NASIONAL

3 Operasi Khusus Satgas Untuk Berantas Judi Online

Tiga operasi tersebut mulai dilakukan pada pekan depan.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Wahyu Setiawan

3 Operasi Khusus Satgas Untuk Berantas Judi Online
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (kedua kanan) bersiap memimpin rakor pemberantasan judi online di kantornya, Jakarta, Rabu (19/6/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

KBR, Jakarta – Satgas Judi Online bakal melakukan tiga operasi penegakan hukum untuk memberantas praktik judi online. Ketua Satgas Judi Online Hadi Tjahjanto mengatakan tiga operasi tersebut mulai dilakukan pada pekan depan.

Operasi pertama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menindaklanjuti temuan hingga 5 ribu rekening mencurigakan yang telah diblokir.

"Tindak lanjutnya PPATK segera melaporkan ke penyidik Bareskrim Polri, walaupun PPATK juga memiliki wewenang membekukan selama 20 hari. Setelah dilaporkan ke penyidik Bareskrim, maka penyidik Bareskrim juga akan membekukan rekening tersebut," ujarnya usai rapat tingkat menteri terkait pemberantasan judi online, Rabu (19/6/2024).

Hadi menuturkan, penyidik memiliki waktu 30 hari untuk mengumumkan pembekuan rekening tersebut. Setelah 30 hari tidak ada yang malapor, berdasarkan putusan pengadilan negeri, uang yang ada di rekening akan diserahkan ke negara.

Dalam waktu 30 hari pula, kepolisian akan mendalami rekening itu sehingga bisa ditemukan pemiliknya.

"Pihak kepolisian agar bisa memanggil pemilik rekening dan dilakukan pendalaman dan diproses secara hukum bahwa nyata-nyata itu adalah pemilik dan mereka adalah bandar," tuturnya.

Hadi melanjutkan, operasi kedua yakni menindak jual beli rekening dengan modus pelaku langsung datang ke kampung-kampung.

"Setelah datang mereka dekati korban, ngobrol dan dilakukan pembukaan rekening secara online. Setelah rekening jadi, rekening itu diserahkan oleh pelaku kepada pengepul, selanjutnya ratusan rekening oleh pengepul dijual ke bandar-bandar judi online dan oleh bandar digunakan untuk transaksi judi online," jelasnya.

Hadi yang juga Menko Polhukam meminta TNI-Polri membantu memberantas jual beli rekening tersebut dengan mengerahkann babinsa dan bhabinkamtibmas.

"Untuk menindak para pelaku ini karena pelaku sampai masuk ke lapisan bawah masyarakat," katanya.

Operasi ketiga, lanjut Hadi, penindakan terhadap minimarket yang melayani top up gim online terafiliasi dengan judi.

"Sasarannya adalah menutup pelayanan top up gim online yang teafiliasi. Karena pengisian di minimarket juga belum tentu pulsa untuk permainan judi online, namun apabila digunakan untuk judi online itu terlihat kode virtualnya sehingga saya minta bantuan dari TNI maupun Polri, babinsa dan bhabinkamtibmas terdepan untuk melakukan pengecekan dan penutupan, yang terdepan adalah Polri," ucapnya.

"Dalam pelaksanaannya nanti secara demografi di mana saja yang paling banyak, nanti dari kepala PPATK akan memberi data tersebut sehingga sasarannya tepat kepada minimarket yang menjual untuk top up gim," imbuhnya.

Korban Berbagai Usia

Hadi membeberkan korban judi online berasal dari berbagai segmen usia. Paling banyak di rentang usia 30-50 tahun.

Sesuai data demografi, pemain judi online usia di bawah 10 tahun ada 2 persen dengan total ada 80 ribu yang terdeteksi.

Kemudian usia 10 -20 tahun ada 11 persen, kurang lebih 440 ribu, usia 21-30 tahun ada 13 persen sekitar 520 ribu, 30-50 tahun ada 40 persen sekitar 1.640.000, dan usia di atas 50 tahun ada 34 persen sekitar 1.350.000.

"Ini rata-rata adalah kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya 80 persen dari jumlah pemain 2,7 juta," ucapnya.

Sementara nominal uang yang dipertaruhkan untuk judi online di kalangan ekonomi menengah ke bawah berkisar Rp10 ribu sampai Rp100 ribu rupiah. Sedangkan untuk ekonomi menengah ke atas Rp100 ribu hingga Rp40 miliar.

Baca juga:

  • Judi Online
  • menko polhukam
  • Ekonomi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!