NASIONAL
27 Tahun Reformasi, Demokrasi Mundur, Militer Menguat di Ranah Sipil
Sejarah Reformasi 1998 di Indonesia ditandai lengsernya Presiden Soeharto ...

KBR, Jakarta- Amnesty International Indonesia (AII) menilai cita-cita Reformasi 1998 yang diperjuangkan dengan pengorbanan besar, kini mulai kehilangan makna.
Juru bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim menyebut, agenda reformasi mengalami kemunduran serius, terutama dalam penegakan korupsi, kebebasan pers, supremasi sipil, dan penegakan konstitusi.
“Reformasi ini seperti berjalan mundur. Bahkan menjauh dari amanat yang dimandatkan pascajatuhnya Soeharto pada 1998,” kata Haeril kepada KBR, Rabu, (21/5/2025).
Juru bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim menyoroti belum disahkannya RUU Perampasan Aset oleh pemerintah sebagai bentuk lemahnya komitmen pemberantasan korupsi. Slogan antikorupsi dinilai hanya simbol tanpa langkah konkret.
"Slogan pemberantasan antikorupsi pasca reformasi hanya menjadi slogan saja," kata Haeril.
Kekerasan Jurnalis
Sementara itu, tren kekerasan terhadap jurnalis meningkat tajam. Amnesty mencatat, sejak Januari hingga Mei 2025 terdapat 54 serangan terhadap pembela HAM, dan 29 di antaranya adalah jurnalis.
Pada tahun sebelumnya, terjadi 62 insiden kekerasan terhadap 112 jurnalis di Indonesia. Amnesty menilai, serangan tersebut menciptakan iklim ketakutan dan membungkam kritik terhadap pemerintah.
Militer di Ruang Sipil
Dalam hal supremasi sipil, Haeril menilai, ada sinyal kuat kembalinya militer ke ruang-ruang sipil, seperti kampus dan lembaga hukum. Revisi Undang-Undang TNI, Maret lalu, dianggap membuka jalan bagi militer untuk kembali memainkan peran ganda yang mirip Orde Baru. Padahal, peran ganda ini ditolak keras oleh Reformasi.
“Pelibatan TNI dalam penegakan hukum melalui kerja sama dengan kejaksaan, dan masuknya aparat ke kampus-kampus seperti UIN Wali Songo dan Universitas Indonesia, adalah sinyal jelas lemahnya supremasi sipil kita hari ini. Ini mengancam ruang akademik yang seharusnya bebas dan kritis.” jelasnya.
Ia juga menyinggung, kebebasan berekspresi yang dinilai terus terkekang. Beberapa mahasiswa ditangkap karena aksi damai dan ekspresi digital, seperti pembuatan meme presiden. Amnesty menganggap hal ini bukti menyempitnya ruang sipil.
“Jika harus memberi nilai atas kondisi Reformasi hari ini, mungkin hanya di angka 4 dari skala 10. Situasinya sangat mengkhawatirkan.” nilai Haeril.
Meski begitu, kata Haeril, harapan untuk menyelamatkan muruah Reformasi belum sepenuhnya padam. Negara diminta segera menjamin kebebasan berekspresi, membuka partisipasi publik yang inklusif, serta mengembalikan supremasi sipil dan integritas lembaga hukum.
“Reformasi belum sepenuhnya mati. Tetapi, tanpa perubahan nyata dan perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara, cita-cita itu akan benar-benar tinggal sejarah.” tutup Haeril.

Cita-Cita Reformasi
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga menyebut, masih banyak cita-cita reformasi yang belum tercapai hingga 2025.
“Reformasi hukum belum tegak, status militer di Papua belum dicabut. Hal-hal yang dulu jadi capaian reformasi seperti amandemen konstitusi, desentralisasi, dan pemberantasan korupsi justru sekarang mengalami kemunduran,” ujar Usman kepada KBR, Usman kepada KBR, Rabu, (21/5/2025).
Ia menyebut, kondisi lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah jauh dari harapan.
“KPK sekarang mengalami krisis kepercayaan. Kita tahu bagaimana awalnya dulu, tetapi sekarang tidak lagi sekuat dulu. Harapan publik memudar,” ucapnya.
Usman menambahkan, indeks demokrasi Indonesia pun terus merosot, bahkan kini ada dalam kategori autokrasi elektoral.
"Tahun 2019, skornya 62, tapi turun jadi 57 pada 2024. Menurut V-Dem, Indonesia bahkan sudah masuk kategori ‘autokrasi elektoral’. Artinya bukan lagi demokrasi, tapi otoritarianisme dengan bungkus pemilu,” kata Usman.
Agenda Reformasi
Pada peringatan Reformasi 2025, Usman mendesak pemerintah kembali pada agenda awal reformasi, yakni penegakan hukum, desentralisasi, supremasi sipil, dan pemberantasan korupsi.
"Korupsi-korupsi nepotisme melalui kebijakan elektoral yang mementingkan kepentingan keluarga atau nepotisme atau korupsi-korupsi yang semakin marak, tetapi berhenti penanganan di tengah jalan. Kasus Pertamax, kasus timah, kasus hutan, kasus Asabri, kasus macam-macamlah, ya," kata Usman.
Ia juga menyoroti rencana penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR tahun 1998 tentang KKN, serta wacana menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional sebagai indikasi mundurnya semangat reformasi.
Mengenang Reformasi 1998
Tepat 21 Mei, bangsa ini memperingati Hari Reformasi Nasional. Tahun ini tepat 27 tahun Reformasi. Pada tanggal itu, presiden kedua Indonesia, Soeharto mengundurkan diri setelah berkuasa 32 tahun. Tanggal ini menandai berakhirnya rezim Orde Baru, dan dimulainya masa baru yakni Reformasi.
Salah satu tuntutan Utama Reformasi 1998 adalah pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Namun, korupsi terbukti menjadi penyakit kronis yang tak kunjung hilang.
Di era Orde Baru, yaitu era Soeharto, korupsi semakin sistematis. Pada tahun 1967, Soeharto mengeluarkan pidato yang menekankan pentingnya pemberantasan korupsi dan membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK).
Meskipun ada beberapa operasi penangkapan terhadap pelaku korupsi, banyak kasus besar tetap tidak terungkap. Korupsi menjadi budaya yang mengakar kuat dalam pemerintahan dan masyarakat.

Era Reformasi
Setelah jatuhnya Soeharto pada 1998, mulai memasuki era Reformasi. Di bawah kepemimpinan B.J. Habibie, berbagai upaya dilakukan untuk memberantas korupsi. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2002 merupakan salah satu langkah signifikan memerangi praktik korupsi. Masyarakat semakin aktif melaporkan kasus-kasus korupsi, meskipun tantangan masih tetap ada.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan ICW terhadap kasus korupsi sepanjang 2023, ada peningkatan sangat signifikan ketimbang tahun-tahun sebelumnya, yaitu 791 kasus korupsi dengan 1.695 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Dari kasus yang berhasil terpantau, potensi kerugian negara mencapai Rp28,4 triliun, potensi suap-menyuap dan gratifikasi Rp422 miliar, potensi pungutan liar atau pemerasan sebesar Rp10 miliar, dan potensi aset yang disamarkan melalui pencucian uang sebesar Rp256 miliar.
Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan, kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp238,14 triliun selama 10 tahun terakhir.
IPK Naik, tetapi ...
Tahun lalu, Transparansi Internasional Indonesia (TII) memublikasikan Corruption Perception Indeks atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024. Hasilnya, IPK Indonesia menunjukkan perkembangan positif dengan naik 3 poin menjadi 37 dari tahun sebelumnya yang stagnan di angka 34. Dengan kenaikan indeks ini, peringkat Indonesia terdongkrak menjadi peringkat 99 dari 180 negara.
Naiknya IPK belum menjadi indikator situasi antikorupsi membaik. Apalagi, angka tersebut masih lebih rendah dari capaian tertinggi Indonesia, yakni 40 pada 2019.
Dwifungsi TNI
Hal lain yang ditolak saat Reformasi, adalah dwifungsi TNI. Dikutip dari Tempo.co, ketakutan terkait dwifungsi TNI berakar dari peran ganda Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ketika Orde Baru. Dwifungsi ABRI merupakan konsep dan kebijakan politik yang mengatur fungsi militer dalam tatanan kehidupan bernegara.
Seperti namanya, dwifungsi yaitu selain menjalankan perannya sebagai kekuatan pertahanan, ABRI juga menjalankan tugas sebagai pengatur negara.
Survei yang dilakukan Harian Kompas menunjukan, penurunan 8,9 poin dalam kategori "sudah terpenuhi" untuk penghapusan militer dari ranah sipil. Sementara 41,4% responden menilai tuntutan ini "belum terpenuhi".
Beberapa pasal krusial dalam UU No.34 Tahun 2004 menjadi sorotan, termasuk pasal yang memungkinkan keterlibatan militer aktif dalam jabatan sipil dan perpanjangan usia pensiun bagi perwira hingga 60 tahun.

Nasib Kebebasan Berekspresi
Survei Kompas menunjukkan, kebebasan berpendapat dan berekspresi juga mundur. Persentase masyarakat yang menilai kebebasan sudah terpenuhi turun dari 49,1% (2018) menjadi 32,6% (2025), menurun 16,5%.
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) kerap disalahgunakan untuk membungkam kritik dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Amnesty International Indonesia mencatat, selama 2019 hingga 2024 terdapat sekitar 527 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE kepada 560-an warga sipil.
Dari jumlah itu, 421 kasus dengan 449 korban telah mendapat putusan vonis di pengadilan negeri.
Mahasiswi Ditangkap
Belum lama ini, seorang mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS dijerat Pasal Kesusilaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
SSS diduga mengunggah meme bergambar Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-7, Joko Widodo tengah berciuman di media sosial “X”. Modifikasi foto yang diduga menggunakan bantuan kecerdasan buatan (AI) tersebut viral.
SSS dijerat Pasal Kesusilaan dalam UU ITE. Penangkapan ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Amnesty International Indonesia. AII menilai, tindakan tersebut mencederai kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Sekilas Sejarah Reformasi
Sejarah Reformasi 1998 di Indonesia ditandai lengsernya Presiden Soeharto dan jatuhnya rezim pemerintahan Orde Baru (Orba), Kamis, 21 Mei.
Tepat hari ini, adalah 27 tahun Reformasi 1998. Peristiwa kelam yang terjadi lebih dari dua dekade. Reformasi bermula dari berbagai ketidakpuasan rakyat terhadap rezim Orde Baru dan krisis moneter 1997-1998.
Salah satu peristiwa sejarah Reformasi yang hingga kini belum tuntas antara lain penyelesaian penculikan aktivis pro-reformasi 1998.
Kasus penghilangan paksa aktivis pro-reformasi terjadi 1997-1998. Mengutip laporan Amnesty Internasional Indonesia dan KontraS, total ada 23 orang yang diculik Tim Mawar —sebuah tim yang dibentuk Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada Orde Baru. Kopassus saat itu dipimpin Prabowo Subianto, kini presiden RI.
Sembilan korban penculikan dibebaskan, satu ditemukan tewas, sisanya hilang, dan tak kembali hingga sekarang.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!