NASIONAL

Ditanya Soal RUU Wantimpres, Jokowi: Tanya DPR

"Apakah RUU usul inisiatif Baleg DPR tentang Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi RUU usulan DPR RI?"

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / Rony Sitanggang

Dewan Pertimbangan Agung
Ketua DPR Puan Maharani menerima berkas pandangan fraksi PAN dari Desy Ratnasari dalam rapat paripurna di Senayan, Jakarta, Kamis (11/07/24). (Antara/Rivan)

KBR, Jakarta-   Presiden Indonesia Joko Widodo enggan merespons lebih jauh pertanyaan wartawan tentang revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang disebut akan mengaktifkan lagi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Jokowi meminta wartawan menanyakan hal tersebut ke DPR.

“Itu inisiatif dari DPR. Tanyakan ke DPR. Itu inisiatif DPR,” kata Jokowi di Provinsi Lampung pada Kamis (11/07/24).

Rapat Paripurna ke-22 Masa Sidang V Tahun 2023-2024 mengesahkan revisi Undang-Undang No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres) menjadi usul inisiatif DPR pada Kamis (11/07).

Dalam rapat itu, pendapat tiap fraksi disampaikan secara tertulis anggota DPR perwakilan partai politik kepada Ketua DPR Puan Maharani. Pimpinan rapat paripurna yakni Wakil Ketua DPR, Lodewijk Paulus menanyakan persetujuan anggota yang hadir dan mengetok palu tanda pengesahan.

"Apakah RUU usul inisiatif Baleg DPR tentang Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi RUU usulan DPR RI? (Anggota menjawab setuju)," tanya Lodewijk.

Baca juga:

Sebelumnya sembilan fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres) dibawa ke Paripurna untuk menjadi usul inisiatif DPR.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyebut diantaranya perubahan nomenklatur dari Wantimpres kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lalu, mengubah jumlah keanggotaan dan tidak ada batasan anggota DPA. Selanjutnya menyangkut syarat anggota DPA.

Keputusan DPR ini menuai kritik. Selain karena tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas), Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menduga lembaga negara itu dibentuk hanya untuk mewadahi para ekspresiden. Menurutnya, upaya seperti itu makin mengindikasikan praktik bagi-bagi jabatan yang tidak sehat.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!