"Dengan adanya penetapan tarif baru PPN akan ikut memengaruhi pencapaian atau target yang ingin disasar oleh pemerintah di tahun depan,"
Penulis: Shafira Aurel
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Ekonom dari CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyarankan pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025.
Yusuf menegaskan, rencana itu berpotensi menghambat target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen tahun depan. Kenaikan PPN juga membebani masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, dengan risiko inflasi yang lebih tinggi.
"Kami tentu berharap pemerintah bisa menunda sementara waktu untuk tidak menaikkan tarif PPN ke level 12 persen. Karena dampak yang akan diberikan ke perekonomian itu tidak begitu baik. Dengan adanya penetapan tarif baru PPN akan ikut memengaruhi pencapaian atau target yang ingin disasar oleh pemerintah di tahun depan," ujar Yusuf kepada KBR, Selasa (31/12).
Pengamat ekonomi CORE, Yusuf Rendy Manilet menekankan pentingnya kebijakan pendamping seperti pemberian insentif atau subsidi bagi golongan rentan guna menjaga kesejahteraan sosial.
"Jangan pemerintah hanya memikirkan naik saja, untung saja. Tapi juga harus ada penyeimbangnya buat keberlangsungan masyarakat, seperti pemberian insentif dan subsidi untuk golongan atau kelompok rentan," ucapnya.
Baca juga:
Yusuf juga menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2024, yang menurutnya menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil menstabilkan perekonomian secara optimal.
Pemerintah memutuskan tetap akan menaikkan tarif PPN pada awal 2025, meski mendapat penolakan luas dari masyarakat. Saat ini ada 200 ribu orang menandatangani petisi menolak kenaikan PPN.
Baca juga:
- PPN 12 Persen, Perlambat Ekonomi dan Picu Pembangkangan Sipil
- Gerakan Tolak PPN 12 Persen Meluas, dari Mahasiswa hingga K-Popers