indeks
Aneh, Putusan PHI atas Kasus Luviana

Pengadilan Hubungan Industrial kemarin memutuskan untuk menerima sebagian gugatan Metro TV atas Luviana. PHK yang dilakukan Metro TV terhadap Luviana secara sepihak sejak 2012 lalu dianggap sah. Pertimbangan PHI: karena hubungan kerja sudah tak harmonis l

Penulis: KBR68H

Editor:

Google News
Aneh, Putusan PHI atas Kasus Luviana
phi, luviana, metro tv

Pengadilan Hubungan Industrial kemarin memutuskan untuk menerima sebagian gugatan Metro TV atas Luviana. PHK yang dilakukan Metro TV terhadap Luviana secara sepihak sejak 2012 lalu dianggap sah. Pertimbangan PHI: karena hubungan kerja sudah tak harmonis lagi dan berpotensi menghambat karir pekerja.

Luviana juga dianggap telah berkinerja baik selama 11 tahun terakhir. Setitik noda yang dilihat PHI adalah aksi stop menonton Metro TV selama sepekan yang dimotori Luviana. Tuntutan Luviana akan pembentukan serikat kerja pun dianggap sebatas tuntutan informal. Dengan kata lain, Luviana tidak dipecat karena tuntutan akan serikat pekerja, melainkan karena aksi yang digerakkan Luviana itu.

Luviana mulai bekerja di Metro TV pada 2002. Lantas pada pertengahan 2007 menjadi asisten produser dan lima tahun setelahnya di-PHK sepihak oleh kantor. Luviana dikenal punya sensitivitas gender yang tinggi. Dia pernah mengkritik pemberitaan Metro TV soal penangkapan PSK oleh aparat keamanan. Dia merujuk pada peraturan KPI soal pedoman perilaku penyiaran. Tapi karena itu, Luviana dianggap terlalu banyak mengkritik.

Yang dianggap sebagai “kesalahan berat” Luviana di mata Metro TV mestinya adalah upaya Luviana membentuk serikat pekerja. Metro TV sebagai kantor media, yang bercuap-cuap soal demokrasi, rupanya belum punya serikat pekerja. Dan tanpa serikat pekerja, maka karyawan ada di posisi yang tak setara dan bisa ditekan perusahaan tanpa pembelaan sama sekali.

Kisah perjuangan Luviana pun menjadi salah satu sajian utama dalam film dokumentar karya Ucu Agustin, berjudul “Di Balik Frekuensi”. Lewat sana, terlihat jelas bagaimana Metro TV terus mengingkari janjinya kepada Luviana dan melakukan tindakan-tindakan sepihak yang tak adil. Hanya karena Luviana bersuara kritis. Ini jelas ironi karena salah satu tugas media adalah mencerdaskan bangsa, juga menyuarakan mereka yang tak punya suara. Tapi ketika suara datang dari dalam, suara itu justru dibungkam secara semena-mena.

Begitu sidang usai, Luviana langsung mengatakan bakal mengajukan kasasi atas putusan PHI ini. Luviana protes lantaran ia di-PHK tanpa mendapatkan hak-haknya. Luviana mengaku kecewa karena hakim punya perspektif yang buruk soal hak untuk berbicara dan berpendapat.

Ini jelas bukan kemenangan bagi Luviana, buruh pers dan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul bagi karyawan. Pengacara Luviana dari LBH Pers mengatakan alasan hakim soal tidak harmonisnya hubungan karyawan dan perusahaan itu tak ada dasar hukumnya. Apalagi yang jadi pertimbangan PHK dianggap sah adalah aksi yang dilakukan Luviana. Padahal aksi tersebut dijamin konstitusi.

Bersuara kritis tak pernah mudah. Dan jurnalis sebagai buruh pun menghadapi banyak kendala untuk bersuara kritis. Seperti buruh yang menuntut UMP lebih tinggi dari yang ditetapkan Pemerintah, kekerasan fisik mesti dihadapi. Begitu juga buruh yang juga jurnalis seperti Luviana. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial belum memuaskan, tapi jalur hukum masih bisa ditempuh. Dan itu yang mesti dikawal bersama.

Jika pekerja media dibungkam dari dalam, siapa dan di mana lagi ada ruang untuk bicara kritis?

phi
luviana
metro tv

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...