NASIONAL
Bukan Cegah Stunting, Ini Tujuan Program Makan Bergizi Menurut Pakar
jika setiap hari diberikan contoh di sekolah, maka budaya makanan bergizi yang ekonomis akan menjadi kultur
AUTHOR / Astri Septiani
-
EDITOR / Muthia Kusuma
KBR, Jakarta - Praktisi Kesehatan Masyarakat, Ngabila Salama, mengungkap program makan bergizi gratis bukan ditujukan untuk mencegah stunting atau tengkes pada anak usia sekolah. Namun, kata dia, program tersebut bertujuan untuk menyiapkan fisik dan mental anak sekolah dalam menghadapi puncak bonus demografi tahun 2030 dan Indonesia Emas tahun 2045.
"Sebenarnya bukan mencegah stunting pada anak usia sekolah. Karena itu sudah terlambat. Tetapi pada anak usia sekolah tersebut sebagai calon orang tua disiapkan fisik dan mentalnya. Fisiknya artinya tidak anemia, apalagi calon ibu hamil agar tidak anemia. Karena jika ibu hamil anemia bisa menyebabkan anak menjadi stunting," ucap Ngabila, Kamis (24/10/24).
"Dan juga siapkan mental, terutama mental pengasuhan dan pemberian nutrisi," sambungnya.
Baca juga:
- Prabowo di Sidang Kabinet: Tidak Dukung Makan Gratis, Silakan Keluar
- Pemerintahan Prabowo Diminta Kaji Ulang Anggaran Jumbo Makan bergizi Gratis
Menurut Ngabila, jika setiap hari diberikan contoh di sekolah, maka budaya makanan bergizi yang ekonomis akan menjadi kultur di masyarakat. Selain itu kata dia, menu makanan bergizi gratis juga bisa direplikasi di rumah. Sehingga nantinya, ketika anak sekolah tersebut sudah menjadi orang tua, balitanya bisa terhindar dari stunting.
Ngabila menyebut anak usia sekolah pada tahun 2045 akan menjadi generasi produktif sebagai ujung tombak loncatan pembangunan bangsa. Selain itu, kata dia, mereka juga akan menjadi penentu apakah Indonesia bisa naik dari jebakan kelas menengah menjadi negara berpendapatan tinggi atau high-income country.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!