NASIONAL

Aturan Aborsi di PP Kesehatan, Angin Segar Korban Kekerasan Seksual

Masih ada sejumlah catatan yang ia temukan dalam ketentuan aborsi tersebut.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Sindu

Aturan Aborsi di PP Kesehatan, Angin Segar Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi: Korban kekerasan seksual mengalami kehamilan tak diinginkan. Foto: kpai.go.id

KBR, Jakarta- Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang memperbolehkan praktik aborsi adalah angin segar bagi korban kekerasan seksual.

Namun, menurut Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, masih ada sejumlah catatan yang ia temukan dalam ketentuan aborsi tersebut. Salah satunya, petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang belum memadai.

"Kami merekomendasikan agar peraturan ini diikutsertakan dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis, bagaimana sarana kesehatan yang ditunjuk untuk melaksanakan mandat ini. Kemudian mekanisme koordinasi antara aparat penegak hukum dan layanan kesehatan untuk melaksanakan layanan aborsi (yang aman)," ujar Siti Aminah Tardi kepada KBR Media, Rabu, (31/7/2024).

Informasi dan Kendala

Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, selama ini korban tindak pidana kekerasan seksual tidak pernah diberikan informasi mengenai pelaksanaan aborsi yang aman.

"Korban yang melaporkan kekerasan seksual kepada kepolisian atau lembaga layanan tidak serta merta ia diinformasikan hak untuk aborsi jika misalnya terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki. Termasuk hak korban untuk mendapatkan pil kontrasepsi darurat dalam waktu 5 hari usai TPKS," kata Siti Aminah.

Hal ini menurutnya akan menjadi kendala implementasi, sebab dalam PP Kesehatan diatur usia aman untuk aborsi adalah 14 minggu.

"Ketika tidak diinformasikan sejak awal atau korban baru melapor setelah 14 minggu kehamilan maka ini aka terlampaui izin untuk melakukan aborsi," kata Siti.

Karena itu, pemerintah dan lembaga terkait perlu secara masif melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

"Hal ini harus diinformasikan kepada aparat penegak hukum maupun kepada rumah sakit untuk mencetak kehamilan yang tidak dikehendaki," lanjut Siti.

Praktik Aborsi di PP Kesehatan

Sebelumnya, pemerintah memperbolehkan praktik aborsi bersyarat lewat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang sudah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Terdapat dua kondisi tertentu untuk melakukan aborsi, yakni indikasi kedaruratan medis, dan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Sementara pada Pasal 118 PP 28/2024 disebutkan, kehamilan akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual harus dibuktikan dengan:

a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan

b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!