NASIONAL
18 Tahun, Gerakan Aksi Kamisan Menolak Lupa
Kamis, 16 Januari 2025, Aksi Kamisan masuk tahun ke-18. Ini menjadi salah satu gerakan sipil terlama di dunia.
AUTHOR / Agus Luqman
-
EDITOR / Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Kamis, 16 Januari 2025, Aksi Kamisan masuk tahun ke-18. Selama 18 tahun, setiap Kamis, korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tak henti menuntut keadilan.
Warna hitam menjadi salah satu identitas Aksi Kamisan: dari baju hitam, payung-payung, hingga poster hitam dan lainnya sebagai tanda duka dan perlawanan terhadap lupa.
Lebih dari 840 kali, para keluarga korban, aktivis, dan mahasiswa menggelar aksi damai di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Mereka melewati pemerintahan yang berganti, dari Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, hingga kini Prabowo Subianto.
Kamis ini, 16 Januari 2025, adalah Aksi Kamisan ke-847. Sasaran aksi mereka masih sama: Presiden, DPR, Komnas HAM, dan Kejaksaan Agung, empat institusi yang paling bertanggung jawab dalam menangani kasus pelanggaran HAM.
Mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM, menindak orang-orang yang terlibat, dan berhenti melanggengkan impunitas.
Aksi Kamisan pertama kali digelar 18 Januari 2007. Gerakan aksi diam ini dibidani tiga keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti Maria Catarina Sumarsih, Suciwati, dan Bedjo Untung.
"Kamisan berhenti jika hanya tersisa tiga orang yang melakukan aksi," kata Sumarsih suatu ketika.
Aksi diam digelar sebagai bentuk protes dari para keluarga korban Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Tragedi Trisakti, Tragedi Mei 1998, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, hingga pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Baca juga:
- 17 Tahun Kamisan, Ini Langkah Komnas HAM
- IKOHI: Jokowi Utang Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Pemerintah Tak Serius
Selama belasan tahun, kasus-kasus pelanggaran HAM tak kunjung diselesaikan negara. Bahkan kasus pelanggaran HAM makin banyak terjadi, makin banyak korban.
Berkas kasus pelanggaran HAM bolak-balik dari Komnas HAM ke Kejaksaan, selama belasan tahun. Pemerintah juga terlihat tidak serius mengusut kasus-kasus itu, bahkan ingin menyelesaikannya melalui jalur di luar pengadilan.
Presiden Joko Widodo sempat sekali mengundang perwakilan Aksi Kamisan ke Istana, pada Kamis, 31 Mei 2018. Pertemuan itu dilakukan beberapa bulan sebelum bergulirnya Pemilu Presiden 2019.
Namun, hingga masa jabatan periode kedua Jokowi berakhir, tidak ada kasus pelanggaran HAM berat yang diungkap.
Keinginan menuntut keadilan dan mengadvokasi orang-orang tertindas, mengalahkan rasa lelah dan frustasi.
Hujan deras, panas terik, tak menghentikan Aksi Kamisan.
Dari Maria Sumarsih umur 72 tahun, hingga mahasiswa usia belasan tahun. Mereka membuat gerakan sipil ini tetap bertahan belasan tahun, dan memberi pesan: jangan diam, jangan lupakan.
Aksi Kamisan menyebar ke puluhan daerah, diikuti lebih banyak orang. Setidaknya ada 60 daerah yang ikut menggelar Aksi Kamisan, dengan mengangkat isu utama tuntutan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, hingga kasus-kasus HAM lokal.
Ketika jalur-jalur formal mampet dan tidak bisa diharapkan, Aksi Kamisan menjadi ruang masyarakat menuntut keadilan atas kejahatan aparat dan negara.
Apalagi, saat ini negara dipimpin sosok yang namanya kerap disebut ikut terlibat pelanggaran HAM.
"Kini yang ikut Kamisan makin banyak, terutama anak muda. Sekecil apapun itu harapannya, kami akan terus melakukan Kamisan," kata Sumarsih.
Aksi Kamisan menjadi salah satu gerakan perlawanan masyarakat sipil terlama di dunia.
Baca juga:
- Prabowo-Gibran Didorong Menuntaskan Kasus HAM di 100 Hari Kerja
- Komnas Ingatkan Tantangan Berat Penguatan HAM Era Prabowo
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!