NASIONAL

''Maaf Pak Jokowi, Tidak Cukup Minta Maaf''

"Saya rasa tidak cukup dengan meminta maaf. Karena kebijakan Presiden Jokowi dari berkuasa sampai sekarang, ketika sudah habis periodenya, itu banyak merugikan masyarakat."

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Agus Luqman

Jokowi minta maaf, maaf Jokowi, Jokowi sebelum lengser, akhir Jokowi
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka, Kamis (1/8/2024). (Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan)

KBR, Jakarta - Sebagian kalangan merespon negatif permintaan maaf yang disampaikan Presiden Joko Widodo, menjelang akhir masa jabatannya. Respon terutama dari kalangan buruh.

Saat acara Zikir dan Doa Kebangsaan menjelang HUT ke-79 RI semalam, Jokowi meminta maaf kepada masyarakat atas kesalahan selama 10 tahun memimpin Indonesia.

"Dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Kiai Haji Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini. Khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Kami menyadari bahwa sebagai manusia tidak mungkin dapat menyenangkan semua pihak," kata Jokowi saat acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka, di Halaman Istana Merdeka, Kamis(1/8/2024).

Deputi Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad menyebut permintaan maaf itu dimaksudkan agar Presiden Jokowi bisa mengakhiri masa kepemimpinannya dengan baik. Jokowi ingin peralihan kepemimpinan bisa berjalan mulus, tanpa adanya gejolak di masyarakat.

Meski begitu, Rumadi menyinggung soal data hasil survei yang menunjukkan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.

"Faktanya 75 persen masyarakat Indonesia itu merasa puas dengan kepemimpinan Presiden Jokowi kalau toh ada yang tidak puas ya mungkin bagian di luar yang 75 persen itu. Presiden juga menyadari kalau ada yang tidak terpuaskan, ada yang kurang, beliau minta maaf. Apalagi? Itu kan sudah sangat clear, tak perlu ditarik ke mana-mana,” kata Rumadi kepada KBR, Jumat (2/8/2024).

Baca juga:

Reaksi buruh

Tanggapan muncul dari sejumlah pihak, khususnya buruh.

Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menilai permintaan maaf Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya tidak cukup menghapus dosa-dosa pemerintah kepada rakyat.

Dewan Buruh Nasional KASBI, Nining Elitos mendesak Jokowi menghapus kebijakan yang membebani buruh.

"Permintaan maaf itu hal yang biasa bagi sesama umat. Tapi, dampak dari perilaku selama berkuasa, kebijakan-kebijakan yang melahirkan penderitaan bagi orang banyak, itu adalah sebuah dosa besar. Selalu bagaimana memikirkan memenuhi syahwat dari para investasi, yang akhirnya memberikan karpet merah," ujar Nining kepada KBR Media, Jumat (2/8/2024).

Nining Elitos menyayangkan kebijakan Jokowi yang merugikan buruh akan dilanjutkan oleh penerusnya, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Misalnya, Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai mendukung upah rendah bagi buruh, dan pemberlakuan wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi seluruh pekerja.

Sementara itu, Pemimpin Umum Marsinah.id, Dian Septi Trisnanti berpendapat, kebijakan Presiden Joko Widodo selama berkuasa banyak memiskinkan keluarga buruh, dan tidak cukup diselesaikan hanya dengan meminta maaf.

Dian Septi Trisnanti menyoroti kebijakan pemotongan gaji bagi para buruh, Undang-Undang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan hingga represi aparat.

"Saya rasa tidak cukup dengan meminta maaf. Karena kebijakan Presiden Jokowi dari berkuasa sampai sekarang, ketika sudah habis periodenya, itu banyak merugikan masyarakat yang berpotensi memiskinkan keluarga buruh secara turun-temurun. Artinya kemiskinannya sistematis. Saat Covid-19 upah kita dipotong sebesar 25 persen. Berikutnya undang-undang Cipta kerja PP 78 tahun 2015," ujar Dian kepada KBR Media, Jumat (2/8/2024).

Selain itu, Dian Septi Trisnanti juga menyebut hak buruh mendapatkan keamanan di sektor pertambangan nikel pun diabaikan Jokowi. Jokowi malah terus menggencarkan hilirisasi nikel.

"Alih-alih memikirkan keselamatan K3 supaya tidak terjadi ledakan dan tidak bertaruh nyawa, Jokowi malah mendorong hilirisasi nikel yang bisa dibayangkan hutang kita akan habis," kata Dian.

Dian mengatakan kebijakan yang Jokowi lahirkan juga masih bias gender, hal itu terlihat dari belum kunjung disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) setelah 20 tahun mangkrak.

"Dampaknya adalah kemiskinan struktural, dan itu lebih berdampak kepada pekerja perempuan karena pekerja perempuan rentan, di tengah masyarakat yang masih bias gender. Kebijakan Jokowi itu masih sangat bias gender dan tidak mementingkan perempuan. Ini bisa terlihat dari belum disahkannya rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga yang sudah selama 20 tahun mangkrak. Ini adalah ciri khas pertarungan kelas," jelas Dian.

Baca juga:

Terlambat

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah menilai permintan maaf Presiden RI Joko Widodo di akhir masa jabatannya sangat terlambat.

Dedi mengatakan semestinya permintaan maaf disampaikan saat Jokowi gagal mempertahankan konstitusi dalam proses Pemilu 2024. Jokowi dianggap lebih mengutamakan kepentingan keluarga dan kelompoknya daripada kepentingan demokrasi bangsa.

"Terlebih rezim berikutnya adalah bagian dari keluarga Jokowi. Artinya kebijakan Presiden Prabowo nanti dengan wakilnya Gibran. Bukan tidak mungkin akan tetap dengan senada apa yang juga sudah dipikirkan dan putuskan oleh Jokowi pada periode sebelumnya," ujar Dedi kepada KBR Media, Jumat (2/8/2024).

Direktur Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah, membaca permintaan maaf yang dilakukan Jokowi hanyalah sebatas menggalang simpati publik.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!