NASIONAL

Benarkah Tarif Impor AS Naik 47% Usai Negosiasi dengan Indonesia?

Tim negosiasi dari Indonesia diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
ekonomi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri) di Jakarta memberikan keterangan persiapan pertemuan dengan AS, Senin (14/4/2025). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho

KBR, Jakarta - Situasi global tengah bergejolak pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal atau timbal balik ke ratusan negara di seluruh dunia. Indonesia salah satunya, dikenakan tarif sebesar 32 persen.

Tim negosiasi dari Indonesia yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pekan lalu berangkat ke AS meminta tarif diturunkan.

Namun alih-alih diturunkan, Airlangga menyebut sektor tekstil Indonesia justru terkena tarif yang mencapai 47 persen. Bagaimana hitung-hitungannya?

Airlangga menjelaskan angka 47 persen bukanlah karena kebijakan tarif resiprokal, melainkan kenaikan tarif global sebesar 10 persen.

Hitung-hitungan 47 persen itu muncul karena tekstil Indonesia sudah terkena tarif impor ke Amerika Serikat dengan kisaran 10-37 persen. Sehingga jika ditambah tarif global 10 persen yang berlaku sejak 5 April, total menjadi 47 persen.

"Untuk khusus di tekstil garmen ini kan antara 10 sampai dengan 37 persen. Maka dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10 persen," kata Airlangga pada konferensi pers daring di AS, Jumat (18/4/2025).

Airlangga mengakui kenaikan tarif impor tekstil menjadi 47 persen yang dikenakan AS kepada Indonesia bakal membuat biaya ekspor lebih tinggi.

Apa bedanya tarif resiprokal dan kenaikan 10 persen?

Pada 2 April lalu, Donald Trump mengumumkan dua tarif. Yang pertama adalah kenaikan tarif 10 persen terhadap semua barang yang masuk ke AS dan berlaku secara global mulai 5 April.

Sementara yang kedua adalah tarif resiprokal atau timbal balik, nilai yang ditetapkan berbeda-beda untuk setiap negara, berlaku pada 8 April. Indonesia dikenakan 32 persen tarif resiprokal.

Namun pada 9 April, Trump mengumumkan penangguhan kenaikan tarif tersebut selama 90 hari. Trump menyatakan bersedia bernegosiasi dalam masa penangguhan tersebut. Namun selama masa penangguhan, seluruh negara akan tetap dikenai tarif impor sebesar 10 persen.

Kondisi Perdagangan Indonesia-AS

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam satu dekade terakhir, total nilai perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat mengalami peningkatan yang ditopang oleh ekspor non-migas.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pada periode Januari hingga Maret 2025, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD4,32 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar USD3,61 miliar.

"Surplus neraca perdagangan total tertinggi dengan Amerika Serikat terjadi pada tahun 2022 sebesar 16,57 miliar US dolar," kata Amalia saat konferensi pers secara daring, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan komoditas unggulan Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat selama periode Januari sampai Maret 2025 adalah mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, pakaian dan aksesoris rajutan, pakaian serta aksesoris bukan rajutan, serta lemak dan minyak hewan nabati.

Amalia menyebut Indonesia melakukan impor migas terutama untuk crude petroleum oil dan liquefied propane dan liquefied butane. Sementara impor non-migas meliputi mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, bijih dan buah yang mengandung minyak terutama kedelai, dan mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya.

Baca juga:

    Komentar

    KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!