsman RI Miftah Firdaus, awal Desember lalu.

"Ternyata per awal Oktober tingkat penebusan hanya sekitar 60% ke bawah itu nasional. Kemudian rata-rata ada 22 provinsi yang memang penyerapannya masih rendah juga, salah satunya di Banten yang dekat dengan Jakarta, ini penyerapannya paling rendah kalau tidak salah sekitar 35% ke bawah. Dari data ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat penyaluran atau penebusan pupuk ini ternyata menjadi salah satu indikasi bahwa masih ada permasalahan dalam mekanisme penebusan pupuk bersubsidi," kata Miftah, dalam Webinar Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi, Rabu (6/12/2023).

Miftah menambahkan, hingga Oktober 2023, masih ada sekitar 4,3 juta petani belum bisa atau sama sekali tidak bisa menebus pupuk bersubsidi. Padahal jumlah petani yang terdaftar dalam portal e-alokasi ada sekitar 15 juta orang.

Miftah mengatakan, masalah utama yang menghambat petani menebus pupuk adalah penerapan mekanisme penebusan secara tunggal di kios pengecer. Misalnya kios hanya menerapkan satu mekanisme penebusan, yakni kartu tani. Namun ada gangguan teknis pada kartu tani, atau titik kios tidak terjangkau jaringan atau sinyal.

Meski sudah ada komitmen perbaikan dari pemerintah, proses penyaluran pupuk subsidi untuk petani masih mendapat kritikan.

Pengamat pertanian sekaligus Kepala Pusat Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa meminta pemerintah mengalihkan subsidi pupuk menjadi subsidi langsung kepada petani.

"Sikap kami sudah tegas, alihkan subsidi terhadap pupuk ini ke subsidi langsung. Kalau secara langsung kan enggak ada masalah sama sekali. Sementara ini yang menjadi konsen petani, ketika petani butuh pupuknya tidak tersedia. Ya walaupun itu terjadi di beberapa wilayah jadi seperti itu tidak tepat waktu. Kalau tidak tepat jumlah ya pasti tidak tepat juga. Kalau mekanisme yang sekarang ini kan petani organik sama sekali tidak dapat subsidi kan. Karena dia tidak menggunakan pupuk kimia, sehingga dia tidak mendapatkan manfaat dari subsidi pupuk tersebut," kata Andreas kepada KBR.

Editor: Agus Luqman

  • pupuk subsidi
  • petani
  • serapan pupuk
  • pertanian
  • produksi padi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!