NASIONAL
Hukum Berat Kapolres Ngada Pelaku Kekerasan Seksual Anak!
"Pentingnya penegakan hukum yang cepat dan transparan, serta pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual yang melibatkan aparat,"

KBR, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan kekhawatiran terhadap maraknya kasus kekerasan seksual pada anak yang melibatkan aparat, salah satunya kasus Kapolres Ngada di Nusa Tenggara Timur.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan polisi sebagai aparat hukum seharusnya melindungi bukan menjadi pelaku.
“Aduh ini kekerasan seksual ini luar biasa ya, bisa membuat anak hari ini dan seterusnya itu berdampak sangat panjang. Belum lagi fisik, psikis, psikologis, mental ya, terutama kelihatannya ini memang anak yang paling kecil yang sangat rentan ya, dari sisi fisik terutama,” ujar Maryati dalam Ruang Publik KBR, Kamis (13/03/2025).
Ai menyebut perlunya keterlibatan berbagai pihak untuk rehabilitasi dan perlindungan korban, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan keselamatan dan pemulihan korban.
“Karena kerentanan kalau ada orang yang sangat kuat gitu ya, diduga sebagai pelaku, maka intimidasi, ancaman, dan segala sesuatu itu bisa saja terjadi dan bahkan ketika anak yang menjadi korban itu ada keluarga, keluarga besarnya yang juga rentan gitu ya menghadapi situasi itu,” katanya.
Ai menyebut KPAI saat ini sedang melakukan beberapa langkah komperehensif dalam perlindungan anak seperti kesehatan fisik dan psikisnya.
"Pentingnya penegakan hukum yang cepat dan transparan, serta pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual yang melibatkan aparat," tuturnya.
Ai juga mengingatkan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab seluruh pihak terkait. Ia juga berkomitmen untuk terus mengawasi dan mendukung langkah-langkah ini agar perlindungan anak di Indonesia dapat berjalan lebih baik dan berkelanjutan.
KPAI mencatat tren kekerasan seksual pada anak kini menunjukan pergeseran usia korban yang sebelumnya rentan usia 14-18 tahun sekarang menjadi 6-8 tahun.
Baca juga:
- Polisi Lakukan Kekerasan Seksual, Kompolnas: Sanksi Tegas!
Kompolnas Dorong Sanksi Tegas
Komisioner Kompolnas Choirul Anam menegaskan penegakan hukum terhadap pejabat publik yang melakukan tindak pidana harus lebih keras dengan pemberatan hukuman, terutama jika kejahatan yang dilakukan melibatkan kekerasan seksual terhadap anak.
“Ketika yang melakukannya adalah pejabat publik ya di hukumnya harus lebih keras ada pemberatan di sana satu, apalagi yang korbannya adalah anak-anak dengan kekerasan seksual, itu juga harus lebih keras. Ini komitmen yang harus diresapi oleh semua penegak hukum sehingga akan menjadi satu pembelajaran penting bagi kita semua,” tegas Anam pada Ruang Publik KBR, Kamis (13/03/2025).
Anam menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh hanya berfokus pada menghukum pelaku, tetapi juga harus memastikan bahwa hak-hak korban terpenuhi.
“Kalau dalam konteks etik ya pecat, pemberhentian tanpa format gitu ya PTDA kalau pidana ya pidana secara maksimal kalau saya ya seumur hidup gitu dengan berbagai dimensi pelanggaran ya undang- undang anak lah KUHP dan sebagainya, narkoba dan sebagainya layak untuk dihukum semaksimal mungkin," ucap Anam.
"Jangan sampai kita lupa ya karena kita marah terhadap peristiwanya, marah pada pelakunya kita lupa pada korbannya. Nah korban ini yang juga harus diberikan haknya dan kita ingatkan kepolisian negara termasuk juga pelaku yang punya kewajiban untuk memberikan restitusi,” imbuhnya.
Anam menekankan bahwa tanpa hukuman pidana yang maksimal, kejadian serupa berpotensi terus berulang, merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, dan melemahkan komitmen pemberantasan kejahatan.
“Banyak kasus yang hanya berhenti di sidang etik dengan pemecatan atau demosi, padahal seharusnya ada hukuman pidana maksimal. Kalau ada pidana, ya harus diproses secara pidana. Itu satu-satunya cara untuk memastikan agar kasus serupa tidak berulang,” tambah Anam .
Anam juga menegaskan bahwa pembentukan Direktorat Baru PPPA merupakan langkah konkret dalam memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Menurutnya, komitmen ini harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar retorika, terutama dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang melibatkan pejabat publik.
“Ada komitmen perlindungan perempuan dan anak, dan sekarang lah pintu masuk untuk menunjukkan bahwa komitmen itu berwujud salah satunya ya dengan memastikan bahwa sanksi berat terhadap Kapolres di Kabupaten Ngada itu harus maksimal, semaksimal mungkin dengan pasal-pasal yang saya kira bisa berlapis,” jelas Anam
Sebelumnya, kinerja polisi kembali disoroti publik. Salah satu kasus yang mengemuka adalah tindakan Kapolres Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT) Fajar Widyadharma Lukman yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada tiga anak. Fajar diduga juga terlibat kasus narkoba. Dia ditangkap pada 20 Februari lalu.
Baca juga:
- Jadi Korban Salah Tangkap Polisi, Kusyanto Pencari Bekicot Trauma
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!
zahra venno5 days ago
HUKUM SEADIL ADILNYA!!! UDAH JANGAN BIKIN TAMBAH GAPERCAY SAMA POLISI:(