NASIONAL
Gelar Profesor Kehormatan, Guru Besar: Kok Sepertinya Gampang Sekali
"Kami memperoleh itu dari karier bawah, dengan berdarah-darah. Syarat berat dan tidak semua orang bisa memperolehnya."
AUTHOR / Yudha Satriawan
-
EDITOR / Muthia Kusuma
KBR, Solo- Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) menyoroti maraknya pemberian gelar profesor kehormatan. Juru bicara majelis dewan guru besar PTNBH, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap fenomena ini.
"Kami berpandangan akhir-akhir ini banyak gelar kehormatan terutama profesor ya, kalau doktor ya tidak masalah, yang diberikan seharusnya ada kriterianya. Yang bersangkutan sudah memberikan sumbangsih luar biasa pada dunia pendidikan, ilmu tertentu, sehingga dia layak untuk mendapatkan profesor. Tapi ternyata fenomena yang kita lihat tidak seperti itu," tegas Harkristuti di UNS Solo, Jumat (8/11/2024).
Baca juga:
Menurut Harkristuti, seseorang yang layak menyandang gelar profesor harus memiliki kontribusi yang signifikan terhadap dunia pendidikan atau ilmu pengetahuan, ketimbang unsur politis.
"Mereka tidak jelas apa yang menjadi achievement-nya, keberhasilannya, tapi kok bisa mendapat atau menyandang profesor kehormatan. Profesor itu jabatan akademik, bukan pemberian. Kami memperoleh itu dari karier bawah, dengan berdarah-darah. Syarat berat dan tidak semua orang bisa memperolehnya. Lha kalau di pejabat luar akademis, kok sepertinya gampang sekali. Ini yang menjadi komplain internal kami," tambahnya.
Pertemuan para guru besar PTNBH ini juga membahas berbagai isu terkini terkait dunia pendidikan tinggi, termasuk upaya menjaga martabat gelar profesor dan memastikan kualitas pendidikan di Indonesia tetap terjaga.
Selama dua hari ini, ada 90 guru besar dari 17 kampus negeri berstatus badan hukum berkumpul di Solo, Jawa Tengah. Mereka membentuk kepengurusan Dewan Majelis Guru Besar PTNBH.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!