NASIONAL
Ancaman Banjir Produk Asing jika Impor Dibebaskan Pemerintah
Arahan Presiden Prabowo jangan diartikan sebagai sinyal membuka keran impor sebesar-besarnya.

KBR, Jakarta– Banjir produk asing berpotensi terjadi di dalam negeri jika impor dibebaskan secara besar-besaran oleh pemerintah.
Potensi ini disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons arahan Presiden Prabowo kepada jajarannya untuk menghapus kuota impor.
“Jadi, kita enggak perlu lagi bicara soal food estate, bicara lagi soal makan bergizi gratis dari bahan pangan lokal itu semuanya enggak ada artinya ketika pasar-pasar impornya semakin besar," kata Bhima kepada KBR, Rabu, (09/04/25).
Untuk itu, Bhima mendorong pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan prematur dalam menanggapi kebijakan tarif impor 32 persen dari Amerika Serikat (AS). Meski, kebijakan itu kini ditunda 90 hari.
“Deal-nya juga belum jadi, tetapi buru-buru kita langsung kenakan tarif nol persen, hambatan dagang di banyak produk pangan kemudian dihilangkan begitu saja, banjir gandum, banjir kedelai, banjir jagung dari Amerika Serikat ini imbasnya kepada para petani di Indonesia bubar program swasembada pangan,” katanya.
Jangan Disalahartikan
Ekonom dari lembaga kajian ekonomi INDEF, Eko Listiyanto mengingatkan agar arahan Presiden Prabowo ke jajarannya untuk menghapus kuota impor jangan diartikan sebagai sinyal membuka keran impor sebesar-besarnya.
“Jika tarif impor dihapus kemudian dibuka sebesar-besarnya tentu akan menyulitkan bagi kita juga untuk mengatur produk mana yang masuk. Kalau kemudian semuanya siapa pun, negara manapun boleh masuk, nah itu nanti kesulitan,” kata Eko kepada KBR, Selasa, (15/04/25).
Menurut Eko, semua kebijakan tetap harus melalui kajian mendalam.
“Maksud kita adalah mau bernegosiasi dengan Amerika Serikat untuk supaya Amerika Serikat tidak terlalu mengalami defisit dengan kita, tetapi yang masuk malah produk Cina dan Vietnam,” imbuhnya.
Eko menjelaskan, harus ada kebijakan pengganti seperti pengenaan tarif impor jika pemerintah berniat menghapuskan kuota untuk mencegah kartel dan memberantas sistem kuota impor yang tidak transparan.
“Kalau penghapusan kuota impor, ya, itu memang ada alasannya karena selama ini kuota-kuota impor memang banyak aspek-aspek yang membuat risiko tidak transparan, dalam konteks impor hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tertentu sehingga itu yang mau dihindari. Dan kalau itu yang dilakukan sih, saya setuju penghapusan kuota dan berubah menjadi berbentuk tarif impor ya. Itu akan lebih mudah,” katanya.
Menurut Eko, kebijakan pengganti dinilai penting untuk memastikan kebijakan pemerintah bisa melindungi pelaku usaha dalam negeri serta menghindari praktik monopoli.
“Kalaupun mau dihapus, penggantinya adalah misalkan tarif. Sehingga pemasoknya itu bisa lebih variatif itu bagus, ya, untuk menghindari monopoli,” tambahnya.
Titah Prabowo
Pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penghapusan kuota impor. Ia meminta jajarannya menghilangkan mekanisme kuota tersebut, sebab dinilai dapat menghambat kelancaran perdagangan.
“Tetapi, yang jelas, menko kemarin, menteri keuangan, gubernur BI ada, ketua DEN ada. Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak” kata Prabowo saat Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa, (08/04/25).
Menurut Prabowo, kebijakan ini bagian dari upaya strategis pemerintah merampingkan birokrasi serta memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha.
“Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” serunya.
Salah satu komoditas yang dicontohkan Prabowo terkait penghapusan kuota impor adalah daging. Ia menginstruksikan kepada menteri Ppertanian dan menteri perdagangan membuka peluang impor bagi siapa pun.
“Siapa saja boleh impor. Mau impor apa, silakan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok, iya, kan. Bikin kuota-kuota, habis itu perusahaan A, B, C, D yang hanya ditunjuk. Hanya dia boleh impor, enak saja,” lanjutnya.
Sistem yang Adil dan Perlindungan Petani
Namun, Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan rencana penghapusan kuota impor komoditas pangan, bukan berarti membuka keran impor secara besar-besaran.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menekankan, langkah itu justru ditujukan untuk menciptakan sistem lebih adil dan efisien, sekaligus tetap melindungi petani dan pelaku usaha domestik.
"Penghapusan kuota impor tidak akan mengancam industri pertanian dalam negeri. Kami tetap berkomitmen kuat mendorong swasembada pangan sambil melindungi kepentingan petani dan usaha lokal," tegas Sudaryono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, (11/4/2025).
Menurutnya, mekanisme baru yang akan diterapkan memungkinkan industri terkait hajat hidup orang banyak mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa melalui pemegang kuota eksklusif.
Volume impor tetap akan diatur pemerintah berdasarkan neraca komoditas untuk mencegah banjirnya produk impor. Dengan sistem itu, harga komoditas seperti daging diprediksi akan lebih terjangkau karena hilangnya biaya monopoli.
"Contoh konkretnya, jika industri membutuhkan daging beku, mereka bisa mengimpor langsung tanpa harus melalui perantara yang selama ini menguasai kuota," kata Sudaryono.
Tetapi, hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan daftar komoditas yang bakal bebas kuota impor.
Kekhawatiran Banjir Produk Impor
Sejumlah pihak khawatir ancaman serbuan barang impor semakin membanjiri Indonesia jika impor dibebaskan. Salah satunya Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). APINDO khawatir kondisi itu bakal mematikan usaha dalam negeri hingga berujung pemutusan hubungan kerja (PHK).
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat APINDO Jakarta, Nurjaman mengaku, salah satu yang membuat cemas adalah poin negosiasi pemerintah Indonesia terhadap Amerika. Poin yang ia cemaskan adalah rencana meningkatkan pembelian produk asal Amerika.
“Lebih baik mengekspor ketimbang mengimpor kalau negosiasi begitu rasanya seperti tukar guling saja, menurut kami itu kurang begitu pas,” ucapnya kepada KBR, Selasa, (8/4/2025).
Ia khawatir dampak kebijakan itu akan membanjiri pasar dalam negeri dengan produk impor. Ia berharap, upaya pemerintah bernegosiasi dengan Presiden Donald Trump jangan hanya bersifat tukar guling saja.
“Sebaiknya apa yang sedang berjalan itu free, jangan akan meningkatkan upaya-upaya pembelian melalui impor, sekarang saja udah banyak (barang impor), kalau nanti kita terlalu banyak impor, ekspornya berkurang, ya, jeblok juga ekonomi kita,” katanya.
Banjir Produk Impor
Kecemasan soal banjir produk impor bahkan sudah dikhawatirkan sejak Maret, sebelum Trump menaikkan tarif impor. Saat itu, sebagian anggota Komisi bidang Perdagangan (VI) DPR mencecar Menteri Perdagangan Budi Santoso karena barang impor ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto menyebut, kondisi tersebut mengancam kelompok UMKM di tanah air.
"Banyaknya barang-barang ilegal impor yang masuk. Pertemuan sebelumnya juga sudah saya sampaikan bahwa ini harus dilakukan tindakan oleh Kementerian Perdagangan," ucap Darmadi saat rapat kerja dengan mendag dan dirut Bulog, Senin, (3/3/2025).
Darmadi menegaskan, tanggung jawab Kementerian Perdagangan untuk melindungi UMKM dari barang impor tertuang Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Jadi, apa yang sudah Bapak lakukan dalam waktu sebulan yang lalu sampai sekarang? Karena saya melihat tidak ada perbaikan,” jelasnya.
Keamanan Produk Lokal
Menurutnya, Kemendag harus mengamankan produk nasional, terutama UMKM, jika arus barang impor bsa menyebabkan kerugian besar atau ancaman bagi produsen lokal.
"Apa yang Bapak sudah lakukan, Kementerian Perdagangan, untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut? Ini saya serius loh, Pak, ini warga negara asing ini sudah di mana-mana, apa yang kita lakukan?" katanya.
Menurut Darmadi, dampak masuknya produk impor yang tidak terkontrol juga sangat besar. Misal di sektor tekstil, berdampak pada matinya produksi yang berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Bukan satu produk, Pak, banyak. Banyak sekali masuk tekstil, sudah banyak ini. Kalian sudah dengar Sritex, 10 ribu PHK karyawan. Apalagi mainan, impornya besar, jam, semua, Pak, saya dapat laporan dari konstituen," ucap Darmadi.
Komisi Perdagangan DPR tidak ingin situasi ini terjadi terus-menerus.
“Nah, terus ini dibiarkan terus-menerus? Padahal amanah Undang-Undang Nomor 7, ada amanah ini Pasal 69, Bapak harus melakukan tindakan pengamanan, mengurangi ancaman,” ujarnya.
Baca juga:
- DPR Semprot Mendag, Produk Impor Ilegal Banjiri Pasar Dalam Negeri
- Saran Ekonom ke Prabowo Sebelum Negosiasi Tarif Impor AS
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!