NASIONAL

AMSI: Banyak Perusahaan Media Tak Punya SOP Penanganan Kekerasan Berbasis Gender

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) meluncurkan Modul dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk perusahaan media.

AUTHOR / Agus Luqman

EDITOR / Sindu

kasus kekerasan seksual di media, kasus kekerasan berbasis gender online di media, kasus KGBO di per
Ilustrasi. (Foto: Image by Freepik.com)

KBR, Jakarta- Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) meluncurkan Modul dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk perusahaan media.

Peluncuran dilakukan sekaligus dengan sosialisasi modul dan SOP kepada berbagai kalangan, seperti pemimpin media, jurnalis, pekerja media, LSM dan publik, melalui daring, Selasa, 23 Juli 2024.

Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika mengatakan, peluncuran dilakukan sebagai bentuk ikhtiar mendorong media untuk melindungi jurnalis dan stafnya dengan memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender online.

"Perusahaan media digital tidak boleh hanya berpikir tentang bagaimana mengelola audiensnya, bagaimana memperoleh manfaat dari produk yang diterbitkan, tapi juga mengedepankan prinsip pengelolaan yang baik dan beretika serta mematuhi prinsip-prinsip ESG. Bagaimana cara kita mencapai itu? Karena itulah AMSI menyusun Modul dan SOP Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)," kata Wahyu Dhyatmika.

Modul dan SOP ini disusun setelah menganalisis hasil riset 'Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media' yang dilakukan AMSI bekerja sama dengan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA).

Peneliti PR2Media Engelbertus Wendratama memaparkan, ini kali pertama sebuah penelitian tentang kesetaraan gender dilakukan dengan subjek berupa perusahaan media.

“Biasanya riset hanya menyasar jurnalis sebagai subyek. Ini kali pertama ada riset soal kebijakan kesetaraan gender di perusahaan media," kata Wendra.

Riset dilakukan Februari-Maret 2024 terhadap 277 responden dari 27 wilayah. Responden terdiri dari jurnalis dan pekerja media untuk mengetahui apa saja kebijakan yang dibuat media terkait KBGO dan perlindungan berbasis gender pada umumnya. 

Survei itu ditindaklanjuti dengan dua kali diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion) untuk mempertajam dan memperkaya hasil riset.

Hasil riset memotret dari aspek ketenagakerjaan dan kerja redaksi. Untuk dimensi kesetaraan gender, maka yang disorot lebih dalam adalah nilai inidividu, budaya internal dan praktik keseharian serta kebijakan berbasis gender dalam perusahaan media, akses ke sumber daya, dan kekerasan seksual luring serta daring.

"Dari lima dimensi yang diukur, maka skor total adalah 44,33 dengan nilai tertinggi 65," kata Wendra.

Dari hasil riset ini, Wendra mencatat masih ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) bagi perusahaan media. Di antaranya soal masih banyaknya stereotip terhadap perempuuan, pembedaan gender untuk pekerjaan tertentu, serta masih adanya ujaran kebencian dengan target perempuan.

Terkait kebijakan berbasis gender, skor yang diperoleh adalah 9 dari nilai maksimal 18.

"Banyak media yang belum punya SOP untuk mengatasi kekerasan berbasis gender serta belum punya aturan proporsi gender dalam aktivitas kerja," kata Wendra.

Salah satu yang jadi sorotan PR2Media adalah persentase kekerasan seksual secara luring dan daring di tempat kerja memiliki nilai yang sama yaitu 5,8 persen.

"Ini sesuai dengan apa yang dikatakan UNESCO, bahwa kekerasan gender luring dan daring itu berjalan bersamaan, dan tidak bisa dipisahkan," kata Wendra.

PR2Media juga menemukan peraturan tertulis untuk menangani Kekerasan Seksual (KS) dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di perusahaan media masih sangat minim atau belum ada sama sekali.

"Meski tidak ada aturan tertulis, lingkungan kerja perusahaan bisa menciptakan ekosistem yang menjunjung kesetaraan gender. Namun. ini sangat tergantung pada kebijakan pimpinan. Kalau pimpinannya bagus, maka tidak apa-apa. Tapi, bagaimana jika tidak?" tanya Wendra.

Wendra menekankan, keberadaan aturan soal GEDI (Gender Equality Diversity and Inclusion) harus dilihat sebagai keunggulan kompetitif perusahaan sehingga bisa lebih baik melayani kebutuhan publik.

"Praktik kesetaraan gender jangan dilihat sebagai beban baru. Tapi, ini justru jadi pendorong positif bagi praktik jurnalisme dan bisnis," kata Wendra.

Baca juga:

Disrupsi digital ganggu perusahaan media

Sementara itu, Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika mengatakan disrupsi digital yang dialami perusahaan media ikut berdampak pada rendahnya kepercayaan publik terhadap pers.

Perkembangan digital dan teknologi memunculkan kehadiran content creator dan banjirnya informasi, yang sedikit banyak membuat media seolah terpinggirkan.

"Salah satu isu yang paling mengemuka adalah trust serta bagaimana mengembalikan kepercayaan publik kepada media," kata Wahyu Dhyatmika.

Pernyataan ini selaras dengan laporan Reuters Institute Digital News Report 2024 yang memperlihatkan tren global penurunan kepercayaan publik terhadap media pemberitaan sampai 40 persen.

Padahal, kata Wahyu, perusahaan pers punya banyak kelebihan dibandingkan content creator yaitu menerapkan disiplin kerja jurnalistik, melakukan proses verifikasi dan konfirmasi, serta taat pada kode etik.

"Ini seharusnya membuat perusahaan media menjadi referensi fakta di tengah banjir informasi digital," kata Wahyu.

Sejak berdiri pada 2017, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) memiliki visi utama yakni membangun media yang bisnisnya sehat dan kontennya berkualitas. Visi itu diwujudkan dengan melaksanakan dua misi yakni memperkuat sistem produksi dan distribusi jurnalisme berkualitas di platform digital dan mendukung upaya membangun ekosistem bisnis yang sehat demi keberlanjutan (sustainability) media di Indonesia.

Karena itu juga, kata Wahyu, perusahaan media perlu menegaskan posisinya sebagai benchmark soal bagaimana seharusnya perusahaan dikelola.

Salah satunya dengan mengadopsi nilai-nilai Lingkungan, Sosial dan tata Kelola (Environmental, Social and Governance, ESG) dalam manajemen perusahaan media.

Diskursus mengenai ESG juga kerap dihubungkan dengan pentingnya penerapan kesetaraan gender, keberagaman dan inklusivitas (Gender Equality, Diversity and Inclusion) atau GEDI di dalam perusahaan.

“Perusahaan media digital tidak boleh hanya berpikir tentang bagaimana mengelola audiensnya, bagaimana memperoleh manfaat dari produk yang diterbitkan, tapi juga mengedepankan prinsip pengelolaan yang baik dan beretika serta mematuhi prinsip-prinsip ESG. Bagaimana cara kita mencapai itu? Karena itulah AMSI menyusun Modul dan SOP Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)," lanjut Wahyu.

Praktik baik di perusahaan media

Salah satu perusahaan media anggota AMSI yang sudah memiliki SOP terkait kekerasan seksual dan KBGO di tempat kerja adalah IDN Times.

Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis menyebut medianya mengeluarkan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja pada 1 Februari 2022.

“Isu kekerasan seksual menjadi perhatian bagi media-media yang ada di bawah IDN Times. Dan keresahan ini meningkat di masa pandemi, ketika orang terperangkap di rumah, punya partner yang abusive, serta ada peningkatan kasus KDRT dan kekerasan seksual. Seraya meliput dan kala itu ikut mendorong dikeluarkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka kita mulai hal yang sama di perusahaan,” kata Uni Lubis.

Aturan tersebut lantas diperbarui dengan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja dan Kekerasan Berbasis Gender Online, pada 1 Maret 2024. IDN Times bahkan mempekerjakan seorang psikolog sebagai konselor kesehatan mental untuk menangani kasus kesehatan mental di perusahaan media tersebut.

“Salah satu yang menonjol dari sebuah perusahaan media yang menargetkan kelompok milenial dan Gen Z adalah kesadaran yang tinggi soal kekerasan seksual, kesetaraan gender, serta KBGO. Dan concern kesetaraan itu juga diturunkan dalam 7 Pilar Konten yang berlaku di IDN Times,” tambah Uni.

Tujuh Pilar Konten dari IDN Times berisi panduan soal bagaimana sebuah konten diproduksi. Ketujuh pilar tersebut adalah kesetaraan gender, antipelecehan seksual, antiperundungan, persatuan dalam perbedaan ras dan etnis, persatuan dalam perbedaan kepercayaan, antistereotipe, serta mendefinisikan kembali arti kata ‘cantik’ (redefining beauty).

“Ini semacam kode etik jurnalistik, yang kalau pakai bahasa (generasi) boomer itu isinya melarang ini melarang itu. Tujuh Pilar Konten IDN Times adalah inti dari kode etik jurnalistik yang berlaku di IDN Times,” kata Uni Lubis.

Baca juga:

Modul dan SOP untuk perusahaan media

Keberadaan SOP ini makin penting setelah Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perusahaan Pers pada 29 April 2024. Ini menunjukkan pentingnya isu kekerasan seksual dan KGBO bagi perusahaan pers.

Penulis modul sekaligus konsultan GEDI, Nita Roshita menyebut Modul dan SOP yang dikeluarkan AMSI berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yang disahkan DPR pada 12 April 2022, dan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 9 Mei 2022.

"Kehadiran SOP ini sesuai dengan visi AMSI, yaitu menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkualitas. Yang kita pertahankan adalah kepercayaan dari publik. Dan media harus menjaga itu," kata Nita.

Nita mengatakan kasus Kekerasan Seksual (KS) maupun Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) bisa terjadi pada perempuan, laki-laki atau gender apa pun.

"Jika laki-laki jadi korban, biasanya mereka jadi korban dua kali. Karena tidak ada yang percaya, mereka akan ditertawakan atau dianggap lemah dan sebagainya," katanya.

Nita menyebut keberadaan SOP ini penting bagi bisnis perusahaan media. Jika terjadi kasus kekerasan seksual atau KBGO di perusahaan media maka akan mengganggu reputasi bisnis. Bahkan, karyawan bisa pergi karena tidak mau jadi korban berikutnya.

“Angka ketidakhadiran karyawan di perusahaan yang ada kasus KS maupun KBGO juga tinggi. Ada riset di Journal of Community Health yang menunjukkan kalau korban punya risiko 1.7 kali lipat untuk tidak masuk kerja selama dua pekan dalam setahun akibat kasus KS. Akibatnya, produktivitas berkurang dan ujungnya investor akan menilai kesehatan manajemen perusahaan yang buruk," lanjut Nita.

Laporan perusahaan konsultan manajemen McKinsey (2020) yang berjudul Diversity Wins: How Inclusion Matters juga menyebut, ruang kerja yang inklusif dan aman dapat meningkatkan profit dan perusahaan menjadi berkelanjutan.

Nita mengatakan modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dikeluarkan AMSI ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan dan kapasitas perusahaan media.

"Kami menyadari bahwa kapasitas perusahaan media itu tidak sama, sehingga SOP ini bisa diadaptasi. Yang terpenting dalam SOP ini adalah prinsip berpihak pada korban," jelas Nita.

Modul juga menjabarkan alur penanganan kasus, mulai dari pengaduan, investigasi internal, sampai akhirnya jatuh pada putusan akhir. Modul juga menekankan pada pendampingan psikologis yang perlu dilakukan perusahaan media bagi korban.

Sebagai tindak lanjut dari diseminasi hasil riset, modul dan SOP ini, AMSI membuka kesempatan bagi perusahaan media anggota AMSI yang terpilih untuk mendapatkan pendampingan dalam menyusun SOP Pencegahan dan Penanganan KBGO sesuai kapasitas media tersebut.

Hasil Riset Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media dapat diakses di https://amsi.or.id/dokumen/riset" class="redactor-autoparser-object">https://amsi.or.id/dokumen/ris...

Modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan KBGO untuk Perusahaan Media dapat diakses di https://amsi.or.id/dokumen

AMSI juga berkolaborasi dengan SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi), FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia), serta Konde.co dan Magdalene.co dalam menyusun “Modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk Jurnalis dan Pekerja Media”, dapat diakses di https://amsi.or.id/dokumen

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!