NASIONAL
HGB di Atas Pagar Laut, Bentuk Privatisasi dan Perampasan
Tak masuk akal ketika ada sertifikat HGB bukan di atas daratan.
AUTHOR / Astri Yuana Sari, Ardhi Ridwansyah
-
EDITOR / Sindu

KBR, Jakarta- Aktivis Lingkungan dari Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Oktrikama Putra mengatakan, terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lokasi pagar laut di Kabupaten Tengerang, Banten, adalah bentuk privatisasi dan perampasan sumber daya laut. Oktrikama menyebut, tak masuk akal ketika ada sertifikat HGB bukan di atas daratan.
"Padahal secara hukum pada dasarnya mulai dari bibir laut mulai dari bibir pantai hingga ke tengah laut itu tidak ada, tidak boleh diprivatisasi perorangan maupun dari pihak perusahaan atau pengembang karena itu pure milik negara dan bisa diakses oleh semua orang," kata Oktrikama kepada KBR, Senin, (20/1/2025).
Oktrikama meyakini, titik-titik di sekitar pagar laut tersebut pasti akan dibangun proyek reklamasi yang berfokus pada ekonomi skala besar. Sebab menurutnya, hal-hal seperti ini sudah terjadi di proyek-proyek sebelumnya, seperti proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Analisis saya sendiri kenapa ini dipagari lebih dulu karena ini adalah salah satu cara untuk menutup akses nelayan dan masyarakat pesisir. ketika nelayan dan masyarakat pesisir ini sudah ditutup aksesnya untuk ke laut untuk mereka mencari ke tempat mata pencaharian, otomatis mereka akan terpaksa untuk terpinggirkan dari situ, mereka akan terpaksa secara terpaksa pergi dari situ," kata dia.
Oktrikama mengatakan, cara-cara lain untuk mengusir nelayan dari wilayah reklamasi, juga akan dilakukan dengan mengajak keluarga nelayan bekerja di perusahaan, hingga tindakan represif dan intimidasi kepada masyarakat sekitar.
Padahal, kata Oktrikama, wilayah pagar laut itu adalah tempat strategis untuk nelayan sekitar mendapatkan hasil tangkapan, seperti tengiri, kakap dan kepiting rajungan. Namun setelah pemagaran, penghasilan nelayan menurun drastis. Selain itu, nelayan sekitar juga harus mencari jalan memutar melewati pagar laut, yang membuat biaya melaut naik hingga tiga kali lipat.
"Terlebih itu untuk kepiting rajungan. Yang biasanya itu sampai belasan kilo sekali melaut, sekarang kurang dari tiga kilogram," kata dia.
HGB di Atas Laut
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala BPN Nusron Wahid mengakui wilayah pagar laut di pesisir Tangerang, Banten, mengantongi sertifikat hak guna bangunan HGB. Selain berbentuk HGB, juga ditemukan sertifikat hak milik SHM di kawasan pagar laut itu.
Ini bertolak belakang dengan pernyataan dia pekan lalu yang mengatakan tidak tahu-menahu terkait adanya pagar laut. Nusron berjanji akan menindak jika penerbitan sertifikat terbukti tak sesuai prosedur.
"Terhadap pihak-pihak yang terlibat dan terkait dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, manakala terbukti berada di luar garis pantai, manakala terbukti tidak compliance (patuh), manakala terbukti tidak sesuai prosedur, dan manakala terbukti tidak sesuai dengan aturan berlaku kami akan tindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," ucapnya saat konferensi pers di kantornya, Senin, (20/1/2025).
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut, jumlah sertifikat hak guna bangunan itu sebanyak 260-an bidang. Ratusan bidang itu dimiliki beberapa perusahaan, yakni atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 230-an bidang, dan atas nama PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang, sedangkan perseorangan 9 bidang.
Sertifikat HGB terbit pada 2023. Pada tahun itu, menteri ATR/BPN dijabat oleh Hadi Tjahjanto eks panglima TNI.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!