NASIONAL

52 Ribu Anak di NTB Alami Stunting, Dinkes: Pola Asuh Keliru

Selesai pemberian ASI ekslusif, anak mulai makan tak sesuai dengan gizi yang diberikan.

AUTHOR / Zainudin Syafari

EDITOR / Wahyu Setiawan

stunting
Kader posyandu mengukur tinggi badan balita saat kegiatan pencegahan stunting di Desa Kutuk, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (14/6/2024). ANTARA FOTO/Yusuf N

KBR, Mataram - Sekitar 52 ribu anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami stunting atau tengkes. Jumlah itu setara dengan hampir 13 persen anak sasaran di provinsi tersebut.

Kepala Dinas kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri mengeklaim terus melakukan intervensi untuk menurukan angka stunting di provinsinya.

"Kan kami masih mengacu pada data e-PPGBM (elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) yang by name by address. Jadi jumlah sasaran stunting 12,93 persen. Jumlah stunting tersisa 52.619 orang, by name by address kami data stunting. Namun di belakang kami harus waspadai juga wasting artinya yang gizi buruk yang underweight," kata Lalu Hamzi Fikri, Jumat (19/7/2024).

Lalu Hamzi Fikri mengatakan, anak-anak yang stunting akan terus dipantau melalui posyandu.

Kata dia, fasilitas kesehatan hingga posyandu akan lebih banyak diberikan edukasi untuk mengubah perilaku orang tua dalam penanganan anak stunting.

Edukasi ini penting karena setelah selesai pemberian ASI ekslusif, banyak anak mulai makan tak sesuai dengan gizi yang seharusnya diberikan. Lalu menyebut banyak menemukan pola asuh dan pola makan yang masih keliru.

Baca juga:

Temuan Dinas Kesehatan lainnya yaitu terkait dengan pola asuh yang belum sesuai dengan kebutuhan anak. Misalnya anak yang diasuh oleh nenek atau keluarga yang lain, lantaran orang tuanya pergi bekerja ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Lalu mengeklaim kasus-kasus itu berdampak pada kondisi stunting pada anak.

"Apalagi jika menikah pada usia muda. Secara teori benar juga bahwa 80 persen (menikah muda-red) melahirkan anak stunting,” imbuhnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!